Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] soal rasa bangga dan kagum

2009-08-13 Terurut Topik sutiono2000
PGT sekarang bernama Paskhas milik AU, sama halnya dengan AL yang punya Marinir 
dan Pasukan Katak.

Salam,sutiono

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

-Original Message-
From: Pakpahan Maria 

Date: Thu, 13 Aug 2009 18:22:21 
To: 
Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] soal rasa bangga dan kagum


Kembali nimbrung soal Kopassus  dan juga sedikit menanggapi Anggi nih. Kopassus 
dan juga yg lain ( mulai dr jaman duu ada PGT  -Pasukan Gerak Tjepat) menurut 
saya memang harus supper dupper baik, namanya juga special forces. Jadi mau 
tidak mau inherent dalam expectasi ' special ' forces tadi.

Bahwa kualitas manusianya (anggota Kopassus) tahan banting dan menguasai medan 
dsbnya, ini juga bagian dari kualitas special forces tersebut. Ya kayak jaman 
Romawi dulu Pretoria guard ya memang harus menjaga bangsa dan negara. 
Ini standard. Ini bukan berarti kemudian menjadi alasan tidak mendukung 
perlunya special forces yg kuat dan mumpuni. Sama seperti perlunya punya sistim 
pertanian yg kuat untuk negara spt Indonesia , sama seperti mulai lebih 
berorientasi melihat ke segara/lautan , sama seperti perlu tenaga pendidik yg 
mumpuni, dsbnya.Saya mengerti sulitnya kehidupan tentara biasa di Indonesia, 
apalagi kalau hanya tantama dan bintara, karena melihat dan berinteraksi dengan 
anak-anak tentara ini. Juga Kopassus. Bahkan perwira yg jujurpun pas-pasan. 

Pertanyaan 'gimana sih ' lebih suatu gumanan saya soal mengapa kemudian 
Kopassus menguak rasa bangga tersebut ? Bahkan mungkin bisa jadi suatu 
Kekaguman (ku ) .. ini mah lagunya Chandra Darusman tahun80an ya .. :-).Apakah 
ini sinyalemen apatisnya kita ? Hingga suatu yang standart ( baca selayaknya ) 
kemudian jadi tumpuan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia ? 

Nah, kalau standart, saya biasanya tidak bangga dan kagum. Saya bisa katakan 
para buruh migrant perempuan Indonesia yg terpisah 2 tahun dr keluarganya( 
banyak yg tidak punya pengalaman kerja sebelumnya ) dan berhasil memberikan 
devisa ke 2 terbesar ke RI setelah migas dengan hasil keringat, air mata 
dan darah, ini lebih membuat saya kagum. Kagum dengan resiliensi mereka dan 
juga 'kenekadtan'. Kagum karena mereka jd tulang punggung keluarga. Namun, saya 
juga  d marah karena hingga kini masih banyak juga yg melecehkan mereka dan 
anggap mereka warga negara kelas 2, bahkan harus lewat terminal tersendiri saat 
kembali. Mereka jadi berita saat ada yang disiksa, tidak diberi gaji, 
diperkosa, dipenjara atau tewas. Inipun seakan-akan menjadi list panjang. Dalam 
MoU dengan negara penerima buruh migrant kita, pemerintah tidak maximum 
memberikan perlindungan. Cenderung kayak pemadam kebakaran yg tidak terlatih. 

Saya bisa katakan, saya bangga dan kagum melihat ada anak bangsa yg bersedia 
jadi 'pendamping dan guru ' bagi anak suku dalam dan berbagai belahan -penjuru 
tanah air yg jauuhhh ( tanpa renumerasi) dan meninggalkan metropolitan 
Jakarta.Saya juga bangga dan kagum dengan siswa /i Indonesia yang menang dan 
unjuk gigi dalam khazanah olympiade scien or maths. Sama seperti saya bangga 
liat arsitek muda Indonesia ikut ajang kompetisi international, atau seorang 
biasa di Jawa Timur sana, mengambil inisitif mengelola dan memulai kakus 
community  di daerah urban tsb dan membuatnya sustainable dan dikelola oleh 
warga sana sendiri hingga diundang ke Museum of Science di London dan dpt 
penghargaan dr Getty Foundation. 
Hal-hal ini yang membuat saya bangga dan merasa ada harapan buat Indonesia kita.

MP


  



[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] soal rasa bangga dan kagum

2009-08-13 Terurut Topik Pakpahan Maria
Kembali nimbrung soal Kopassus  dan juga sedikit menanggapi Anggi nih. Kopassus 
dan juga yg lain ( mulai dr jaman duu ada PGT  -Pasukan Gerak Tjepat) menurut 
saya memang harus supper dupper baik, namanya juga special forces. Jadi mau 
tidak mau inherent dalam expectasi ' special ' forces tadi.

Bahwa kualitas manusianya (anggota Kopassus) tahan banting dan menguasai medan 
dsbnya, ini juga bagian dari kualitas special forces tersebut. Ya kayak jaman 
Romawi dulu Pretoria guard ya memang harus menjaga bangsa dan negara. 
Ini standard. Ini bukan berarti kemudian menjadi alasan tidak mendukung 
perlunya special forces yg kuat dan mumpuni. Sama seperti perlunya punya sistim 
pertanian yg kuat untuk negara spt Indonesia , sama seperti mulai lebih 
berorientasi melihat ke segara/lautan , sama seperti perlu tenaga pendidik yg 
mumpuni, dsbnya.Saya mengerti sulitnya kehidupan tentara biasa di Indonesia, 
apalagi kalau hanya tantama dan bintara, karena melihat dan berinteraksi dengan 
anak-anak tentara ini. Juga Kopassus. Bahkan perwira yg jujurpun pas-pasan. 

Pertanyaan 'gimana sih ' lebih suatu gumanan saya soal mengapa kemudian 
Kopassus menguak rasa bangga tersebut ? Bahkan mungkin bisa jadi suatu 
Kekaguman (ku ) .. ini mah lagunya Chandra Darusman tahun80an ya .. :-).Apakah 
ini sinyalemen apatisnya kita ? Hingga suatu yang standart ( baca selayaknya ) 
kemudian jadi tumpuan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia ? 

Nah, kalau standart, saya biasanya tidak bangga dan kagum. Saya bisa katakan 
para buruh migrant perempuan Indonesia yg terpisah 2 tahun dr keluarganya( 
banyak yg tidak punya pengalaman kerja sebelumnya ) dan berhasil memberikan 
devisa ke 2 terbesar ke RI setelah migas dengan hasil keringat, air mata 
dan darah, ini lebih membuat saya kagum. Kagum dengan resiliensi mereka dan 
juga 'kenekadtan'. Kagum karena mereka jd tulang punggung keluarga. Namun, saya 
juga  d marah karena hingga kini masih banyak juga yg melecehkan mereka dan 
anggap mereka warga negara kelas 2, bahkan harus lewat terminal tersendiri saat 
kembali. Mereka jadi berita saat ada yang disiksa, tidak diberi gaji, 
diperkosa, dipenjara atau tewas. Inipun seakan-akan menjadi list panjang. Dalam 
MoU dengan negara penerima buruh migrant kita, pemerintah tidak maximum 
memberikan perlindungan. Cenderung kayak pemadam kebakaran yg tidak terlatih. 

Saya bisa katakan, saya bangga dan kagum melihat ada anak bangsa yg bersedia 
jadi 'pendamping dan guru ' bagi anak suku dalam dan berbagai belahan -penjuru 
tanah air yg jauuhhh ( tanpa renumerasi) dan meninggalkan metropolitan 
Jakarta.Saya juga bangga dan kagum dengan siswa /i Indonesia yang menang dan 
unjuk gigi dalam khazanah olympiade scien or maths. Sama seperti saya bangga 
liat arsitek muda Indonesia ikut ajang kompetisi international, atau seorang 
biasa di Jawa Timur sana, mengambil inisitif mengelola dan memulai kakus 
community  di daerah urban tsb dan membuatnya sustainable dan dikelola oleh 
warga sana sendiri hingga diundang ke Museum of Science di London dan dpt 
penghargaan dr Getty Foundation. 
Hal-hal ini yang membuat saya bangga dan merasa ada harapan buat Indonesia kita.

MP