JAUH-JAUH KIRIM MAHASISWA KE LUAR NEGERI, UJUNG-UJUNGNYA IMPOR DOSEN ASING 
JUGA 
https://mojok.co/prima-sulistya/komen/pojokan/kirim-mahasiswa-ke-luar-negeri-impor-dosen-asing/
 PRIMA SULISTYA https://mojok.co/penulis/prima-sulistya/ 22 APRIL 2018

 MOJOK.CO – Maunya pemerintah apa sih? Mahasiswa disuruh kuliah ke luar negeri, 
eh sekarang dosen asing disuruh ngajar di sini.
 Halo, anak-anak LPDP, sudah cukup deg-degan membaca berita dosen asing boleh 
bekerja full time di Indonesia? Hehehe.
 Bukan cuma dosen dan para awardee yang terhormat yang deg-degan, kalau mau 
tahu, guru-guru juga ikut sport jantung. Jangan-jangan habis ini guru SMA juga 
boleh impor? Guru-guru sekolah internasional? Guru-guru kelas internasional? 
Guru-guru les bahasa asing? Guru kungfu? Guru masak?
 Wajar guru, dosen, dan awardee resah, konsumen kita kan silau sama yang 
asing-asing. Ini ke-nya-ta-an. Apalagi kalau asingnya ori. Belajar yoga 
langsung dengan guru dari India. Belajar bahasa Inggris sama native dari UK. 
Belajar ngaji sama hafiz dari Arab.
 Bungkus luarnya, ini kayak sentimen asing vs pribumi. Lapisan di bawahnya, ini 
soal perebutan kesempatan kerja.
 Ya, gimana nggak minder. Kalau ngomong dosen, asing pula, pikirannya pasti 
melayang ke orang-orang kaukasia itu. Dan jelas mereka lebih unggul karena 
kiblat pendidikan kita ke sana semua. Diktat kuliah, buku dari ilmuwan luar. 
Seminar internasional, yang ngisi peneliti luar. Model pendidikan ideal, dari 
luar. Ki Hadjar Dewantara who? Yang bikin slogan di topi SD itu yha?
 Katanya, ini mental poskolonial. Mental negara yang pernah dijajah. Ngomong 
soal ini saya jadi pengin cerita.
 Ada teman saya suatu hari bertanya, kenapa ya orang Barat itu kalau pidato 
bagus-bagus? Dari pejabat sekelas Obama, siswa SMA, sampai bocah balita yang 
videonya wara-wiri viral. Mereka tuh kayak… fasih banget ngomong. Bisa lugas, 
jelas, dan mengena, gitu.
 (Saat si teman bertanya, kami masing-masing langsung bayangin Sandiaga Uno 
diwawancarai soal banjir.)
 BACA JUGA:  Di Klojen, Kami Menyebut Sekolah 8 Jam itu "Kakean Cangkem" 
https://mojok.co/dandhy-dwi-laksono/esai/di-klojen-kami-menyebut-sekolah-8-jam-itu-kakean-cangkem/
 Agak nggak pentinglah analisis warung kopi yang kami bikin untuk menjawab 
pertanyaan itu. Poinnya sih, kadang memang ada praduga yang merupakan bawaan 
dari mental minder bekas jajahan. Tapi, di lain waktu, ada momen-momen yang 
bikin kita kalah beneran.
 Misal, kayak guru bahasa Inggris yang pasti minder kalau dibandingin guru 
bahasa Inggris native. Hiks.
 Saya heran sama pemerintah. Mereka menentukan kebijakan kayak merumuskan nomor 
togel saja. Spontan tiap bangun tidur, bawaannya pengin bikin kebijakan baru. 
Sementara orang di mana-mana berteriak, cari kerja susah, kesenjangan ekonomi 
makin ekstrem, mereka malah bikin pernyataan yang nggak pernah lengkap.
 Iya, setiap ada kehebohan seperti ini, akarnya selalu sama kok. Penjelasannya 
nggak lengkap. Detailnya mana, wahai pemerintah? Wajar orang jadi insecure. 
Mereka kan memang nggak ngerti ini duduk perkaranya kayak apa. Akhirnya respons 
pertamanya ya marah. Persis kamu yang marah kalau diputusin tanpa penjelasan 
detail. Padahal ternyata putus pacaran untuk diajak menikah. Maksudnya baik 
jadi buruk karena tidak selesai mengutarakannya. Kayak video yang dipotong.
 Sejumlah orang sudah menulis soal baik buruknya membolehkan dosen asing 
bekerja penuh waktu di Indonesia. Tapi, itu soal lain, itu bahasan soal mutu 
dan kualifikasi. Sementara, hal yang bikin orang resah ialah perkara gaji dan 
kesempatan kerja. Bukankah itu yang bisa kita tangkap dari kepanikan yang 
menyertai hoax sekian juta pekerja China masuk Indonesia? Beritanya sih hoax, 
sudah dikonfirmasi Menteri Tenaga kerja, tetapi rasa takutnya riil.
 Saya rasa, orang bukan anti sama asing. Buktinya kita masih menjadikan kuliah 
ke luar negeri sebagai tolok ukur mutu dan kebanggaan. Tidak sedikit juga yang 
senang ketika dosen bermutu dari penjuru dunia kini mungkin untuk mengajar di 
Indonesia. Tapi, bagi tenaga kerja, perlu ada kepastian di muka. Bagaimana 
nasib dosen yang sekarang sudah ada? Nasib dosen honorer? Nasib anak-anak yang 
sedang kuliah di luar negeri? Nasib kesetaraan gaji dan jaminan tidak ada 
diskriminasi?
 BACA JUGA:  Hal Terpenting dari Surat Kepala Sekolah Mutiara Persada 
https://mojok.co/redaksi/komen/status/yang-penting-dari-surat-kepala-sekolah-mutiara-persada/
 
 Cukup dengan merasakan kehidupan sehari-hari orang kebanyakan, harusnya 
presiden atau menteri paham hal-hal seperti ini. Sederhana sekali. Bagaimana 
mau meningkatkan mutu pemerintahan kalau yang pejabatnya sulit paham? Masak 
kita perlu impor presiden dan menteri asing yang lebih berkualitas?
 

 

Kirim email ke