http://mediaindonesia.com/read/detail/208448-kebelet-berkuasa
/*Kebelet Berkuasa*/
Penulis: *Ono Sarwono* Pada: Minggu, 06 Jan 2019, 00:00 WIB Opini
<http://mediaindonesia.com/opini>
<http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/read/detail/208448-kebelet-berkuasa>
<http://twitter.com/home/?status=Kebelet Berkuasa
http://mediaindonesia.com/read/detail/208448-kebelet-berkuasa via
@mediaindonesia>
Kebelet Berkuasa
<http://disk.mediaindonesia.com/thumbs/1200x-/news/2019/01/7f2c6537215bdeb839db07780b611797.jpg>
DURYUDANA gelisah. Ia sudah tidak sabar lagi untuk segera menduduki
singgasana raja Astina. Jabatannya sebagai prabu anom yang diberikan
bapaknya, raja ad-interim Drestarastra, dianggap menggantung masa
depannya. Bahkan, ia merasani ayahnya tidak tegas.
Sengkuni, sang paman, yang berada di sampingnya, berusaha menenangkan
sekaligus meyakinkan keponakannya itu. Jabatan resmi sebagai raja Astina
pasti didapat. Sengkuni juga menyarankan sulung Kurawa itu sedikit
bersabar dulu dan mempersiapkan diri.
Itulah prolog lakon Puntadewa Dadi Ratu di Tugu Proklamasi, Jakarta
(21/12/2018) yang dibawakan Ki Manteb Soedharsono. Dalang wayang kulit
asal Karanganyar, Jawa Tengah, ini seperti menyindir situasi politik
saat ini yang semakin memanas menjelang Pilpres mendatang.
*Sengkuni mengakali*
Sebenarnya, Duryudana menjadi haus kekuasaan awalnya juga karena
Sengkuni. Semula, Duryudana dan ke-99 adiknya tidak paham dan peduli
tentang kekuasaan. Namun, karena setiap hari sejak usia dini dicecoki
Sengkuni tentang nikmatnya kekuasaan, dewasanya mereka seperti kalap.
Sengkuni ialah adik Dewi Gendari, ibunda Kurawa. Putra Raja Negara
Plasajenar Prabu Gendara itu mulai mengabdi di Astina sejak zaman Prabu
Pandu Dewanata. Ia meraih jabatan sebagai patih menggantikan Gandamana
yang ia gulingkan lewat politik berlumur kelicikan.
Drestarastra menjadi raja Astina sementara waktu untuk mengisi
kekosongan setelah Pandu gugur dalam Perang Pamuksa. Sesuai dengan pesan
Pandu, yang ialah adiknya sendiri, singgasana raja akan diberikan kepada
Pandawa (putra Pandu) jika mereka menginjak dewasa.
Sikon itulah yang dimanfaatkan Sengkuni. Setelah gagal menghabisi
Pandawa (Puntadewa, Werkudara, Arjuna, Nakula, dan Sadewa) dalam lakon
Pendadaran Siswa Sokalima, Sengkuni dengan dibantu para cecunguknya,
merancang pembunuhan keji dan mengeksekusinya. Ia membakar hidup-hidup
Pandawa dalam lakon Bale Sigala-gala.
Upaya genosida Pandawa dilakukan menjelang Drestarastra akan
mengembalikan kekuasaan kepada keponakannya itu. Namun, meski pembasmian
Pandawa itu gagal, ia berani melaporkan (menipu) kepada Drestarastra
bahwa Puntadewa dan keempat adiknya telah tewas gosong.
Drestarastra, yang cacat netra (buta) sejak lahir, memercayai laporan
Sengkuni. Ia tampak sangat terpukul atas peristiwa itu. Pada saat kakak
iparnya galau itulah, Sengkuni terus-menerus memengaruhinya agar
kekuasaan diberikan kepada putra kandung, Duryudana (Kurawa).
Selain Sengkuni, Gendari juga tidak bosan-bosan merayu suaminya agar
menyerahkan kekuasaan kepada kulit dagingnya sendiri. Menurutnya, Kurawa
tidak beda dengan Pandawa, sama-sama trah Abiyasa.
Cukup lama Drestarastra memikirkannya. Akibat tiada jeda dirajuki istri
dan adik iparnya, pada akhirnya terpengaruh. Ia lalu mengangkat
Duryudana sebagai prabu anom (raja muda). Menurut paugeran negara, prabu
anom ialah calon raja dan belum berhak duduk di singgasana raja sehingga
tidak memiliki kekuasaan sah.
Drestarastra memang ragu-ragu untuk langsung menetapkan putranya menjadi
raja resmi di Astina. Nuraninya terus terusik. Ia merasa ada sesuatu
yang tidak beres di sekelilingnya.
*Membabati Wanamarta*
Apa yang dikhawatirkan Drestarastra benar adanya. Werkudara alias
Bratasena tiba-tiba datang menghadapnya. Ia mengabarkan bahwa Pandawa
dan ibunda, Kunti Talibrata, dalam keadaaan sehat walafiat. Selain itu,
kedatangannya ingin menanyakan apa pesan bapaknya sebelum wafat.
Drestarastra mengaku gembira ternyata Pandawa selamat karena sebelumnya
dikabarkan telah mati terbakar. Soal wasiat Pandu, ia ungkapkan bahwa
intinya kekuasaan Astina mesti diberikan kepada Pandawa bila mereka
semua telah dewasa.
Drestarastra mengaku dengan kehadiran Werkudara, dirinya menghadapi
masalah dilematik. Satu sisi, ia harus menjalankan pesan Pandu, di sisi
lain dirinya sudah telanjur ‘melabeli’ Duryudana sebagai calon raja. Ia
tidak mau disebut mencla-mencle atas sabda yang telah terucap. Sabda
pendita ratu tak kena wola-wali.
Oleh karena itu, sebagai gantinya, Drestarasra memberikan tanah yang
masih berupa hutan, yakni Wanamarta, kepada Pandawa. Ia meminta Pandawa
membabati belantara itu sebagai tempat mendirikan negara baru. Ini
solusi agar Pandawa tidak meminta kekuasaan Astina.
Werkudara memahami semua yang diucapkan uaknya. Ia pun menyatakan
sanggup membabati hutan bersama saudara-saudaranya untuk mendirikan
negara baru. Bahkan, ia menolak bantuan apa pun yang ditawarkan
Drestarastra. Pandawa bertekad membangun negara secara mandiri.
Jawaban Werkudara melegakan Drestarastra. Ketika Pandawa mulai membabati
hutan, ia menobatkan Duryudana sebagai raja resmi Astina bergelar Prabu
Duryudana. Bagaimana pun Duryudana (Kurawa) ialah anak kandungnya
sendiri. Ia pun tidak ingin anak-anaknya telantar.
Wanamarta sesungguhnya wilayah yang masih masuk teritorial Negara
Wiratha. Hutan ini dikenal gung liwang-liwung, yang sangat angker.
Ibaratnya, jalma mara jalma mati, siapa pun yang berani memasuki hutan
itu dipastikan akan lenyap.
Namun, Werkudara yang dibantu saudara-saudaranya, tiada takut sedikit
pun. Memang tidak mudah. Selain lebatnya pohon, ia dihadang prajurit
siluman penghuni hutan. Namun, berkat kerja keras dan ketekunan serta
bantuan Bathara Indra, Pandawa berhasil melewati semua kendala.
Tidak ada yang mengetahui, sejatinya di hutan itu berdiri kerajaan yang
tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Negara yang didirikan Bathara
Indra bernama Indraprastha itu dipimpin Yudistira. Ia memiliki empat
adik, yaitu Danduwacana, Dananjaya, Ditya Sapujagad, dan Ditya Sapulebu.
*Ibarat seumur jagung*
Singkat cerita, Indraprasta berubah menjadi wujud dalam dunia nyata yang
sangat indah dan megah. Puntadewa dan keempat adiknya lalu ‘menyatu’
dalam jiwa Pandawa sebagai simbol dukungannya. Puntadewa kemudian
menjadi raja Indraprasta bergelar Prabu Yudistira.
Harapan Drestarastra menjadi kenyataan. Pandawa memiliki negara sendiri
yang juga diberi nama Amarta. Drestarastra merasa trah Abiyasa, Pandawa
dan Kurawa, bisa hidup rukun berdampingan.
Namun, ternyata langkah win-win solution Drestarastra itu tidak membuat
Kurawa berpuas. Kurawa tetap menjadikan Pandawa sebagai ancaman
sekaligus satru abadi yang harus dihabisi. Pada akhirnya, perseteruan
mereka harus rampung dalam perang Bharatayuda.
Duryudana yang kebelet berkuasa memang bisa berkuasa penuh atas Negara
Astina. Namun, kekuasaannya ibarat seumur jagung. Bahkan, bukan hanya
kehilangan kekuasaan, nyawanya pun hilang bersama semua saudara serta
para sekutunya di Kurusetra. (M-2)
<http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/read/detail/208448-kebelet-berkuasa>
<http://twitter.com/home/?status=Kebelet Berkuasa
http://mediaindonesia.com/read/detail/208448-kebelet-berkuasa via
@mediaindonesia>