http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1552-membasmi-separatisme
/*Membasmi Separatisme*/
Penulis: *Media Indonesia* Pada: Kamis, 06 Des 2018, 05:00 WIB Editorial
MI <http://mediaindonesia.com/editorials>
<http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1552-membasmi-separatisme>
<http://twitter.com/home/?status=http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1552-membasmi-separatisme>
TIDAK satu negara pun di dunia yang memberi ruang gerak separatisme.
Atas nama kedaulatan negara dan bangsa, sesuai perintah suci konstitusi,
separatisme harus dibasmi.
Indonesia masih bersikap ramah terhadap separatisme dengan sebutan
kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua. Padahal, separatisme di
Papua, sebenarnya, bukan semangat yang baru diteriakkan kemarin. Diakui
atau tidak, masih ada semangat memisahkan diri dalam KKB yang dulunya
disebut Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Keberadaan separatisme harus dilawan demi menegakkan wibawa negara.
Apalagi, kelompok pimpinan Egianus Kogoya itu membunuh secara brutal
sejumlah pekerja PT Istaka Karya, Minggu (2/12) di Nduga.
Sekitar 40 anggota kelompok Egianus juga menyerang pos pengamanan TNI di
Distrik Mbua, Nduga, Senin (3/12). Seorang anggota TNI, Sersan Handoko,
gugur dalam peristiwa itu. Seorang tentara lain terluka tembak.
Terlepas dari KKB atau separatisme, tragedi Nduga harus diusut tuntas.
Dalam konteks itulah kita mengapresiasi perintah Presiden Joko Widodo
kepada Panglima TNI dan Kapolri untuk mengejar dan menangkap seluruh
pelaku tindakan biadab tersebut.
Pemerintah telah mengirimkan 154 personel militer dan Polri ke Nduga.
Kita pun sepakat dengan pernyataan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko
yang menyebut tragedi Nduga sebagai aksi teroris yang tidak beradab.
Bahkan, menurut dia, aksi itu bukan dilakukan pelaku kriminal biasa,
tetapi oleh OPM.
Apa pun alasannya, pembunuhan terhadap pekerja proyek dan penyerangan
terhadap pos TNI jelas sudah dapat dikategorikan sebagai penyerangan
berskala besar.
Dengan melihat skala dan intensitas penyerangan itu, sudah sepatutnya
militer bersama kepolisian bahu-membahu mengejar kelompok separatis di
Papua.
Akan tetapi, pada sisi lain, kita juga memahami bahwa ada sensitivitas
tertentu dalam penanganan insiden Nduga. Selama ini, pemerintah memang
dinilai mengambil sikap berhati-hati dalam menangani berbagai kasus di
Papua. Hal itu terutama karena pelaku penembakan di Papua kerap
menggunakan isu hak asasi manusia (HAM) untuk menghindar dari jeratan hukum.
Tidak jarang, pelaku juga membawa isu HAM tersebut ke dunia
internasional sebagai strategi untuk melindungi diri dari kejaran aparat
penegak hukum.
Namun, dalam tragedi Nduga, kita melihat para pelaku justru telah
melakukan pelanggaran HAM yang sangat serius sehingga alasan-alasan
mereka untuk menggunakan isu HAM pun batal dengan sendirinya.
Terus terang dikatakan bahwa Papua ialah contoh sebuah tragedi yang
sempurna. Di sana ada potensi alam luar biasa, tetapi di sana juga ada
ketertinggalan yang luar biasa.
Pada masa Orde Baru, rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan yang
berkecamuk di hati orang-orang Papua dijawab dengan pendekatan militer.
Separatisme yang bisa muncul setiap saat di Papua merupakan bukti paling
nyata bahwa kehausan akan keadilan dan kemakmuran tidak bisa dibungkam
dengan pendekatan militer.
Dalam perspektif itulah, pendekatan kesejahteraan yang dilakukan
pemerintah saat ini patut didukung sepenuhnya. Pembangunan yang gencar
dilakukan di Papua bertujuan memakmurkan rakyat setempat. Manajemen
pembangunan di Papua sepenuhnya berorientasi pada kemakmuran.
Tugas pemerintah daerah dan tokoh masyarakat di Papua ialah menjelaskan
kepada rakyat, termasuk mereka yang masih berlalu-lalang di pegunungan,
bahwa pemerintah serius membangun Papua.
Pada saat militer dan kepolisian mengejar seluruh pelaku penembakan di
Nduga dan menumpas hingga ke akarnya, pembangunan jangan dihentikan.
Pembangunan itu sebagai solusi memberantas separatisme.
<http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1552-membasmi-separatisme>
<http://twitter.com/home/?status=http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1552-membasmi-separatisme>