-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1871-pembiaran-premanisme



Kamis 02 Juli 2020, 05:00 WIB 

Pembiaran Premanisme 

Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group | Editorial 

  Pembiaran Premanisme MI/Ebet Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group. 
KARANGAN bunga membanjiri Polres Metro Jakarta Barat pada 22 November 2018. 
Karangan bunga itu disertai pesan dukungan kepada kepolisian. Di antaranya 
datang dari warga Cengkareng berisi pesan hidup tenteram tanpa kriminalitas dan 
pesan hidup indah tanpa premanisme dari pedagang Petak Sembilan, Glodok. Warga 
mengirim karangan bunga setelah sehari sebelumnya, 21 November 2018, Polres 
Jakarta Barat menangkap Hercules Rosario Marshal. “Hercules sudah berulang kali 
melakukan kejahatan premanisme. Kami ingin berikan efek jera,” kata Kapolres 
Jakarta Barat saat itu, Hengki Haryadi. Pesan yang tersurat dalam karangan 
bunga itu sangat dalam. Warga, dari lubuh hati terdalam, merindukan hidup 
tenteram tanpa kehadiran premanisme. Tugas kepolisian salah satunya ialah 
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Keamanan dan ketertiban itu 
seperti timbul tenggelam. Premanisme kembali disorot setelah terjadi kekerasan 
antara duo kerabat Kei, John dan Nus. Kekerasan antarsaudara yang melibatkan 
pendukung masing-masing di ruang publik itu kembali menodai rasa aman warga. 
Polda Metro Jaya menangkap John Kei pada 22 Juni. Memang, kali ini kantor 
polisi tidak dibanjiri karangan bunga. Meski demikian, janji Kapolri Jenderal 
Polisi Idham Azis patut dipegang. Ia memastikan Polri tidak akan memberikan 
ruang kepada kelompok preman yang membuat resah dan takut masyarakat. 
“Kuncinya, negara tidak boleh kalah dengan preman,” kata Idham. Harus tegas 
dikatakan bahwa otoritas keamanan selalu bersemangat menabuh genderang perang 
terhadap preman ketika ada kejadian besar seperti dalam kasus Hercules atau 
John Kei. Celakanya,ketegasan itu kerap bersifat sesaat. Tabiat pembiaran 
selalu saja terulang sehingga premanisme mendapatkan ruang yang nyaman untuk, 
kembali, dan kembali, mengangkangi hukum. Apalagi, Hercules dan John Kei 
berulang-ulang menjadi manusia rantai alias keluar masuk penjara. Setiap 
pemimpin kepolisian dalam berbagai tingkatan selalu berjanji untuk memberantas 
preman. Timur Pradopo, misalnya, dalam 10 program prioritasnya saat mengikuti 
uji kepatutan dan kelayakan di DPR pada 2010, menjadikan pemberantasan 
premanisme sebagai program 100 hari pertama. Begitu juga Tito Karnavian saat 
menjabat Kapolda Metro Jaya pada 2015, berjanji untuk sikat preman. Tindakan 
tegas itu, menurut dia, bukan langsung menembak mati preman atau pelaku 
kriminalitas. “Tapi terukur, ada bukti, ajukan ke pengadilan untuk efek jera,” 
ujar Tito saat itu. Penangkapan preman secara besar-besaran pernah dilakukan 
Polres Jakarta Barat pada 2018. Sepanjang tahun itu, Polres Jakarta Barat 
menangkap 1.105 preman sehingga menyabet piagam penghargaan Museum Rekor Dunia 
Indonesia atau Muri. Premanisme di kota besar bukan barang baru. Fenomena ini 
muncul karena adanya kebutuhan penyedia jasa keamanan secara fi sik dan pada 
sisi lain ada uang jasa keamanan dari penyewaan kelompok preman tersebut. 
Fenomena ini berlangsung di ruang terbuka. Untuk memberantas premanisme perlu 
ketegasan yang berkelanjutan. Tabiat premanisme memicu keresahan warga karena 
menghalalkan segala cara, dengan kerap menggunakan pendekatan kekerasan. Itu 
pula yang membedakan masyarakat terdidik dan primitif. Yang disebut pertama 
akan menyelesaikan segala persoalan dengan pertimbangan akal sehat, 
rasionalitas, dan hati dingin. Mereka pasti akan mengedepankan dialog dan 
argumentasi. Adapun yang disebut kedua menghadapi persoalan apa saja dengan 
kekerasan, berkelahi, dan adu jotos. Kekuatan otot mengalahkan otak. Kiranya 
tidak bijak menyerahkan persoalan premanisme itu hanya kepada kepolisian sebab 
para ahli telah mendefi nisikan kemiskinan sebagai akar dari premanisme, 
kejahatan. Bahkan, Kaisar Romawi Marcus Aurelius (121-180 M) menyatakan bahwa 
kemiskinan itu ibu dari segala kejahatan. Hubungan kemiskinan dan kejahatan 
diurai secara apik dalam buku Sukses Membangun Kewirausahaan Sosial: Konsep, 
Teori, & Praktik karya Benedicta Evienia Prabawanti dan Susy YR Sanie Herman. 
Mengutip penelitian berbasis data eksplorasi dari Badan Pusat Statistik dan 
Polri, ditemukan sebuah hubungan yang kuat antara angka rasio kemiskinan dan 
tingkat kemiskinan. Setiap kenaikan yang terjadi pada rasio angka kemiskinan, 
tingkat kriminalitas di dalam masyarakat mengalami kenaikan. Sebaliknya, bila 
setiap rasio angka kemiskinan menurun, tingkat kriminalitas dalam masyarakat 
juga menurun. Pandemi covid-19 telah mengubah wajah negeri ini. Selain 
pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan anjlok, jumlah penganggur diperkirakan 
melonjak dan angka kemiskinan juga diperkirakan meningkat. Bukan tidak mungkin, 
tingkat kejahatan juga meningkat, premanisme tumbuh pesat. Baik kiranya 
kepolisian mulai memetakan pusat-pusat premanisme di Ibu Kota dan mengambil 
langkah-langkah antisipasi. Jangan sampai terlambat mengantisipasi apalagi 
melakukan pembiaran

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1871-pembiaran-premanisme







Kirim email ke