https://nasional.tempo.co/read/1161962/tersangka-hoaks-surat-suara-dijerat-pasal-era-soekarno/full&view=ok


 Tersangka Hoaks Surat Suara Dijerat Pasal Era Soekarno

Reporter:


       M Rosseno Aji

Editor:


       Tulus Wijanarko

Sabtu, 5 Januari 2019 21:15 WIB
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo saat menggelar konferensi pers insiden penembakan Sulawesi Tengah, di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 31 Desember 2018 (Andita Rahma) <https://statik.tempo.co/data/2018/12/31/id_807970/807970_720.jpg>

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo saat menggelar konferensi pers insiden penembakan Sulawesi Tengah, di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 31 Desember 2018 (Andita Rahma)

*TEMPO.CO*, *Jakarta* -Polisi menjerat HY dan LS, dua tersangka kasus penyebaran hoaks surat suara <https://www.tempo.co/tag/hoaks-surat-suara> yang telah tercoblos, dengan Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Polisi juga menggunakan pasal tersebut sebagai salah satu pasal untuk menjerat Ratna Sarumpaet dalam kasus hoaks penganiayaan dirinya.

“Dua tersangka disangkakan melanggar UU Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 15,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Divisi Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, Sabtu, 5 Januari 2019.

Pasal 15 UU Peraturan Hukum Pidana berbunyi: “Barang Siapa menyebarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.”

UU Nomor 1 tahun 1946 merupakan penegasan diberlakukannya hukum pidana yang dirancang sejak era kolonial Belanda. Presiden Soekarno meneken peraturan itu pada 26 Februari 1946. UU inilah yang dijadikan dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht atau dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Akhiar Salmi mengatakan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 merupakan pasal yang ditambahkan dalam KUHP peninggalan Belanda. Pasal itu dimasukan dalam konteks perang kemerdekaan, yakni untuk melawan propaganda musuh. “Pasal menyiarkan kabar bohong dimasukan supaya tidak terjadi keributan, kan ada juga rakyat yang pro penjajahan menyebarkan berita bohong,” katanya.

Dalam kasus Ratna Sarumpaet, selain Pasal 15, polisi juga menjerat aktivis perempuan itu dengan Pasal 14 UU yang sama dan Pasal 28 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sementara, HY dan LS sejauh ini diketahui dijerat hanya dengan Pasal 15.

Dedi mengatakan walaupun telah ditetapkan menjadi tersangka, polisi tidak menahan HY dan LS. Keduanya tak ditahan karena ancaman hukuman di bawah lima tahun. Selain itu, mereka tak ditahan karena diduga hanya berperan menyebarkan kabar bohong, bukan pembuat. “Dua tersangka hanya sebagai penyebar konten hoaKS, bersifat korporatif,” katanya.

*AJI NUGROHO*






Kirim email ke