-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1836-tragedi-bocah-putri



Senin 25 Mei 2020, 05:50 WIB

Tragedi Bocah Putri

Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group | Editorial
 
Tragedi Bocah Putri

MI/Ebet
Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group.

TRAGEDI kematian Katrin Roslina alias Putri di Bima, Nusa Tenggara Barat, 
sangat mengenaskan. Bocah itu diperkosa sampai pingsan. Pada saat pingsan 
itulah Putri digantung di tali jemuran sampai ia menemui ajalnya.

Kematian bocah 10 tahun asal Manggarai, Nusa Tenggara Timur, itu luput dari 
perhatian publik. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang biAsanya getol 
membela anak-anak korban pemerkosaan dan pembunuhan belum angkat suara. Menteri 
yang mengurusi perlindungan anak juga belum memberi perhatian.

Putri menemui ajal di jalan sunyi pandemi covid-19. Acung dua jempol untuk 
kepolisian setempat yang gegas bekerja secara maksimal. Terduga pelaku pembunuh 
murid kelas 3 SDN 55, Kota Bima, sudah ditangkap.

Peristiwa pembunuhan itu terjadi pada Kamis (14/5). Saat itu kedua orangtua 
korban sedang bekerja jadi buruh di pasar. Jasad Putri pertama kali ditemukan 
sekelompok anak yang sedang bermain di sekitar lokasi kejadian di Kelurahan 
Tanjung, Kecamatan Rasanae Barat, Kota Bima.

Berdasarkan hasil autopsi, Putri diperkosa hingga pingsan lalu digantung di 
jemuran hingga tewas. Seperti dilaporkan sejumlah media, hasil autopsi itu 
menguatkan analisis Polres Bima Kota yang sebelumnya menduga korban meninggal 
karena dibunuh.

Polisi telah menangkap seorang terduga pelaku berinisial AT, 37. Terduga ialah 
tetangga yang tinggal di tempat indekos yang sama, berasal satu daerah dengan 
orangtua Putri, dan masih punya hubungan keluarga.

Hampir seluruh kasus kekerasan terhadap anak perempuan dilakukan orang terdekat 
atau orang yang mereka kenal sehari-hari. Penelitian Karnaji dari Universitas 
Airlangga (2017) menyebutkan para pelaku kekerasan seksual tidak selalu orang 
yang dalam konstruksi masyarakat digambarkan sebagai sosok yang kejam, mengidap 
kelainan jiwa, atau orang yang tidak dikenal korban.

Penelitian itu menemukan pemerkosa tidak jarang ialah orang yang sehari-hari 
dikenal dan bahkan orang dekat korban. Dari 185 kasus perkosaan yang diteliti 
Kalyanamitra, ditemukan bahwa perkosaan lebih banyak terjadi di antara orang 
yang sudah saling kenal (74%), seperti teman, pacar, anggota keluarga, suami, 
ayah, dan relasi, daripada pelaku yang tidak dikenal korban (15%).

Mengapa anak-anak (perempuan) merupakan korban potensial bagi terjadinya 
kejahatan seksual? Karnaji mengutip hasil penelitian tim peneliti dari 
Universitas Airlangga (1992). Disebutkan, tindak kekerasan seksual umumnya 
terjadi karena adanya ancaman dan paksaan (66,3%), tetapi sebagian pemerkosa 
biasanya mencoba menaklukkan korban dengan cara bujuk rayu (22,5%) atau dengan 
menggunakan obat bius (5,1%).

Dengan bujuk rayu berupa janji akan diberi uang Rp1.000-Rp5.000 atau permen 
saja, itu semua sudah cukup manjur untuk memikat hati si anak, dan kemudian 
memperdaya mereka hingga dilakukan percabulan atau serangan seksual.

Kejahatan terhadap anak sesungguhnya sudah masuk kategori kejahatan luar biasa 
yang penanganannya harus luar biasa pula. Karena itulah, Presiden Joko Widodo 
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Ruang lingkup perppu yang dikeluarkan Mei 2016 itu mengatur pemberatan pidana 
tambahan dan tindakan lain bagi pelaku kekerasan terhadap anak dan pencabulan 
dengan syarat-syarat tertentu. Pemberatan pidana itu berupa penambahan 1/3 
ancaman pidana, pidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 
10 tahun dan maksimal 20 tahun.

Pidana tambahan ialah pengumuman identitas pelaku, tindakan berupa kebiri 
kimia, dan pemasangan alat deteksi elektronik.

Menurut Presiden, penambahan pasal tersebut akan memberi ruang kepada hakim 
untuk memberi hukuman seberat-beratnya agar menimbulkan efek jera kepada pelaku.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto menoreh sejarah pertama menerapkan 
hukuman kebiri kimia pada 18 Juli 2019. Hakim memvonis Muhammad Aris yang telah 
melakukan kekerasan seksual terhadap sembilan orang anak di bawah umur sejak 
2015.

Hukuman kebiri kimia yang ditambahkan majelis hakim selain putusan pidana 12 
tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider kurungan 6 bulan pada terpidana 
Aris sudah inkrah. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi Jawa Timur.

Pelaksanaan hukuman kebiri ternyata tidak mudah. Sejauh ini belum ada dokter 
yang bersedia mengeksekusi, apalagi petunjuk teknisnya belum ada.

Tekanan publik hendaknya diberikan dalam tragedi Putri agar pelakunya dihukum 
seberat-beratnya, bila perlu ditambah dengan hukuman kebiri.

Keberhasilan penangan kasus pembunuhan yang didahului pemerkosaan terhadap 
bocah Angeline di Bali pada 2015 tidak lepas dari tekanan publik. Bocah 8 tahun 
itu menghilang pada 16 Mei 2015. Mulai KPAI sampai dua menteri turun ke Bali. 
Polisi menemukan jasad murid kelas 3 SD di pekarangan rumah setelah 24 hari 
kemudian. Angeline ditemukan dikubur pada kedalaman setengah meter, dengan 
pakaian lengkap dan tangan memeluk boneka. Tubuhnya dililit seprei dan tali.

Pelaku kekerasan terhadap Angeline ialah orang-orang terdekat. Ibu angkat 
korban, Margriet Megawe, dinyatakan terbukti membunuh Angeline. Magriet 
dijatuhi vonis hukuman penjara seumur hidup. Pelaku lainnya, Agus Tay Hamda 
May, pembantu rumah, divonis 10 tahun penjara. Pemeriksaan polisi menyebut Agus 
memerkosa korban.

Kasus Putri dan Angeline sebenarnya menunjukkan betapa lemahnya kepekaan dan 
sistem sosial perlindungan terhadap anak. Jika saja kepekaan sosial di 
sekitarnya lebih kuat dan proaktif, bukan tidak mungkin Putri dan Angeline bisa 
keluar dari situasi yang memang tidak memberikan perlindungan kepada keduanya.

Hanya kasih sayang yang pantas diberikan kepada anak-anak. Puisi Kahlil Gibran 
berjudul  Anakmu bukanlah Milikmu bisa mengispirasi.'Patut kau berikan rumah 
bagi raganya, tapi tidak bagi jiwanya, sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah 
masa depan, yang tiada dapat kau kunjungi, sekalipun dalam mimpimu'.

Putri menghalami nasib buruk, ia tidak lagi menjadi penghuni rumah masa depan. 
Jangan sampai Putri-Putri yang lain mengalami nasib serupa.
 







Kirim email ke