Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : Geologic Transect ...)
Penjelasan pak Awang menarik sekali karena saya sedang mempelajari apa iya bahwa endapan Tersier di Jawa bukan merupakan suatu akuifer. Jadi bedanya Pak Awang cari minyak saya coba untuk cari air di pegunungan Tersier untuk mendukung pengembangan air tanah di desa tertinggal. (salam Untung) Pak Budi, Setelah banyak mempelajari struktur dan tektonik di berbagai wilayah di Indonesia, saya melihat bahwa kompresi lateral dengan penggerak utama tektonik lempeng tidak selalu menjadi satu-satunya penyebab kinematika elemen struktur dan tektonik. Banyak hal yang menuntut penjelasan lebih dari sekadar kompresi. Bahkan dengan konsep exhumation, yaitu terangkatnya kembali kerak benua yang pernah tenggelam di bawah kerak berasosiasi oseanik, saya tak akan melihat lagi bahwa seluruh pengangkatan yang terkenal itu (Himalaya, Kuching High, Meratus, Central Ranges of Papua, dsb.) semuanya karena tektonik lempeng semata. Memang, tektonik lempeng penggerak utamanya sehingga banyak mikro-kontinen bertubrukan, tetapi exhumation tak memerlukan tektonik lempeng yang lateral, ia hanya memerlukan kompensasi gravity, sebab naiknya kembali kerak kontinen yang pernah tenggelam itu terjadi karena perbedaan density kerak dan gravity. Saat ini exhumation sedang terjadi di banyak tempat ex collision di Indonesia (Timor, Banggai, Meratus, dsb.). Kemudian, apa yang sudah naik pun, wajar dan sering sekali diikuti oleh gerak runtuhan (collapse) di sebelahnya - ini hanya penyeimbangan isostasi, dan yang namanya isostasi selalu gravity-movement. Maka semua foredeep yang terbentuk di sebelah suatu zone collision harus dicurigai sebagai collapse gravity. Weber Deep, depresi laut paling dalam di Indonesia (7000 m) -lebih dari palung Sumatra dan Jawa, terjadi karena collapse gravity di depan jalur collision Tanimbar-Kei-Seram. Gliding tectonics semula dipicu oleh differential gravity movement. Definisi yang Pak Budi kutipkan dari American Journal of Science (1954) itu memuaskan. Begitulah gliding tectonics atau tektonik longsoran/lengseran itu, ia membutuhkan topografi yang tinggi (uplifted) dan topografi yang rendah (subsided). Di kedua topografi yang beda tinggi ini akan bermain gravity movement dan kalau di antara keduanya dihubungkan oleh suatu lereng, maka berjalanlah gravity movement melalui gliding tectonics. Gliding tectonics pun fenomena tektonik juga, hanya penyebab lipatan dan sesar di sini bukan gaya kompresi, melainkan gaya berat (gravity) ditambah progradasi sedimen. Gliding tectonics bisa bekerja dalam skala lokal maupun regional. Memang lebih banyak yang bekerja dalam skala regional sebab dalam skala regional perbedaan topografi tinggi rendah dan differential gravity movement-nya lebih nyata. Di wilayah alluvial fan, lebih banyak bekerja sistem runtuhan dalam bentuk molassic deposits yang disuplai dari tinggian sekitarnya ke rendahan yang ditempati kipas aluvial. Saya tak yakin gliding tectonics bekerja dengan baik di sini. Di wilayah delta mungkin saja, tetapi itu pun harus delta yang berprogradasi dalam jarak jauh dan ada tinggian regional di wilayah hinterland-nya. Syarat ini dipenuhi secara ideal oleh wilayah progradasi delta di Cekungan Kutei dengan tinggian hinterland-nya berupa Kuching High di sebelah utara Kalimantan Tengah. Bahwa gliding tectonics membentuk Samarinda Anticlinorium yang terkenal itu di wilayah ini pernah dibahas oleh van Bemmelen (1949), Rose dan Hartono (1976 -IPA), dan Ott (1987 -IPA). Dalam pandangan saya, itu penjelasan yang lebih memuaskan bagi asal Samarinda Anticlinorium dibandingkan penjelasan2 sesudahnya (oleh John Chambers Tim Daley, Ken McClay, dll.). Di wilayah slope-lah (lebih dalam dari prodelta terutama di wilayah slope), gliding tectonics terutama bermain. Semua toe-thrusting di sini yang dipicu oleh decollement dalam kinematika thin-skinned tectonics berasamaan dengan progradasi sedimen, pada dasarnya adalah manifestasi gliding tectonics, yang tak memerlukan kompresi. Reservoir dan source dalam gliding tectonics akan berasal dari reworked, transported, dan re-deposited sediments turbidit yang berasal dari provenance di uplifted area di dekatnya yang tersingkap pada saat lowstand sea level. Contoh idealnya adalah di Makassar Strait dan Tarakan deep water. Semua lapangan produktif di laut dalam Makassar (West Seno misalnya) atau Aster di Tarakan deepwater adalah sedimen turbidit (baik reservoir maupun source-nya) yang berasal dari exposed seri delta-delta ancient Mahakam. Kemudian reservoir dan source ini terlibat dalam gliding tectonics yang membentuk toe-trusting. Di Jawa Tengah Utara (Serayu Utara), konsepnya akan sama, kita harus mencari reworked, transported dan redeposited sediments yang berasal dari uplifted Serayu Selatan atau northern platform Jawa Tengah, yang saat itu menjadi sumber sedimen untuk depresi Serayu Utara. Apakah ada batupasir turbidit saat itu, di mana diendapkan ? Inilah
Bls: [iagi-net-l] Teknologi Akuisisi Seismik (was: Gliding Tectonics dan Prospek HC)
Mengutip alenia terakhir dari tulisan pak Awang di bawah ini tentang teknologi akuisisi seismik, saya tertarik untuk membaca ulang arsip-arsip beberapa tahun terakhir tentang kisah sukses Chevron di Gulf of Mexico dan di Angola yang berhasil mendisain akuisisi seismik untuk Sub-Salt. Berangkat dari ide yang sama, teknologi ini diteliti lagi dan dicoba untuk Sub-Basalt (volcanic) di Laut Utara. Ternyata berhasil dengan ditemukannya 'Rosebank' dan sudah banyak publikasi tentang ini. http://www.chevron.com/news/press/Release/?id=2007-07-17 (Press Release ini adalah domain publik). Juga di website http://www.faroebusinessreport.com/content/view/271/39/ Pertanyaannya selanjutnya, seandainya kita bisa melakukan 'seismic imaging' di Jawa Tengah Utara, apakah HC yang masih ada tidak ter-'thermal-cracked'? Mengingat kedalaman dan gradien geothermal di kawasan tersebut. Jika target-nya gas, mungkin masih susah bagi teknologi ini untuk diapplikasikan secara ekonomis (cost effective). Wassalam, -bg www.linkedin.com/in/bambanggumilar - Pesan Asli Dari: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Kepada: iagi-net@iagi.or.id Cc: Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com; Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com; Forum HAGI fo...@hagi.or.id Terkirim: Sel, 5 Januari, 2010 21:29:32 Judul: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : Geologic Transect ...) Pak Budi, Setelah banyak mempelajari struktur dan tektonik di berbagai wilayah di Indonesia, saya melihat bahwa kompresi lateral dengan penggerak utama tektonik lempeng tidak selalu menjadi satu-satunya penyebab kinematika elemen struktur dan tektonik. Banyak hal yang menuntut penjelasan lebih dari sekadar kompresi. Bahkan dengan konsep exhumation, yaitu terangkatnya kembali kerak benua yang pernah tenggelam di bawah kerak berasosiasi oseanik, saya tak akan melihat lagi bahwa seluruh pengangkatan yang terkenal itu (Himalaya, Kuching High, Meratus, Central Ranges of Papua, dsb.) semuanya karena tektonik lempeng semata. Memang, tektonik lempeng penggerak utamanya sehingga banyak mikro-kontinen bertubrukan, tetapi exhumation tak memerlukan tektonik lempeng yang lateral, ia hanya memerlukan kompensasi gravity, sebab naiknya kembali kerak kontinen yang pernah tenggelam itu terjadi karena perbedaan density kerak dan gravity. Saat ini exhumation sedang terjadi di banyak tempat ex collision di Indonesia (Timor, Banggai, Meratus, dsb.). Kemudian, apa yang sudah naik pun, wajar dan sering sekali diikuti oleh gerak runtuhan (collapse) di sebelahnya - ini hanya penyeimbangan isostasi, dan yang namanya isostasi selalu gravity-movement. Maka semua foredeep yang terbentuk di sebelah suatu zone collision harus dicurigai sebagai collapse gravity. Weber Deep, depresi laut paling dalam di Indonesia (7000 m) -lebih dari palung Sumatra dan Jawa, terjadi karena collapse gravity di depan jalur collision Tanimbar-Kei-Seram. Gliding tectonics semula dipicu oleh differential gravity movement. Definisi yang Pak Budi kutipkan dari American Journal of Science (1954) itu memuaskan. Begitulah gliding tectonics atau tektonik longsoran/lengseran itu, ia membutuhkan topografi yang tinggi (uplifted) dan topografi yang rendah (subsided). Di kedua topografi yang beda tinggi ini akan bermain gravity movement dan kalau di antara keduanya dihubungkan oleh suatu lereng, maka berjalanlah gravity movement melalui gliding tectonics. Gliding tectonics pun fenomena tektonik juga, hanya penyebab lipatan dan sesar di sini bukan gaya kompresi, melainkan gaya berat (gravity) ditambah progradasi sedimen. Gliding tectonics bisa bekerja dalam skala lokal maupun regional. Memang lebih banyak yang bekerja dalam skala regional sebab dalam skala regional perbedaan topografi tinggi rendah dan differential gravity movement-nya lebih nyata. Di wilayah alluvial fan, lebih banyak bekerja sistem runtuhan dalam bentuk molassic deposits yang disuplai dari tinggian sekitarnya ke rendahan yang ditempati kipas aluvial. Saya tak yakin gliding tectonics bekerja dengan baik di sini. Di wilayah delta mungkin saja, tetapi itu pun harus delta yang berprogradasi dalam jarak jauh dan ada tinggian regional di wilayah hinterland-nya. Syarat ini dipenuhi secara ideal oleh wilayah progradasi delta di Cekungan Kutei dengan tinggian hinterland-nya berupa Kuching High di sebelah utara Kalimantan Tengah. Bahwa gliding tectonics membentuk Samarinda Anticlinorium yang terkenal itu di wilayah ini pernah dibahas oleh van Bemmelen (1949), Rose dan Hartono (1976 -IPA), dan Ott (1987 -IPA). Dalam pandangan saya, itu penjelasan yang lebih memuaskan bagi asal Samarinda Anticlinorium dibandingkan penjelasan2 sesudahnya (oleh John Chambers Tim Daley, Ken McClay, dll.). Di wilayah slope-lah (lebih dalam dari prodelta terutama di wilayah slope), gliding tectonics terutama bermain. Semua toe-thrusting di sini yang dipicu oleh decollement dalam kinematika thin-skinned
[iagi-net-l] The Only Living Earth : Destiny or By Chance ?
Bumi yang penuh kehidupan tingkat kompleks itu sebuah takdir yang telah diatur atau sekadar kebetulan saja ? Kemajuan penelitian-penelitian astronomi, kosmologi (mempelajari asal muasal Alam Semesta), eksobiologi/astrobiologi (mempelajari kehidupan ekstraterestrial atau kehidupan di luar Bumi) dan planetary geology (mempelajari geologi planet-planet) serta semua publikasinya, menunjukkan bahwa Bumi kita yang penuh kehidupan kompleks (kompleks di sini adalah multisel dan memunculkan manusia seperti kita yang cerdas dan berteknologi) itu adalah sesuatu yang unik, bukan yang umum, di Alam Semesta. Bagaimana kehidupan kompleks itu bisa muncul di Bumi, dan kelihatannya sulit di tempat lain, akan menunjukkan bahwa ia memang dirancang untuk bisa dihuni –artinya suatu takdir yang telah diatur (destiny), bukan oleh suatu kebetulan belaka (by chance). Siapa yang mengaturnya ? Orang beriman tentu tahu jawabannya. Dan, kemajuan ilmu pengetahuan menunjukkan ke arah itu, secara ringkas dalam suatu teori bernama “Rare Earth Theory” yang dipelopori oleh Peter Ward (geologist dan paleontologist) dan Donald Brownlee (astronomer dan astrobiologist) melalui buku mereka berjudul “Rare Earth : Why Complex Life Is Uncommon in the Universe” (Springer Verlag, 2000). Dan hampir sepuluh tahun setelah buku itu terbit, penelitian-penelitian astronomi, kosmologi, eksobiologi/astrobiologi dan planetary geology makin menguatkan teori Rare Earth. Sebuah DVD film dokumenter terbitan BBC (2008) dengan durasi tayang selama empat jam (tepatnya 248 menit) berjudul “Earth : The Power of the Planet” dengan narator Dr. Iain Stewart (geologist) baru selesai saya tonton. Dari lima episode-nya, satu di antaranya dialokasikan untuk menerangkan tentang apa itu teori Rare Earth. Dari film tersebut, diperdalam dengan publikasi-publikasi terbaru yang berhubungan dengan Rare Earth, saya ringkaskan di bawah ini untuk rekan-rekan semua. Rare Earth adalah suatu antitesis (kontra) terhadap teori lain yang lebih dulu populer yang dipelopori oleh Carl Sagan bernama “mediocrity” atau “Copernican principle”. Carl Sagan (alm.) adalah seorang astronomer dan exobiologist terkenal yang banyak menulis buku yang laku di pasaran (misalnya Cosmos –telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Yayasan Obor Indonesia 1997 dengan kata pengantar oleh Prof. Bambang Hidayat-astronomer paling senior di Indonesia, The Pale Blue Dot yang dihiasi gambar-gambar dan foto-foto aduhai, Carl Sagan’s Universe yang sedikit teknis, dll.). Buku-bukunya sering ditulis dengan kata-kata puitis, sehingga nikmat dan ‘syahdu’ membacanya. Carl Sagan pun seorang selebritas dan ilmuwan yang sering muncul di televisi dan dia dekat dengan para penguasa Amerika Serikat. Maka, jutaan dollar US dialirkan Pemerintah AS untuk mendanai penelitian-penelitian yang mengobsesi Carl Sagan : kehidupan ekstraterestrial. Carl Sagan meyakini bahwa di Alam Semesta banyak kehidupan. Ide-idenya menjadi inspirasi film-film bertajuk ET (extra-terrestrial) –yang mendominasi film-film fiksi ilmiah pada era 80-an. Secara ringkas, program peneltian Carl Sagan dan timnya bernama SETI –search for extra-terrestrial intelligence. Banyak radio-teleskop dengan diameter lebar didirikan di gurun Arizona untuk menangkap sinyal-sinyal yang mungkin mambawa tanda-tanda kehidupan dari luar Bumi. Film “Contact” yang berkaitan dengan ini dan dibintangi oleh Jodie Foster adalah berdasarkan ide Carl Sagan tentang kontak dengan ET. Namun demikian, meskipun telah lebih dari 20 tahun teleskop-teleskop radio dengan piringan parabola lebar itu diarahkan ke segenap penjuru langit, tak ada satu “beep” pun terbaca atau “terdengar” di layar monitor yang dipasang 24 jam selama puluhan tahun itu. Harapannya, “beep” itu adalah salam pembuka dari makhluk cerdas di luar Bumi (ETI) yang menyapa para manusia yang sangat berharap disapa. “Kalau ETI itu suatu hal yang umum di Alam Semesta, mengapa tak pernah ada kontak ?” Pertanyaan ini terkenal sebagai Fermi paradox. “If the universe is teeming with aliens, where is everybody” (Webb, 2002). Sampai Carl Sagan sendiri meninggal pada tahun 1996, belum ditemukan tanda-tanda adanya kontak dengan ETI. Program SETI pun mulai dilecehkan kebanyakan orang, bahkan sebuah iklan minuman memanfaatkan radio telescope itu. Dua anak muda naik ke piringan parabola teleskop sambil minum minuman bersoda. Lalu mereka berserdawa “bluuurrrppp” yang segera tertangkap di layar monitor para astronom dan menimbulkan kehebohan luar biasa di antara para peneliti sebab dikiranya ada kontak dengan ETI, padahal itu suara gas dari perut si anak muda di atas radio teleskop (huh...). Dana penelitian SETI pun otomatis berkurang dan kurang populer lagi, apalagi pembela utamanya telah tiada. Apakah memang tak ada kehidupan lain yang kompleks (seperti di Bumi) di luar Bumi, di Alam Semesta yang begitu luas itu ? Apakah Alam Semesta itu hanya diciptakan untuk
Bls: [iagi-net-l] Teknologi Akuisisi Seismik (was: Gliding Tectonics dan Prospek HC)
Pak Bambang, Terima kasih atas infonya, nanti saya cek website-nya. Teman-teman geophysicists barangkali bisa berkomentar untuk masalah akuisisi seismik di onshore Jawa ini sebab saya melihat masih banyak sekali potensi migas terkubur di bawah volcanic cover Miosen-Kuarter ini, terutama di perbatasan antara Jawa Barat-Jawa Tengah dan Serayu Utara. Rembesan minyaknya, pada kedua area ini,paling kaya di Jawa. Untuk Serayu Utara, kelihatannya lebih banyak rembesan minyak dibandingkan gas.Contoh minyak Cipluk yang saya peroleh kelihatannya light oil atau minyak dalam maximal maturity. Jadi masalah overmaturity mungkin tak perlu terlalu dikhawatirkan. Main-peak maturity untuk minyak kelihatannya masih terjadi di Serayu Utara. salam, Awang --- Pada Rab, 6/1/10, Bambang Gumilar bgumilar_mail...@yahoo.co.id menulis: Dari: Bambang Gumilar bgumilar_mail...@yahoo.co.id Judul: Bls: [iagi-net-l] Teknologi Akuisisi Seismik (was: Gliding Tectonics dan Prospek HC) Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Rabu, 6 Januari, 2010, 11:13 PM Mengutip alenia terakhir dari tulisan pak Awang di bawah ini tentang teknologi akuisisi seismik, saya tertarik untuk membaca ulang arsip-arsip beberapa tahun terakhir tentang kisah sukses Chevron di Gulf of Mexico dan di Angola yang berhasil mendisain akuisisi seismik untuk Sub-Salt. Berangkat dari ide yang sama, teknologi ini diteliti lagi dan dicoba untuk Sub-Basalt (volcanic) di Laut Utara. Ternyata berhasil dengan ditemukannya 'Rosebank' dan sudah banyak publikasi tentang ini. http://www.chevron.com/news/press/Release/?id=2007-07-17 (Press Release ini adalah domain publik). Juga di website http://www.faroebusinessreport.com/content/view/271/39/ Pertanyaannya selanjutnya, seandainya kita bisa melakukan 'seismic imaging' di Jawa Tengah Utara, apakah HC yang masih ada tidak ter-'thermal-cracked'? Mengingat kedalaman dan gradien geothermal di kawasan tersebut. Jika target-nya gas, mungkin masih susah bagi teknologi ini untuk diapplikasikan secara ekonomis (cost effective). Wassalam, -bg www.linkedin.com/in/bambanggumilar - Pesan Asli Dari: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Kepada: iagi-net@iagi.or.id Cc: Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com; Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com; Forum HAGI fo...@hagi.or.id Terkirim: Sel, 5 Januari, 2010 21:29:32 Judul: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : Geologic Transect ...) Pak Budi, Setelah banyak mempelajari struktur dan tektonik di berbagai wilayah di Indonesia, saya melihat bahwa kompresi lateral dengan penggerak utama tektonik lempeng tidak selalu menjadi satu-satunya penyebab kinematika elemen struktur dan tektonik. Banyak hal yang menuntut penjelasan lebih dari sekadar kompresi. Bahkan dengan konsep exhumation, yaitu terangkatnya kembali kerak benua yang pernah tenggelam di bawah kerak berasosiasi oseanik, saya tak akan melihat lagi bahwa seluruh pengangkatan yang terkenal itu (Himalaya, Kuching High, Meratus, Central Ranges of Papua, dsb.) semuanya karena tektonik lempeng semata. Memang, tektonik lempeng penggerak utamanya sehingga banyak mikro-kontinen bertubrukan, tetapi exhumation tak memerlukan tektonik lempeng yang lateral, ia hanya memerlukan kompensasi gravity, sebab naiknya kembali kerak kontinen yang pernah tenggelam itu terjadi karena perbedaan density kerak dan gravity. Saat ini exhumation sedang terjadi di banyak tempat ex collision di Indonesia (Timor, Banggai, Meratus, dsb.). Kemudian, apa yang sudah naik pun, wajar dan sering sekali diikuti oleh gerak runtuhan (collapse) di sebelahnya - ini hanya penyeimbangan isostasi, dan yang namanya isostasi selalu gravity-movement. Maka semua foredeep yang terbentuk di sebelah suatu zone collision harus dicurigai sebagai collapse gravity. Weber Deep, depresi laut paling dalam di Indonesia (7000 m) -lebih dari palung Sumatra dan Jawa, terjadi karena collapse gravity di depan jalur collision Tanimbar-Kei-Seram. Gliding tectonics semula dipicu oleh differential gravity movement. Definisi yang Pak Budi kutipkan dari American Journal of Science (1954) itu memuaskan. Begitulah gliding tectonics atau tektonik longsoran/lengseran itu, ia membutuhkan topografi yang tinggi (uplifted) dan topografi yang rendah (subsided). Di kedua topografi yang beda tinggi ini akan bermain gravity movement dan kalau di antara keduanya dihubungkan oleh suatu lereng, maka berjalanlah gravity movement melalui gliding tectonics. Gliding tectonics pun fenomena tektonik juga, hanya penyebab lipatan dan sesar di sini bukan gaya kompresi, melainkan gaya berat (gravity) ditambah progradasi sedimen. Gliding tectonics bisa bekerja dalam skala lokal maupun regional. Memang lebih banyak yang bekerja dalam skala regional sebab dalam skala regional perbedaan topografi tinggi rendah dan differential gravity movement-nya lebih nyata. Di wilayah alluvial fan, lebih banyak bekerja sistem runtuhan dalam bentuk
[iagi-net-l] BLOG IAGI : Intellectual White Space
Intellectual White Spacehttp://geologi.iagi.or.id/2010/01/07/intellectual-white-space/ 2010 January 7 [image: nanangmanaf] Sharing dari Pak *Nanang Abdul Manaf (PERTAMINA-EP)* Saya sangat terisnpirasi oleh guru dan senior saya Cak Andang Bachtiar dengan pertanyaan : Apakah faktor-faktor yang mengarah adanya temuan-temuan besar ? Saya teringat ketika mengikui AAPG Conference tahun 2007 di Longbeach, CA, ada presentasi yang sangat bagus, insightful, dan rupanya juga banyak diminati oleh para peserta Conference. Robin Hamilton, Team Leader untuk study Regional dari Shell International EP yang berkantor di Houston, Tx, yang bertajuk :* Identifying New Material Hydrocarbon Plays : The Challenge and an Approach.* read more…http://geologi.iagi.or.id/2010/01/07/intellectual-white-space/#more-352 http://geologi.iagi.or.id/2010/01/07/intellectual-white-space/ http://geologi.iagi.or.id/2010/01/07/intellectual-white-space/#more-352
Re: [iagi-net-l] The Only Living Earth : Destiny or By Chance ?
Yang hebat itu yang menciptakan faktor kebetulan ini ! wupst ! Pradox ! RDP Langsung masuk ke TKP (Blog IAGI) 2010/1/7 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Bumi yang penuh kehidupan tingkat kompleks itu sebuah takdir yang telah diatur atau sekadar kebetulan saja ? Kemajuan penelitian-penelitian astronomi, kosmologi (mempelajari asal muasal Alam Semesta), eksobiologi/astrobiologi (mempelajari kehidupan ekstraterestrial atau kehidupan di luar Bumi) dan planetary geology (mempelajari geologi planet-planet) serta semua publikasinya, menunjukkan bahwa Bumi kita yang penuh kehidupan kompleks (kompleks di sini adalah multisel dan memunculkan manusia seperti kita yang cerdas dan berteknologi) itu adalah sesuatu yang unik, bukan yang umum, di Alam Semesta. Bagaimana kehidupan kompleks itu bisa muncul di Bumi, dan kelihatannya sulit di tempat lain, akan menunjukkan bahwa ia memang dirancang untuk bisa dihuni –artinya suatu takdir yang telah diatur (destiny), bukan oleh suatu kebetulan belaka (by chance). Siapa yang mengaturnya ? Orang beriman tentu tahu jawabannya. Dan, kemajuan ilmu pengetahuan menunjukkan ke arah itu, secara ringkas dalam suatu teori bernama “Rare Earth Theory” yang dipelopori oleh Peter Ward (geologist dan paleontologist) dan Donald Brownlee (astronomer dan astrobiologist) melalui buku mereka berjudul “Rare Earth : Why Complex Life Is Uncommon in the Universe” (Springer Verlag, 2000). Dan hampir sepuluh tahun setelah buku itu terbit, penelitian-penelitian astronomi, kosmologi, eksobiologi/astrobiologi dan planetary geology makin menguatkan teori Rare Earth. Sebuah DVD film dokumenter terbitan BBC (2008) dengan durasi tayang selama empat jam (tepatnya 248 menit) berjudul “Earth : The Power of the Planet” dengan narator Dr. Iain Stewart (geologist) baru selesai saya tonton. Dari lima episode-nya, satu di antaranya dialokasikan untuk menerangkan tentang apa itu teori Rare Earth. Dari film tersebut, diperdalam dengan publikasi-publikasi terbaru yang berhubungan dengan Rare Earth, saya ringkaskan di bawah ini untuk rekan-rekan semua. Rare Earth adalah suatu antitesis (kontra) terhadap teori lain yang lebih dulu populer yang dipelopori oleh Carl Sagan bernama “mediocrity” atau “Copernican principle”. Carl Sagan (alm.) adalah seorang astronomer dan exobiologist terkenal yang banyak menulis buku yang laku di pasaran (misalnya Cosmos –telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Yayasan Obor Indonesia 1997 dengan kata pengantar oleh Prof. Bambang Hidayat-astronomer paling senior di Indonesia, The Pale Blue Dot yang dihiasi gambar-gambar dan foto-foto aduhai, Carl Sagan’s Universe yang sedikit teknis, dll.). Buku-bukunya sering ditulis dengan kata-kata puitis, sehingga nikmat dan ‘syahdu’ membacanya. Carl Sagan pun seorang selebritas dan ilmuwan yang sering muncul di televisi dan dia dekat dengan para penguasa Amerika Serikat. Maka, jutaan dollar US dialirkan Pemerintah AS untuk mendanai penelitian-penelitian yang mengobsesi Carl Sagan : kehidupan ekstraterestrial. Carl Sagan meyakini bahwa di Alam Semesta banyak kehidupan. Ide-idenya menjadi inspirasi film-film bertajuk ET (extra-terrestrial) –yang mendominasi film-film fiksi ilmiah pada era 80-an. Secara ringkas, program peneltian Carl Sagan dan timnya bernama SETI –search for extra-terrestrial intelligence. Banyak radio-teleskop dengan diameter lebar didirikan di gurun Arizona untuk menangkap sinyal-sinyal yang mungkin mambawa tanda-tanda kehidupan dari luar Bumi. Film “Contact” yang berkaitan dengan ini dan dibintangi oleh Jodie Foster adalah berdasarkan ide Carl Sagan tentang kontak dengan ET. Namun demikian, meskipun telah lebih dari 20 tahun teleskop-teleskop radio dengan piringan parabola lebar itu diarahkan ke segenap penjuru langit, tak ada satu “beep” pun terbaca atau “terdengar” di layar monitor yang dipasang 24 jam selama puluhan tahun itu. Harapannya, “beep” itu adalah salam pembuka dari makhluk cerdas di luar Bumi (ETI) yang menyapa para manusia yang sangat berharap disapa. “Kalau ETI itu suatu hal yang umum di Alam Semesta, mengapa tak pernah ada kontak ?” Pertanyaan ini terkenal sebagai Fermi paradox. “If the universe is teeming with aliens, where is everybody” (Webb, 2002). Sampai Carl Sagan sendiri meninggal pada tahun 1996, belum ditemukan tanda-tanda adanya kontak dengan ETI. Program SETI pun mulai dilecehkan kebanyakan orang, bahkan sebuah iklan minuman memanfaatkan radio telescope itu. Dua anak muda naik ke piringan parabola teleskop sambil minum minuman bersoda. Lalu mereka berserdawa “bluuurrrppp” yang segera tertangkap di layar monitor para astronom dan menimbulkan kehebohan luar biasa di antara para peneliti sebab dikiranya ada kontak dengan ETI, padahal itu suara gas dari perut si anak muda di atas radio teleskop (huh...). Dana penelitian SETI pun otomatis berkurang dan kurang populer lagi, apalagi pembela utamanya telah tiada. Apakah
Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : Geologic Transect ...)
Pak Awang, Ulasan yang menarik sekali. saya mau tanya mengenai lengseran nya ... pertama, apakah mekanisme gliding tektonik(lengseran) ini selalu memerlukan plastic zone dimana sediment-blocknya akan bergeser? jadi perlu shale/salt yang plastics dan mungkin juga perlu ketebalan tertentu? pertanyaan kedua, di daerah extension, sering sekali terjadi rifting, lalu terendapkan synrift sediment, lalu post rift. seandainya post-rift sedimentnya ada plastics sediment misalnya shale atau salt, dan extension force terus berjalan, tersedia accomodation space yang bukan diisi dengan longsoran tetapi dengan lengseran (yang bisa besar sekali dimensinya). kemudian bisa saja terjadi toe-trust structure pada sediment diatas shale atau saltnya. nah pertanyaan saya adalah bagaimana membedakan fenomena ini dengan gliding tectonic yang hanya disebabkan oleh gravity seperti yang Pak Awang deskripsikan. yang paling penting adalah apakah perlu membedakannya dilihat dari mata eksplorasi migas? Pertanyaan ketiga mengenai longsoran setelah toe-thrust terjadi. apakah mungkin kualitas reservoir dari sand lebih baik setelah sand itu tersebut di rework dan menjadi endapan turbidit? dan apakah mungkin ada beberapa aliran turbidite di satu toe-thrust block? jadi tidak tergantung dengan sungai yang ada di onshorenya. terima kasih sebelumnya atas penjelasannya. salam, frank From: unt...@dgtl.esdm.go.id unt...@dgtl.esdm.go.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Wed, January 6, 2010 5:28:40 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : Geologic Transect ...) Penjelasan pak Awang menarik sekali karena saya sedang mempelajari apa iya bahwa endapan Tersier di Jawa bukan merupakan suatu akuifer. Jadi bedanya Pak Awang cari minyak saya coba untuk cari air di pegunungan Tersier untuk mendukung pengembangan air tanah di desa tertinggal. (salam Untung) Pak Budi, Setelah banyak mempelajari struktur dan tektonik di berbagai wilayah di Indonesia, saya melihat bahwa kompresi lateral dengan penggerak utama tektonik lempeng tidak selalu menjadi satu-satunya penyebab kinematika elemen struktur dan tektonik. Banyak hal yang menuntut penjelasan lebih dari sekadar kompresi. Bahkan dengan konsep exhumation, yaitu terangkatnya kembali kerak benua yang pernah tenggelam di bawah kerak berasosiasi oseanik, saya tak akan melihat lagi bahwa seluruh pengangkatan yang terkenal itu (Himalaya, Kuching High, Meratus, Central Ranges of Papua, dsb.) semuanya karena tektonik lempeng semata. Memang, tektonik lempeng penggerak utamanya sehingga banyak mikro-kontinen bertubrukan, tetapi exhumation tak memerlukan tektonik lempeng yang lateral, ia hanya memerlukan kompensasi gravity, sebab naiknya kembali kerak kontinen yang pernah tenggelam itu terjadi karena perbedaan density kerak dan gravity. Saat ini exhumation sedang terjadi di banyak tempat ex collision di Indonesia (Timor, Banggai, Meratus, dsb.). Kemudian, apa yang sudah naik pun, wajar dan sering sekali diikuti oleh gerak runtuhan (collapse) di sebelahnya - ini hanya penyeimbangan isostasi, dan yang namanya isostasi selalu gravity-movement. Maka semua foredeep yang terbentuk di sebelah suatu zone collision harus dicurigai sebagai collapse gravity. Weber Deep, depresi laut paling dalam di Indonesia (7000 m) -lebih dari palung Sumatra dan Jawa, terjadi karena collapse gravity di depan jalur collision Tanimbar-Kei-Seram. Gliding tectonics semula dipicu oleh differential gravity movement. Definisi yang Pak Budi kutipkan dari American Journal of Science (1954) itu memuaskan. Begitulah gliding tectonics atau tektonik longsoran/lengseran itu, ia membutuhkan topografi yang tinggi (uplifted) dan topografi yang rendah (subsided). Di kedua topografi yang beda tinggi ini akan bermain gravity movement dan kalau di antara keduanya dihubungkan oleh suatu lereng, maka berjalanlah gravity movement melalui gliding tectonics. Gliding tectonics pun fenomena tektonik juga, hanya penyebab lipatan dan sesar di sini bukan gaya kompresi, melainkan gaya berat (gravity) ditambah progradasi sedimen. Gliding tectonics bisa bekerja dalam skala lokal maupun regional. Memang lebih banyak yang bekerja dalam skala regional sebab dalam skala regional perbedaan topografi tinggi rendah dan differential gravity movement-nya lebih nyata. Di wilayah alluvial fan, lebih banyak bekerja sistem runtuhan dalam bentuk molassic deposits yang disuplai dari tinggian sekitarnya ke rendahan yang ditempati kipas aluvial. Saya tak yakin gliding tectonics bekerja dengan baik di sini. Di wilayah delta mungkin saja, tetapi itu pun harus delta yang berprogradasi dalam jarak jauh dan ada tinggian regional di wilayah hinterland-nya. Syarat ini dipenuhi secara ideal oleh wilayah progradasi delta di Cekungan Kutei dengan tinggian hinterland-nya berupa Kuching High di sebelah utara Kalimantan Tengah. Bahwa gliding tectonics
RE: [iagi-net-l] 2012: One young scientist is worth more than twenty old politicians
Nggak tuh Mas. Parvita H. Siregar Chief Geologist Salamander Energy Indonesia Please consider the environment before you print Disclamer: This email (including any attachments to it) is confidential and is sent for the personal attention of the intended recipient only and may contain information that is priviledged, confidential or exempt from disclosure. If you have received this email in error, please advise us immediately and delete it. You are notified that using, disclosing, copying, distributing or taking any action in reliance on the contents of this information is strictly prohibited. -Original Message- From: measkari - TTP [mailto:meask...@ptadaro.com] Sent: Wednesday, December 09, 2009 9:32 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] 2012: One young scientist is worth more than twenty old politicians Mba parvita, Kalau boleh tahu , PT salamander itu bergerak di Trading Batubara juga Saya lagi cari batubara Barangkali ada stock? Salam, Edi -Original Message- From: Parvita Siregar [mailto:parvita.sire...@salamander-energy.com] Sent: Wednesday, December 09, 2009 10:15 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] 2012: One young scientist is worth more than twenty old politicians Saya ketiduran nonton filem ini saking bosennya. Parvita H. Siregar Chief Geologist Salamander Energy Indonesia Please consider the environment before you print Disclamer: This email (including any attachments to it) is confidential and is sent for the personal attention of the intended recipient only and may contain information that is priviledged, confidential or exempt from disclosure. If you have received this email in error, please advise us immediately and delete it. You are notified that using, disclosing, copying, distributing or taking any action in reliance on the contents of this information is strictly prohibited. -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com] Sent: Thursday, November 19, 2009 9:15 AM To: IAGI; Forum HAGI; geologi...@googlegroups.com Subject: [iagi-net-l] 2012: One young scientist is worth more than twenty old politicians 2012: One young scientist is worth more than twenty old politicians, kalimat President of The United States Thomas Wilson ini lebih mengesankan ketimbang filemnya yang lebay. Bener juga filemnya penuh dengan animasi yang boleh diacungi dua jempol. Trick kamera dengan digital processing movie-nya memang yahuud. Tapi geologinya ? Wuiih, kalau aku bilang lebay ... terlalu berlebihan. Kesan naturalnya hilang kayaknya kalah sama naturalisnya Jurassic Park-1. Mega earth block yang terangkat sebesar itu sepertinya tidak akan mungkin terangkat setinggi itu, pasti akan patah sebelum terangkat karena beban terlalu besar. Tapi ... ah Masak siy nonton filem kok malah mikir ngga menikmati ya ... ? RDP PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt Bdg), 5 departemen, banyak biro... Ayo siapkan makalah! Untuk dipresentasikan di PIT ke-39 IAGI, Senggigi, Lombok NTB, 4-6 Oktober 2010 Call for paper direncanakan Desember 2009 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. - Disclaimer : This electronic mail transmission may contain material that is legally privileged and confidential for the sole use of the intended recipient. Any review, reliance or distribution by others or forwarding without express permission is strictly prohibited. If you are not the intended recipient or the employee or agent responsible for delivery of this message to the intended recipient, you are hereby notified that any disclosure, copying,
Re: [iagi-net-l] The Only Living Earth : Destiny or By Chance ?
Betul pak Awang. Tuhan menciptkan ayat-ayatnya ada 2 : 1. ayat yang tercipta (hamparan alam semesta dan komplesitas bumi-langit itu) 2. ayat-ayat yang tertulis (4 kitab dari langitan yang diturunkan oleh Tuhan ke ummat manusia: Taurat, Zabur, Injil dan Al-Quran). Ayat-ayat yang terulis yang diturunkan ini sebetulnya sebagai penyempurna dari ayat-ayat yang tercipta (secara astronomis, geologis dengan elemen-elemen hidrosfer, atmosfer, litosfer, dan biosfer). Dalam banyak buku yang mengulas saintek dan agama, ada kemiripan 4 kitab dalam melihat alam semesta dan bumi sebagai tempat yang sudah ditakdirkan sebagai paling sempurna untuk hunian manusia. Karena 4 kitab dari langit tsb diturunkan di planet bumi. Khusus Al-Quran : jelas di-state dengan Khalifatul fil ardh. Hukum alamnya adalah kepemimpinan manuasi di bumi, titik. Tidak ada planet atau kehidupan yang sempurna sebagaimana di bumi ditemukan di extra terestrial. weellaaah..., ada rapat lagi.. salam, agus hend From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com; Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com; Forum HAGI fo...@hagi.or.id Sent: Thu, January 7, 2010 7:27:10 AM Subject: Re: [iagi-net-l] The Only Living Earth : Destiny or By Chance ? Yang hebat itu yang menciptakan faktor kebetulan ini ! wupst ! Pradox ! RDP Langsung masuk ke TKP (Blog IAGI) 2010/1/7 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Bumi yang penuh kehidupan tingkat kompleks itu sebuah takdir yang telah diatur atau sekadar kebetulan saja ? Kemajuan penelitian-penelitian astronomi, kosmologi (mempelajari asal muasal Alam Semesta), eksobiologi/astrobiologi (mempelajari kehidupan ekstraterestrial atau kehidupan di luar Bumi) dan planetary geology (mempelajari geologi planet-planet) serta semua publikasinya, menunjukkan bahwa Bumi kita yang penuh kehidupan kompleks (kompleks di sini adalah multisel dan memunculkan manusia seperti kita yang cerdas dan berteknologi) itu adalah sesuatu yang unik, bukan yang umum, di Alam Semesta. Bagaimana kehidupan kompleks itu bisa muncul di Bumi, dan kelihatannya sulit di tempat lain, akan menunjukkan bahwa ia memang dirancang untuk bisa dihuni –artinya suatu takdir yang telah diatur (destiny), bukan oleh suatu kebetulan belaka (by chance). Siapa yang mengaturnya ? Orang beriman tentu tahu jawabannya. Dan, kemajuan ilmu pengetahuan menunjukkan ke arah itu, secara ringkas dalam suatu teori bernama “Rare Earth Theory” yang dipelopori oleh Peter Ward (geologist dan paleontologist) dan Donald Brownlee (astronomer dan astrobiologist) melalui buku mereka berjudul “Rare Earth : Why Complex Life Is Uncommon in the Universe” (Springer Verlag, 2000). Dan hampir sepuluh tahun setelah buku itu terbit, penelitian-penelitian astronomi, kosmologi, eksobiologi/astrobiologi dan planetary geology makin menguatkan teori Rare Earth. Sebuah DVD film dokumenter terbitan BBC (2008) dengan durasi tayang selama empat jam (tepatnya 248 menit) berjudul “Earth : The Power of the Planet” dengan narator Dr. Iain Stewart (geologist) baru selesai saya tonton. Dari lima episode-nya, satu di antaranya dialokasikan untuk menerangkan tentang apa itu teori Rare Earth. Dari film tersebut, diperdalam dengan publikasi-publikasi terbaru yang berhubungan dengan Rare Earth, saya ringkaskan di bawah ini untuk rekan-rekan semua. Rare Earth adalah suatu antitesis (kontra) terhadap teori lain yang lebih dulu populer yang dipelopori oleh Carl Sagan bernama “mediocrity” atau “Copernican principle”. Carl Sagan (alm.) adalah seorang astronomer dan exobiologist terkenal yang banyak menulis buku yang laku di pasaran (misalnya Cosmos –telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Yayasan Obor Indonesia 1997 dengan kata pengantar oleh Prof. Bambang Hidayat-astronomer paling senior di Indonesia, The Pale Blue Dot yang dihiasi gambar-gambar dan foto-foto aduhai, Carl Sagan’s Universe yang sedikit teknis, dll.). Buku-bukunya sering ditulis dengan kata-kata puitis, sehingga nikmat dan ‘syahdu’ membacanya. Carl Sagan pun seorang selebritas dan ilmuwan yang sering muncul di televisi dan dia dekat dengan para penguasa Amerika Serikat. Maka, jutaan dollar US dialirkan Pemerintah AS untuk mendanai penelitian-penelitian yang mengobsesi Carl Sagan : kehidupan ekstraterestrial. Carl Sagan meyakini bahwa di Alam Semesta banyak kehidupan. Ide-idenya menjadi inspirasi film-film bertajuk ET (extra-terrestrial) –yang mendominasi film-film fiksi ilmiah pada era 80-an. Secara ringkas, program peneltian Carl Sagan dan timnya bernama SETI –search for extra-terrestrial intelligence. Banyak radio-teleskop dengan diameter lebar didirikan di gurun Arizona untuk menangkap sinyal-sinyal yang mungkin mambawa tanda-tanda kehidupan dari luar Bumi. Film “Contact” yang berkaitan dengan ini dan dibintangi oleh Jodie Foster adalah berdasarkan ide Carl Sagan