HERAN DIJADIKAN TERSANGKA…..
Saya, Kukuh Kertasafari (37 th), seorang pegawai PT. Chevron Pacific Indonesia
(CPI). Jabatan saya sekarang sejak lebih dari 3 tahun lalu adalah sebagai Team
Leader Production Minas Area 5 6. Saya adalah satu dari lima Team Leader
Produksi di tim Produksi Sumatra Light South (SLS). Tanggung jawab saya
memimpin sekitar 60 operator berikut 4 kepala regunya untuk mengurus minyak di
lapangan Minas Riau, mengalirkan minyak dari ratusan sumur minyak dari dalam
tanah menuju stasiun pengumpul untuk dilakukan proses pemisahan kemudian
mengalirkan minyak bumi tersebut ke stasiun penyimpanan yang siap dijual untuk
devisa Negara. Saya tidak mengurusi proyek bioremediasi baik pelelangan maupun
pelaksanaan bioremediasi di lapangan. Masing-masing kegiatan tersebut diurus
oleh tim tersendiri yaitu tim pengadaan dan tim rekayasa pemeliharaan.
Saya masih ingat ketika pertama kali mengetahui bahwa saya dijadikan tersangka
kasus Bioremediasi ini. Hari itu Jumat, 16 Maret 2012, saya hendak pulang dari
kantor sekitar jam 5 sore. Tiba-tiba teman saya datang menghampiri saya di
parkiran kantor dan berkata, “Kuh, namamu ada di internet. Kamu dan beberapa
orang lainnya adalah tersangka korupsi Bioremediasi Chevron.” Saya sempat
kaget, tidak percaya dan bingung, kemudian masuk ke ruangan kantor saya bersama
teman saya. “Coba buka websitenya Kejagung!” kata teman saya. Ternyata memang
terdapat nama saya beserta beberapa orang lainnya sebagai tersangka korupsi
Bioremediasi. Ditulis lengkap bukan dengan inisial. Saya sempat meng-copy dan
menyimpannya. Hampir setengah jam saya termenung dalam keheranan. Sempat
terlintas saat itu “Kok gak ada nama dari tim yang ngurus Bioremediasi di SLS
Minas ya?” Sebelum meninggalkan ruangan, saya sempat melihat lagi website
tersebut penasaran. Eh ada
perubahan penulisan tersangkanya menjadi berupa inisial saja.
Saya pulang ke rumah, berjarak sekitar 10 menit dari kantor di Minas. Setiba di
rumah seperti biasa saya menyapa istri dan kelima anak saya. Biasanya si kembar
tiga yang duduk di kelas 2 SMP dan adeknya yang kelas 3 SD saat itu, lagi
menyantap kue atau gorengan yang disediakan ibunya. Mereka baru pulang sekolah.
Sekolahnya di Rumbai sekitar 1 jam dari rumah, naek bus sekolah perusahaan.
Setelah mandi, saya menghampiri istri saya. “Mah, nama papah ada di internet.
Ada beberapa nama lainnya juga. Sebagai tersangka korupsi dalam proyek
Bioremediasi.” Istri saya terkejut dan terlihat keheranan tanpa keluar sepatah
kata pun. Seperti menahan tangisnya. Saya buru-buru bilang, “Jangan cerita dulu
sama anak-anak atau orang lain. Papah akan cari informasi dulu. Nanti abis dari
masjid, kita bicarakan lagi.”
Saya pun pergi ke Masjid Al-Fatah untuk sholat magrib. Sengaja gak bawa anak
saya yang laki-laki yang biasanya ikut. Hampir tiap waktu sholat, saya pergi ke
masjid Al-Fatah, sekitar 4 km dari rumah, untuk sholat berjamaah. Saya memang
pengurus masjid bahkan jadi pimpinannya. Saya dan teman-teman mengurus
kegiatan-kegiatan masjid dan lainnya seperti sekolah, dhuafa, yatim dan rumah
tahfizh. Saya berada di masjid sampai Isya karena setiap hari Jumat ada
pengajian mingguan. Jadi sambil mendengarkan ustadz berceramah, saya
lihat-lihat hape. Banyak SMS yang masuk, ada yang sekedar info, pertanyaan,
wejangan, do’a bahkan berupa testimoni siapa saya. Beberapa kali dering hape
saya angkat bahkan ada yang dari manajemen PT. CPI. Selepas sholat Isya, saya
segera pamitan ke Pak Imam dan jemaah lainnya. Begitu juga ke Pak Ustadz yang
mengisi pengajian tadi karena terkadang saya menemaninya makan malam dengan
beberapa jemaah.
Tiba di rumah, saya mengajak istri untuk meneruskan pembicaraan berita di media
itu. Rupanya istri saya sudah dapat telpon dari teman-temannya. Saya pun
berusaha menjelaskan tapi tidak banyak yang bisa saya jelaskan. Menjelang
anak-anak tidur, sekitar jam 9 malam, saya dan istri mengumpulkan meraka dan
memberitahu adanya berita bahwa saya tersangka korupsi. Yang besar ada yang
menangis tapi sepertinya semua dalam keheranan dan ketidakmengertian. Tapi
biarlah yang penting mereka tahu informasinya dulu. Malam semakin larut, sms
dan dering telpon pun terus berdatangan. Sebagian saya biarkan tak dijawab.
Saya bilang ke istri, “Kita tidur saja, Alloh Maha Melihat perbuatan papah.
Semoga besok ada kejelasan.”
Besok paginya, Sabtu, 17 Maret 2012, saya bawa istri dan tigak anak yang SMP
pergi ke Masjid untuk sholat subuh. Dalam perjalanan pulang dari Masjid, mereka
bertanya tentang berita pahit semalam. Saya bilang ke anak-anak, “Kita bersabar
ya. Mudah-mudahan ini fitnah. InsyaAlloh jika kita berhasil keluar dari fitnah
ini, Alloh akan menggantinya dengan balasan kebaikan yang banyak.” Setiba di
rumah, saya mengajak istri untuk pergi ke rumah orang tuanya (mertua saya) di
Rumbai untuk memberitahukan berita ini. Anak-anak di rumah saja kecuali si
bungsu yang masih TK waktu itu yang