[iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total
Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong. Quote : ***Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting. Mereka mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan modalnya dan bersama bank menentukan cara pembayarannya dari penjualan migas (escrow account). Pemerintah harus nurut.* Disitulah problem muncul ketika kesepakatan nasional dalam UUD kita berbicara lain bahwa semua SDA dikuasai negara. Jadi ketika *pemerintah harus nurut* inilah konflik terjadi. Semangat kepemilikan SDA ini menjadikan perebutan antara kontraktor/perusahaan/Oil co dengan negara/pemerintah yang mendapat mandat rakyat untuk mengelola SDA milik negara. Perbedaan pandangan dari sisi negara/pemerintah/rakyat tentunya menginginkan kontraktor-lah yang harus nurut. Rakyat akan mengatakan, Ini negara gue. Tetapi Kontraktor/penggarap/OilCo akan mengatakan Lah aku kan udah bertaruh sewaktu ngebor. Jadi disini ada hak gue untuk mengaturnya. Quote 2 : *Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya cadangan. Begitu discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S, bukan di buku Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa cadangan ini secara prakstis adalah milik K3S. Kasarnya, K3S disebut sebagai kontraktor atau pesuruh pun tidak jadi soal, asal cadangan atas namanya. * Ketika pembicraan sudah mulai kepada keekonomian maka Bank-lah yang menentukan. Atau pemilik modal lah yang menentukan. Karena kalau biayanya besar tentunya modal diambil dari bank (investor) dengan perhitungan minimum keekonomian yang sudah dimilikinya. Yang sering terlewat dalam dalam menilai keeknonomian sebuah sumberdaya yang masih dibawah tanah adalah biaya karena teknologi. Hampir tidak ada yang bertanya mengapa logging mengambil data sumur itu biayanya 1 $/feet (misalnya). Yang menentukan harga ini seringkali kemauan pemilik teknologi (SLB,HAL,BA dll). KIta hapir tak pernah bertanya mengapa logging itu biayanya mahal. Para service co ini mengatakan karena biaya riset dsb. Tetapi kalau kita tengok biaya atau ongkos logging dan services yang lain di Indonesia ini jauuuh lebih mahal ketimbang service yang sama di negara lain. Disadarai ada faktor percaloan didalam negeri. Tetapi mungkin ada faktor lain mengapa charge di Indonesia menjadi mahal. Banyak yang menduga (suudzon) karena nantinya biaya mahal akan di cost recovery-kan maka harga mahalpun tidak apa-apa ? Dugaan yang mungkin kurang berdasar diatas itu menjadikan istilah cost recovery menjadi sangat sensitip. Karena negara sebagai pemilik awal SDA hanya mendapatkan untung sedikit karena biayanya mahal. just my 2c RDP -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. 2015-03-24 6:38 GMT+07:00 Ong Han Ling wim...@singnet.com.sg: Selamat pagi Pak Yudie, Tulisan Anda: Dalam PSC, posisi K3S hanyalah kontraktor alias Penggarap, itu tertulis jelas dalam kontrak perlu saya beri sedikit tanggapan. Pendapat Anda tsb. adalah pendapat banyak orang, tapi ini bisa misleading. Orang membayangkan peggarap sebagai petani yang miskin dan bisa diperlakukan sewenang-wenang oleh landlord. Di Jawa umpama, hasil panen dibagi menurut perjanjian: perapat, pertelu atau paroh. Meskipun musim paceklik dan harga pupuk naik, penbagian tetap berdasarkan panen yang diperoleh. Ceritera ini sering dijadikan contoh untuk menerangkan PSC. Daniel Johnston (2002) dalam bukunya menyebutnya sebagai the jargon of the industry. Oil company adalah oil company, di PSC dia disebut kontraktor. Di sistim R/T disebut sebagai Oil Co. Padahal perusahaan sama dan namanya Shell. Demikian juga yang sering disalah artikan adalah istilah cost recovery yang tidal lain adalah cost atau reimbursement atau deduction. Tidak ada special dalam cost recovery. Semua cost memang harus di-recover dari pendapatan/revenue. Tidak ada jalan lain. Di Indonesia ini menjadi perdebatan yang luar biasa. Kalau ada sesuatu yang tidak klop, yang disalahkan adalah karena sistim cost recovery. IOC lebih dari penggarap. Mereka yang punya venture capital yang tidak ada di Indonesia. Mereka diundang untuk ikut tender. Didunia yang memiliki potensi migas lebih dari 120 Negara tetapi yang memiliki venture capital terbatas pada 20 Negara terkaya tergabung dalam OECD. Beberapa perusahaan IOC yang beroperasi di Indonesia bahkan mempunyai anggaran belanja melebihl APBN Indonesia. Mereka bukan seperti petani yang tidak ada pilihan dan hanya bisa mengarap tanah yang dimilki landlord. Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting. Mereka mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan modalnya dan bersama bank menentukan cara pembayarannya dari penjualan migas (escrow account). Pemerintah harus nurut. Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya cadangan. Begitu discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S, bukan di buku Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa cadangan ini secara prakstis adalah milik K3S.
RE: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total
Selamat pagi Pak Yudie, Tulisan Anda: Dalam PSC, posisi K3S hanyalah kontraktor alias Penggarap, itu tertulis jelas dalam kontrak perlu saya beri sedikit tanggapan. Pendapat Anda tsb. adalah pendapat banyak orang, tapi ini bisa misleading. Orang membayangkan peggarap sebagai petani yang miskin dan bisa diperlakukan sewenang-wenang oleh landlord. Di Jawa umpama, hasil panen dibagi menurut perjanjian: perapat, pertelu atau paroh. Meskipun musim paceklik dan harga pupuk naik, penbagian tetap berdasarkan panen yang diperoleh. Ceritera ini sering dijadikan contoh untuk menerangkan PSC. Daniel Johnston (2002) dalam bukunya menyebutnya sebagai the jargon of the industry. Oil company adalah oil company, di PSC dia disebut kontraktor. Di sistim R/T disebut sebagai Oil Co. Padahal perusahaan sama dan namanya Shell. Demikian juga yang sering disalah artikan adalah istilah cost recovery yang tidal lain adalah cost atau reimbursement atau deduction. Tidak ada special dalam cost recovery. Semua cost memang harus di-recover dari pendapatan/revenue. Tidak ada jalan lain. Di Indonesia ini menjadi perdebatan yang luar biasa. Kalau ada sesuatu yang tidak klop, yang disalahkan adalah karena sistim cost recovery. IOC lebih dari penggarap. Mereka yang punya venture capital yang tidak ada di Indonesia. Mereka diundang untuk ikut tender. Didunia yang memiliki potensi migas lebih dari 120 Negara tetapi yang memiliki venture capital terbatas pada 20 Negara terkaya tergabung dalam OECD. Beberapa perusahaan IOC yang beroperasi di Indonesia bahkan mempunyai anggaran belanja melebihl APBN Indonesia. Mereka bukan seperti petani yang tidak ada pilihan dan hanya bisa mengarap tanah yang dimilki landlord. Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting. Mereka mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan modalnya dan bersama bank menentukan cara pembayarannya dari penjualan migas (escrow account). Pemerintah harus nurut. Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya cadangan. Begitu discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S, bukan di buku Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa cadangan ini secara prakstis adalah milik K3S. Kasarnya, K3S disebut sebagai kontraktor atau pesuruh pun tidak jadi soal, asal cadangan atas namanya. Semua perusahaan, termasuk perusahaan Multi National Company atau MNC, harus pinjam uang. Hal ini karena profit suatu usaha bukan angka absolut tetapi merupakan perbandingan antara profit dengan besarnya modal sendiri yang dimasukkan. Keuntungan $1 juta per tahun tidak ada artinya kalau modal miliknya yang ditanam $100 juta. Artinya makin kecil modal miliknya, makin besar profitability. Modal miliknya bisa kecil saja, ump. 20%, sisanya 80% bisa berupa pinjaman dengan mengadaikan reserve. Profitability dihitung berdasarkan modal miliknya, yaitu 20%. Untuk memperoleh profitability tinggi, semua pengusaha tanpa pengecualian harus pinjam uang. Cadangan migas (maupun mineral) Indonesia semua sudah digadaikan oleh perusahaan atau operator untuk membiayai development. Karena operator yang mengadaikan, mereka juga yang bertanggung jawab, bukan Pertamina atau ESDM. Salah satu persaratan dari bank atau Financial Institution yang meminjami adalah pembayaran hasil penjualan migas dilakukan di bank luar negeri dan masuk suatu escro account hingga pengembalian pinjaman terjamin. Demikan penjelasan singkat saya. Maaf sekali kalau ada yang tidak berkenan. HL Ong From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of yudie iskandar Sent: Thursday, March 19, 2015 8:53 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total Selamat pagii Membaca tulisan pak Ong ysh, membuat sarapan saya tambah nikmat, karena penuh gizi dan bernas. Diluar porsi pemerintah, Pertamina dan Total masih melakukan negosiasi B to B yg dilakukan telah putrA putri terbaiknya.. Jika kita memberikan kepercayaan kepada kedua tim.. Insya Allah tugas mereka akan lebih ringan. Sehingga hanya pilihan yang terbaik diatas yang terbaiklah yang akan muncul. Pilihan lain kita bisa menjadi penonton yang komentarnya biasanya lebih baik dari pelatih, sehingga pelatih, pemain dan pengurus bisa belajar banyak. Ulasan p Ong ini adalah salah satunya, dengan sudut pandang bird's eye view, ada wawasan baru yg merasuk ke pokiran saya. Terima kasih pak Ong :-) Saya hanya ingin menambahkan sedikit saja, sesuatu yg sebenarnya kita sudah tahu. Dalam PSC, posisi K3S hanyalah kontraktor alias Penggarap, itu tertulis jelas dalam kontrak. Sebagai kontraktor, mereka hanya punya hak Economic Interest. Hak lain spt mineral right, mining right sampai economic right ada pada negara dan pemerintah (sy menganggap skkmigas sbg pemegang economic right adalah bagian dari pemerintah). Sehingga siapapun nanti yang akan