Tahun ini adalah tahun ke-enam saya di Qatar bekerja di sektor perminyakan, dan selama ini banyak yang saya dengar dan saya lihat tentang pengelolaan industri migasnya. Tidak hanya berhenti sampai disitu, saya juga mencoba membandingkannya dng bagaimana hal tsb dilakukan di negeri kita di Indonesia. Tulisan ini merupakan rangkuman dari sedikit apa yang saya ketahui yang mudah2an bisa memberikan inspirasi bagi pengembangan industri migas kita.
Sama dengan di Indonesia, Qatar-pun mempunyai Qatar Petroleum (QP), yang merupakan State Oil Company-nya yang menangani perusahaan2 asing sebagai kontraktornya, sebagaimana dahulu Pertamina atau sekarang SKK-MIGAS di Negara kita. Perbedaannya hanyalah di dalam penanganannya, yang mungkin bisa kita “adopt” jika hal itu dirasa lebih baik dari apa yang selama ini kita lakukan, seperti misalnya: 1. Kerjasama / Kepemilikan. Sebagaimana di Indonesia, Qatar memberikan konsesi kepada para kontraktor migasnya, dan dalam banyak usaha yang dibentuk, baik sebagai KKKS maupun sebagai entitas lain, Joint Venture misalnya, QP memegang peranan penting sebagai pengawas atau sebagai pemilik saham mayoritas. QP yang mewakili negara, dapat bertindak sesuai dengan kebijakan yang terlihat sbb: • Apabila konsesi yang diberikan hanya menghasilkan minyak bumi (karena kontraknya hanya minyak bumi), maka QP akan bertindak sebagai pengawas atas KKKS tsb. • Tetapi apabila konsesi memproduksi produk migas lain selain minyak bumi, maka QP akan menjadi pemegang saham mayoritas atas Joint Venture yang dibentuk sebagai entitas baru yang berbasis di Qatar. Perusahaan minyak internasional seperti ExxonMobil, Total, Conoco Phillips, Shell dsb, beroperasi di Qatar baik sebagai KKKS dan/ataupun pemegang saham minoritas pada joint venture yang dibentuk. Qatarpun membentuk perusahaan pengapalan LNG yang bernama Nakilat, yang sahamnya dimiliki oleh berbagai negara. Dengan kepemilikan bersama oleh banyak negara ini, maka armada tanker-nya relatif aman di dalam melintasi berbagai wilayah negara di dunia. 2. Pembinaan SDM local. Majoritas pegawai Joint Venture maupun KKKS adalah pekerja asing (ekspatriat). Pegawai perusahaan minyak internasional/kontraktor yang dipekerjakan (secondee) umumnya dipekerjakan hanya untuk waktu terbatas (+/- 3 tahun). Ekspatriat dan secondee wajib membina, melatih, dan mengajarkan keahlian masing2 kepada pegawai lokal pribumi, yang masih merupakan pegawai minoritas di masing2 KKKS ataupun joint venture. Sebagai gambaran suasananya, dapat diambil sebagai contoh peraturan kepegawaian di QP yang sangat berpihak kepada pegawai local, baik dalam hal yang berkaitan dengan pembinaannya, maupun dalam hal yang berkaitan dengan remunerasinya. Dampak positif dari hal ini adalah, posisi pegawai local menjadi sangat kuat, dan dengan posisi/dukungan yang kuat tsb, mereka dapat mengawasi, mengarahkan dan belajar dari pegawai expat dan para secondee dengan baik. Dengan suasana yang demikian, keputusan dapat diambil secara professional untuk kepentingan Negara. Pola pembinaan umumnya adalah on the job training di masing2 KKKS/joint venture, dibarengi dengan training2 keahlian yang diselenggarakan oleh lembaga2 pelatihan/pendidikan. Target tahunan Qatarisasi diwajibkan bagi setiap KPS/joint venture. Pola developmental assignment pada mitra perusahaan minyak asing (istilah yang digunakan adalah “Attachment”) tidak umum dilakukan. Dengan melihat hal ini, untuk developmental assignment seorang pegawai yang biasa dilakukan oleh kontraktor Migas kita, apabila penekanannya kepada kebijakan, mungkin lebih baik jika hal itu dilakukan di Negara lain tempat perusahaan kontraktor tsb beroperasi, daripada ke Negara asal dimana induk perusahaannya berada. Dengan dikirim ke Negara lain, maka pegawai kita bisa mempelajari system di Negara tsb sehingga mempunyai pembanding, sedangkan jika dikirim ke induk perusahaan, maka pegawai kita hanya akan menjadi lebih familiar dengan system perusahaan tsb. 3. Synergy. Walaupun Qatar kaya dan terlihat boros, tetapi dalam beberapa hal, mereka juga mengelola bisnisnya secara efisien. Pola sinergi sangat digalakkan untuk menekan biaya dan pemanfaatan keahlian secara maksimum, diantaranya penggunaan fasilitas secara bersama dibawah operasi/pengelolaaan badan/organisasi ahli yang diawasi bersama2. Contohnya adalah: • Pengelolaan pembangunan berbagai proyek investasi yang dimiliki beberapa pemilik oleh satu badan bersama, • Operasi kegiatan ekspor macam2 produk migas milik beberapa perusahaan oleh satu badan, • Pengelolaan persediaan spare-parts bersama oleh satu badan, • Operasi fasilitas produksi dari produk semacam yang dimiliki beberapa joint venture/KPS oleh satu badan. Badan ini yang berbentuk operating company memiliki tenaga ahli, sistim, prosedur, standar operasi, terbukti mampu mengawasi pembangunan proyek baru, sampai mengoperasikan fasilitas milik banyak joint venture secara transparan, tanpa memihak, dan biaya yang effisien, memberikan efifisiensi dalam biaya dan prosedur operasi kepada masing2 KPS/joint venture yang menjadi pelanggannya. Operating company tidak mencari laba, tetapi tidak juga boleh rugi. Pola operating company berkembang semenjak Qatar melakukan ekspansi atas produksi LNG nya, menjadikan operasi LNG yang dihasilkan Qatar sangat effisien dan mendatangkan keutungan yang besar baik bagi negara maupun mitra perusahaan2 minyak internasional mereka. Di kitapun mungkin ada hal2 seperti ini, seperti misalnya JMG - Joint Mngmt Group di Gedung Patra dulu, yg menangani pemasaran gas dari Mobil, Total, Vico secara bersama2. Akan lebih baik jika hal seperti ini cakupannya dapat lebih diperluas sehingga dapat dihasilkan • Penghematan yang cukup besar karena pemanfaatan sumber daya secara bersama • Pengawasan yang cukup baik, karena diawasi secara bersama. • Cost Recovery yang mengecil karena transparansi bagi semua pihak yang terlibat. 4. Pembedaan antara kegiatan hulu dan hilir migas. Bidang migas Qatar membedakan produksi minyak yang bisa langsung diekspor sebagai produk hulu dan dikerjakan dalam bentuk kontrak bagi hasil. Sedangkan gas yang dikilang menjadi LNG beserta produk ikutan lain yang masuk dalam kilang seperti LPG, sulfur, gas helium, ataupun produk minyak bumi yang dikilang di Qatar dikategorikan sebagai industri hilir, dan dikelola oleh bentuk badan hukum berbentuk joint venture. Joint venture membayar royalti kepada negara untuk gas yang menjadi feedstock bagi produk akhirnya.Joint venture juga membayar pajak kepada negara atas keuntungan usahanya. Akhir2 ini, kecenderungannya pada industri migas yang menghasilkan sekaligus minyak dan gas, adalah dikelola oleh joint venture, dimana joint venture membayar royalti untuk setiap produk yang dihasilkannya, dan pajak atas keuntungan usahanya. Keuntungannya adalah, selain menghasilkan devisa yang lebih besar, negara juga tidak dipusingkan dengan urusan cost recovery KKKS, karena biaya2 yang boleh dibebankan sebagai beban usaha sudah diatur oleh undang-undang pajak yang berlaku baik bagi perusahaan lokal maupun joint venture. 5. Menarik Investor. Kita tahu bahwa salah satu hal yang membuat investor tertarik adalah kemudahan dan keamanan berinvestasi. Dalam rating dari Wood Mackenzie, salah satu perusahaan penyedia data informasi bidang Migas, Qatar termasuk di dalam daftar Negara2 yang favourable untuk berinvestasi. Selama 6 tahun saya di Qatar, tidak pernah sekalipun terjadi demo, riot, atau kegaduhan yang mengakibatkan lumpuhnya kegiatan. Pernah terjadi dua kali pemogokan buruh kontrak (pekerja kasar) dikarenakan terlambatnya penggajian oleh kontraktornya. Tetapi persoalan tsb segera diambil alih oleh pemerintah, dan dalam waktu beberapa jam saja, pekerjaan kembali berjalan seperti sedia kala. Pengalaman saya berurusan dengan birokrasi Qatar adalah lurus dan mudah. Apa yang terbaca di dalam peraturannya, demikianlah yang akan didapat. Untuk Investor, Qatar menyediakan sumber energy yang berlimpah, infrastruktur yg nyaman, pengurusan birokrasi yang mudah, dan investasi yang aman. Dengan keadaan seperti ini, pengembalian investasi menjadi lebih pasti, banyak investor menjadi tertarik, dan Qatar mempunyai posisi tawar yang tinggi terhadap investor2nya. Selain Industri Migas yang ada di Qatar, Industri turunannyapun banyak dibangun juga, seperti misalnya Pupuk (QAFCO – Qatar Fertilizer Company), Petrokimia /plastic(QCHEM – Qatar Chemical), Aluminium (QATALUM – Qatar Aluminum), Baja (Qatar Steel), dsb. Mungkin ini saja dulu yang dapat saya sampaikan. Jika memang ada hal2 yang bisa menginspirasi perbaikan di negeri kita, saya kira banyak diantara kami di Qatar yang bisa diajak berdiskusi untuk memberikan gambaran dan solusi yang lebih jelas. Karena kami, para pegawai Indonesia bekerja di berbagai bidang dan di berbagai perusahaan/instansi di Qatar, maka sedikit banyak, kami mengetahui arah pembangunan Qatar ke depan, apa saja yang Qatar perlukan, dan apa saja yang harus kita siapkan kalau kita ingin turut mendapatkan kue pembangunannya. Sampai sekarang Qatar masih kesulitan mendapatkan tenaga berpengalaman di dalam mengelola train2 gasnya, dan mungkin fasilitas gas kita di Arun dapat menjadi "balai latihan kerja" untuk tenaga2 muda kita agar dapat bersaing di dunia International. Semoga ke depan kita bisa lebih banyak meng-export tenaga2 kerja terdidik daripada tenaga kerja tidak terdidik. Semoga kita juga bisa mengurangi jumlah tenaga kerja wanita (TKW) tidak terdidik yang terpaksa mencari kehidupan di negeri orang dengan segala resikonya. Amin. Untuk kesempatan kerja, silahkan lihat di http://www.qp.com.qa Wassalam, Harry Kusna – E10 Sent from my BlackBerry® smartphone from Qtel