Re: [iagi-net] Seluruh UU SDA Dibatalkan MK

2015-02-19 Terurut Topik Bandono Salim
iya ada betulnya. pemerintah dan dpr kan dasarnya bagaimana mendapat duit
dengan alasan sumber daya alam dikelola negara dst.
nha duitnya diperoleh dari air (hehehe lama lama bernafas juga harus bayar
ya). cepetnya ya kuasakan saja pada swasta, bayar pajak pengambilan dan
harga airnya.
saya tidak tau apakah airtanah yang dipompa sendiri juga harus bayar harga
per m kibik?  seperti halnya beli di PDAM?
salam.
Pada 19 Feb 2015 07:07, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com menulis:

 Kalau UU Migas sudah diamputasi pasal-pasalnya dan Revisinya mangkrak.
 Pembatalan UU Sumberdaya Air ini yg semestinya juga menjadi perhatian ahli
 geologi, geohidrologi, hidrogeologi dan kita semua. Menjadi PR baru dalam
 penyusunan UU yang baru.
 Monggo disimak.

 Rdp

 Ekspresi Kuasa Hukum Pemohon (Ki-Ka) Tubagus Heru, Jamil Bachtiar dan Ibnu
 Sina Chandranegara usai mendengarkan amar putusan perkara uji materi UU
 Sumber Daya Air (SDA), Rabu (18/2) di Ruang Sidang Pleno GEdung MK. Foto
 Humas/Ganie.

 Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan keberlakuan secara keseluruhan
 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) karena tidak
 memenuhi enam prinsip dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air.
 Demikian putusan dengan Nomor 85/PUU-XII/2013 dibacakan oleh Ketua MK Arief
 Hidayat pada Rabu (18/2) di Ruang Sidang Pleno MK.

 “Mengabulkan permohonan Pemohon I, Pemohon II, Pemohon IV, Pemohon V,
 Pemohon VI, Pemohon VII, Pemohon VIII, Pemohon IX, Pemohon X, dan Pemohon
 XI untuk seluruhnya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
 Air bertentangan dengan UUD 1945,” urai Arief membacakan putusan yang
 diajukan oleh PP Muhammadiyah, Perkumpulan Vanaprastha dan beberapa pemohon
 perseorangan tersebut.

 Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman,
 putusan terkait UU SDA juga telah dipertimbangkan dalam putusan Putusan
 Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Nomor 008/PUU-III/2005. Dalam
 pertimbangannya, MK menyatakan bahwa sumber daya air sebagai bagian dari
 hak asasi, sumber daya yang terdapat pada air juga diperlukan manusia untuk
 memenuhi kebutuhan lainnya, seperti untuk pengairan pertanian, pembangkit
 tenaga listrik, dan untuk keperluan industri, yang mempunyai andil penting
 bagi kemajuan kehidupan manusia dan menjadi faktor penting pula bagi
 manusia untuk dapat hidup layak.

 “Persyaratan konstitusionalitas UU SDA tersebut adalah bahwa UU SDA dalam
 pelaksanaannya harus menjamin terwujudnya amanat konstitusi tentang hak
 penguasaan negara atas air. Hak penguasaan negara atas air itu dapat
 dikatakan ada bilamana negara, yang oleh UUD 1945 diberi mandat untuk
 membuat kebijakan (*beleid*), masih memegang kendali dalam melaksanakan
 tindakan pengurusan (*bestuursdaad*), tindakan pengaturan (*regelendaad*),
 tindakan pengelolaan (*beheersdaad*), dan tindakan pengawasan (
 *toezichthoudensdaad*),” jelas Anwar.

 Selain dua aspek tersebut, jaminan bahwa negara masih tetap memegang hak
 penguasaannya atas air itu menjadi syarat yang tak dapat ditiadakan dalam
 menilai konstitusionalitas UU SDA. Jaminan ini terlihat dalam enam prinsip
 dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air. Keenam prinsip dasar
 tersebut, yakni pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok
 sehari-hari dan untuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa
 pengelolaan sumber daya air, sepanjang pemenuhan kebutuhan pokok
 sehari-hari dan untuk pertanian rakyat di atas diperoleh langsung dari
 sumber air.

 *Swasta Tidak Boleh Kuasai Pengelolaan Air*

 Kemudian, konsep hak dalam Hak Guna Air harus dibedakan dengan konsep hak
 dalam pengertian umum dan haruslah sejalan dengan konsep *res commune* yang
 tidak boleh menjadi objek harga secara ekonomi. Selain itu,Konsep Hak
 Guna Pakai Air dalam UU SDA harus ditafsirkan sebagai turunan (
 *derivative*) dari hak hidup yang dijamin oleh UUD 1945. Oleh karenanya,
 pemanfaatan air di luar Hak Guna Pakai Air, dalam hal ini Hak Guna Usaha
 Air, haruslah melalui permohonan izin kepada Pemerintah yang penerbitannya
 harus berdasarkan pada pola yang disusun dengan melibatkan peran serta
 masyarakat yang seluas-luasnya. Oleh karena itu, Hak Guna Usaha Air tidak
 boleh dimaksudkan sebagai pemberian hak penguasaan atas sumber air, sungai,
 danau, atau rawa.

 Hak Guna Usaha Air merupakan instrumen dalam sistem perizinan yang
 digunakan Pemerintah untuk membatasi jumlah atau volume air yang dapat
 diperoleh atau diusahakan oleh yang berhak sehingga dalam konteks ini, izin
 harus dijadikan instrumen pengendalian, bukan instrumen penguasaan. “Dengan
 demikian, swasta tidak boleh melakukan penguasaan atas sumber air atau
 sumber daya air tetapi hanya dapat melakukan pengusahaan dalam jumlah atau
 alokasi tertentu saja sesuai dengan alokasi yang ditentukan dalam izin yang
 diberikan oleh negara secara ketat,” ujar Hakim Konstitusi Aswanto.

 *Petani Tidak Dikenai Biaya Pengelolaan SDA*

 Hal lain yang dipertimbangkan MK, terkait prinsip “penerima manfaat jasa
 

[iagi-net] Seluruh UU SDA Dibatalkan MK

2015-02-18 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Kalau UU Migas sudah diamputasi pasal-pasalnya dan Revisinya mangkrak. 
Pembatalan UU Sumberdaya Air ini yg semestinya juga menjadi perhatian ahli 
geologi, geohidrologi, hidrogeologi dan kita semua. Menjadi PR baru dalam 
penyusunan UU yang baru. 
Monggo disimak. 

Rdp


Ekspresi Kuasa Hukum Pemohon (Ki-Ka) Tubagus Heru, Jamil Bachtiar dan Ibnu Sina 
Chandranegara usai mendengarkan amar putusan perkara uji materi UU Sumber Daya 
Air (SDA), Rabu (18/2) di Ruang Sidang Pleno GEdung MK. Foto Humas/Ganie.
Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan keberlakuan secara keseluruhan 
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) karena tidak 
memenuhi enam prinsip dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air. Demikian 
putusan dengan Nomor 85/PUU-XII/2013 dibacakan oleh Ketua MK Arief Hidayat pada 
Rabu (18/2) di Ruang Sidang Pleno MK.

“Mengabulkan permohonan Pemohon I, Pemohon II, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon 
VI, Pemohon VII, Pemohon VIII, Pemohon IX, Pemohon X, dan Pemohon XI untuk 
seluruhnya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air 
bertentangan dengan UUD 1945,” urai Arief membacakan putusan yang diajukan oleh 
PP Muhammadiyah, Perkumpulan Vanaprastha dan beberapa pemohon perseorangan 
tersebut.

Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman, putusan 
terkait UU SDA juga telah dipertimbangkan dalam putusan Putusan Nomor 
058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Nomor 008/PUU-III/2005. Dalam pertimbangannya, 
MK menyatakan bahwa sumber daya air sebagai bagian dari hak asasi, sumber daya 
yang terdapat pada air juga diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan 
lainnya, seperti untuk pengairan pertanian, pembangkit tenaga listrik, dan 
untuk keperluan industri, yang mempunyai andil penting bagi kemajuan kehidupan 
manusia dan menjadi faktor penting pula bagi manusia untuk dapat hidup layak.

“Persyaratan konstitusionalitas UU SDA tersebut adalah bahwa UU SDA dalam 
pelaksanaannya harus menjamin terwujudnya amanat konstitusi tentang hak 
penguasaan negara atas air. Hak penguasaan negara atas air itu dapat dikatakan 
ada bilamana negara, yang oleh UUD 1945 diberi mandat untuk membuat kebijakan 
(beleid), masih memegang kendali dalam melaksanakan tindakan pengurusan 
(bestuursdaad), tindakan pengaturan (regelendaad), tindakan pengelolaan 
(beheersdaad), dan tindakan pengawasan (toezichthoudensdaad),” jelas Anwar.

Selain dua aspek tersebut, jaminan bahwa negara masih tetap memegang hak 
penguasaannya atas air itu menjadi syarat yang tak dapat ditiadakan dalam 
menilai konstitusionalitas UU SDA. Jaminan ini terlihat dalam enam prinsip 
dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air. Keenam prinsip dasar tersebut, 
yakni pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan 
untuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air, 
sepanjang pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk pertanian rakyat di 
atas diperoleh langsung dari sumber air.

Swasta Tidak Boleh Kuasai Pengelolaan Air

Kemudian, konsep hak dalam Hak Guna Air harus dibedakan dengan konsep hak dalam 
pengertian umum dan haruslah sejalan dengan konsep res commune yang tidak boleh 
menjadi objek harga secara ekonomi. Selain itu,Konsep Hak Guna Pakai Air dalam 
UU SDA harus ditafsirkan sebagai turunan (derivative) dari hak hidup yang 
dijamin oleh UUD 1945. Oleh karenanya, pemanfaatan air di luar Hak Guna Pakai 
Air, dalam hal ini Hak Guna Usaha Air, haruslah melalui permohonan izin kepada 
Pemerintah yang penerbitannya harus berdasarkan pada pola yang disusun dengan 
melibatkan peran serta masyarakat yang seluas-luasnya. Oleh karena itu, Hak 
Guna Usaha Air tidak boleh dimaksudkan sebagai pemberian hak penguasaan atas 
sumber air, sungai, danau, atau rawa.

Hak Guna Usaha Air merupakan instrumen dalam sistem perizinan yang digunakan 
Pemerintah untuk membatasi jumlah atau volume air yang dapat diperoleh atau 
diusahakan oleh yang berhak sehingga dalam konteks ini, izin harus dijadikan 
instrumen pengendalian, bukan instrumen penguasaan. “Dengan demikian, swasta 
tidak boleh melakukan penguasaan atas sumber air atau sumber daya air tetapi 
hanya dapat melakukan pengusahaan dalam jumlah atau alokasi tertentu saja 
sesuai dengan alokasi yang ditentukan dalam izin yang diberikan oleh negara 
secara ketat,” ujar Hakim Konstitusi Aswanto.

Petani Tidak Dikenai Biaya Pengelolaan SDA

Hal lain yang dipertimbangkan MK, terkait prinsip “penerima manfaat jasa 
pengelolaan sumber daya air wajib menanggung biaya pengelolaan” harus dimaknai 
sebagai prinsip yang tidak menempatkan air sebagai objek untuk dikenai harga 
secara ekonomi. Dengan demikian, tidak ada harga air sebagai komponen 
penghitungan jumlah yang harus dibayar oleh penerima manfaat. Di samping itu, 
prinsip ini harus dilaksanakan secara fleksibel dengan tidak mengenakan 
perhitungan secara sama tanpa mempertimbangkan macam pemanfaatan sumber daya 
air. “Oleh karena itu, petani pemakai air, pengguna air untuk