RE: [iagi-net-l] Gempa Myanmar 24 Maret 2011 (7,0 Mw) dan SE Asia Extrusion/Escape Tectonics

2011-03-30 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Pak Edison, maaf diskusinya saya buka untuk umum ya..

Kabar saya baik saja, bisa dilihat dari tulisan2 saya di milis (he2..).

1. Sagaing Fault sangat mirip dengan Sumatra Fault dari segi tektonik dan 
historinya. Kedua sesar ini pernah mengakomodasi extrusion tectonics, terutama 
pada saat Paleogen dan Neogen awal, kemudian kini mengakomodasi gerak lempeng 
kerak samudera Hindia yang vektornya oblique di Sumatra dan sejajar di Myanmar. 
Kecepatan 18 mm/tahun untuk slip rate Sagaing Fault adalah kecepatan 
konvergensi kerak samudera Hindia di Teluk Bengala, bukan kecepatan ekstrusi 
sesar ini akibat extrusi India-Eurasia. Extrusi masih terjadi, tetapi minimal 
sebab kerak samudera Hindia kini telah menutup jalan extrusi SE Asia ke arah 
tenggara.

Antara Sagaing Fault dan Sumatra Fault ada dogleg yang bersifat membuka karena 
kedua sesar ini sama-sama dextral. Di titik junction kedua sesar ini yang 
berkembang adalah pemekaran Laut Andaman, yang terbuka dalam sistem releasing 
bend. Pengaruh Sagaing Fault kepada Sumatra Fault tidak ada, kecuali ke 
pembukaan Andaman itu karena segmen Sagaing dan segmen Sumatra Fault saling 
berbeda.

2. Saya tak menemukan remnant Ceno-Tethys Ocean saat ini di Indonesia Barat. 
Yang ada adalah kerak-kerak samudera sebagai dispersed ophiolite masses yang 
tersingkap di Ciletuh, Luk Ulo dan Bantimala/Barru/Biru-Sulawesi Selatan. 
Tetapi itu umurnya Latest Mesozoic-Earliest Tertiary. Saya tak memasukkan itu 
di paper saya di IPA 2010 sebagai Meso/Ceno-Tethys oceanic remnants karena 
meyakini bahwa produk ofiolit itu merupakan hasil scrapping off subduction, 
bukan hasil obducted ophiolites. Sebab bila obducted ophiolites, maka harus ada 
mikrokontinen di sebelah samuderanya yang saat ini belum definitif ada. Kerak 
Samudera Hindia sekarang yang menyusup di bawah Sumatra dan Jawa berbeda-beda 
umurnya, ada yang hasil pemekaran Mesozoic, ada yang hasil pemekaran Tertiary, 
sehingga kalau sebagian merupakan sisa2 Meso-Tethys dan Ceno-Tethys yang tak 
menjadi suture, bisa saja kondisi geologi Indonesia sekarang sebagian 
dikontribusi oleh kerak2 samudera hasil pemekaran
Mesozoic dan Cenozoic.

Pembentukan graben-graben di NSB, CSB, SSB betul adalah diakomodasi oleh 
extrusion tectonics berupa sesar mendatar Sumatra Paleogen (300 deg NE) yang 
terjadi sebagai akibat extrusion tectonics oleh benturan India kepada Eurasia. 
Sesar mendatar Sumatra ini terjadi tidak di sembarang tempat, tetapi di suture 
besar yang terjadi antara Mergui terrane dan Woyla terrane. Di bawah basin2 
NSB, CSB, SSB sebelumnya ada akresi basement dengan berbagai pola deformasi 
(fabric structural grain) yang rumit. Saat Sesar Sumatra aktif oleh ekstrusi, 
extensional slip dari sesar mendatar Sumatra ini (setiap sesar mendatar 
mempunyao komponen ekstensi)mengoyak setiap akresi basement menjadi jalur-jalur 
pembukaan graben. Maka arah graben mencerminkan pola akresi basement-nya. Sesar 
Sumatra prduk ekstrusi bertugas membukanya. Bedakan dengan Sesar Sumatra saat 
ini (330 deg NE) yang merupakan produk oblique subduction, dan tugasnya bukan 
membuka cekungan, tetapi menghasilkan en
echelon deformation di lapisan2 Neogen.

Seperti yang saya jelaskan di atas, Andaman terbuka karena berkembang di dogleg 
yang membuka (releasing bend) antara Sesar Sagaing dan Sesar Sumatra. Andaman 
terbuka pada Neogen, sementara semua horst-graben di NSB, CSB, SSB terbuka pada 
Paleogen; jadi mereka tak berhubungan meskipun trend gravity-nya sama.

Silakan Pak Edison, kapan2 kita bisa diskusi lagi lebih detail.

salam,
Awang

--- Pada Rab, 30/3/11, H. Edison Sirodj (PEX/PCSB) 
mailto:edisonsirodj%40petronas.com.my>> menulis:

> Dari: H. Edison Sirodj (PEX/PCSB) 
> mailto:edisonsirodj%40petronas.com.my>>
> Judul: RE: [iagi-net-l] Gempa Myanmar 24 Maret 2011 (7,0 Mw) dan SE Asia 
> Extrusion/Escape Tectonics
> Kepada: awangsaty...@yahoo.com<mailto:awangsatyana%40yahoo.com>
> Cc: "Edison Sirodj" mailto:esirodj%40yahoo.com>>
> Tanggal: Rabu, 30 Maret, 2011, 10:28 AM
> Pak Awang,
>
> Apakhabar?mudah2an sehat ya karena sangat aktif sekali
> menulis masalah-masalah geology.
>
> Pak Awang menyambung tulisan dibawah ini dan juga
> tulisannya di IPA 2010 tentang "finding Thetys oceans di
> Indonesia sangat menarik.
> Apalagi bahasan dibawah berkaitan dengan gempa yang terjadi
> di Myanmar minggu lalu.
>
> 1. Saya mau bertanya nih ; apakah extrusion tectonic yg
> disebutkan dibawah itu juga diakibatkan adanya pergerakan
> oceanic crust (terutama dari arah India) yang memang masih
> aktif sehingga di sudut utara dari Sagaing kembali tertekan
> dan menggerakan komponent2 sesar dari Sagaing dan
> antitetik2nya. Kalau Sagaing masih terus bergerak dgn
> 18mm/tahun apakah dorongannya akan mempengaruhi system sesar
> Sumatra yang memang berada di ujung selatannya?
>
> 2. Dari tulisan IPA2010, pak Awang membahas tentang 3

RE: [iagi-net-l] Gempa Myanmar 24 Maret 2011 (7,0 Mw) dan SE Asia Extrusion/Escape Tectonics

2011-03-30 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Pak Sugeng,

Betul Pegunungan Himalaya sampai saat ini masih terus bertambah tingginya 
karena suatu gaya tektonik gayaberat/vertikal yang disebut "ekshumasi". Ada 
sebagian kerak kontinen India yang ikut menyusup di bawah Tibet karena terikat 
oleh kerak samudera di depannya saat subduksi pra-Eosen terjadi. Karena kerak 
kontinen lebih ringan, kerak ini tak bisa masuk mengikuti kerak samuderanya 
masuk ke dalam mantel. Sambungan antara kerak benua dan kerak samudera ini 
putus (break off). Sejak saat itu, kerak kontinen yang ikut menyusup ini 
melakukan 'ekshumasi', yaitu terangkat (kembali) ke atas karena densitasnya 
yang lebih ringan dibandingkan sekelilingnya. Naiknya kembali kerak kontinen 
ini menyebabkan Tibet terangkat, yang selanjutnya akan mengangkat Pegunungan 
Himalaya. Jaringan GPS yang disebar oleh beberapa lembaga penelitian di sini 
menemukan penambahan ketinggian Himalaya sekitar 15 mm/tahun.

Pegunungan Himalaya sesungguhnya adalah sebuah suture - sambungan, yaitu zone 
benturan antara India dan terrane dari Eurasia bernama sektor Tibet. Sebelum 
India membentur Tibet, di wilayah Himalaya ini adalah kerak samudera Tethys 
(Ceno-Tethys) yang lalu tertekan, terobduksi ke satu sisi, bahkan kemudian 
lepas dari kerak samudera induknya, sehingga jalur kerak samudera tertekan ini 
(baca: ofiolit) menjadi rootless alias tak punya akar seperti ditunjukkan oleh 
data gayaberat dan crustal architecture-nya. Sebagai batas kontinen maka di 
wilayah Himalaya ini diendapkan juga sedimen2 paparan dan lautdalam. Semua 
batuan ini, baik ofiolit, gamping paparan, dan silisiklastik lautdalam kini 
tertekan menjulang menjadi pegunungan paling tinggi di dunia di atas 8500 mdpl: 
Himalaya.

Saat ini Himalaya bukan jalur gunungapi sebab ini adalah pegunungan benturan 
(bandingkan dengan Meratus di Kalimantan Selatan, dan Punggung Tengah Papua di 
Papua). Tetapi gejala magmatis berupa intrusi-intrusi tetap terjadi. Kalau mau 
mencari subduction-related volcanism ala Sumatra-Jawa, maka kita harus 
melacaknya sampai ke pra-Eosen, yaitu Mesozoic, saat subduksi kerak samudera di 
depan India masih menunjam di bawah Eurasia.

Pegunungan-pegunungan yang Pak Sugeng sebutkan (a.l. Pegunungan-2 Ningjing 
Shan, Hengdun Shan -Shan = pegunungan) di Cina selatan, semuanya itu adalah 
pegunungan-pegunungan benturan juga (suture). Menurut teori terrane tectonics, 
kerak kontinen Eurasia itu dibangun oleh banyak blok terrane/mikrokontinen yang 
dulu saling terpisah kemudian sekarang bersatu melalui peristiwa tektonik. 
Jadi, pegunungan-pegunungan itu sebenarnya membatasi dua atau tiga terrane yang 
berbeda. Amalgamasi (bersatunya) terranes ini semuanya terjadi pada Mesozoic. 
Ketika extrusion tectonics terjadi mulai Eosen, beberapa jalur pegunungan yang 
sesungguhnya merupakan jalur lemah sambungan/suture ini kemudian tereaktivasi 
menjadi sesar2 mendatar besar seperti Karakorum Fault, Altyn Tagh Fault yang 
sering menjadi sarang episentrum gempa di wlayah Cina selatan dan barat.

Kecuraman lembah sungai-sungai di pegunungan benturan ini sebagian besar 
disebabkan reaktivasi pegunungan ini menjadi zona-zona sesar mendatar yang 
master faultnya selalu vertikal dan membuat tebing sangat curam di bidang 
sesarnya. Tak mengherankan para pendekar kung fu di Tibet memanfaatkan alam ini 
untuk menempa dirinya...

Stone Forest di Kunming iya itu adalah bentukan alam atas batugamping yang 
membentuk pinnacle yang luar biasa. Boleh dibandingkan dengan semua pinnacle 
Kais di Ayamaru, Kepala Burung Papua. Semoga jadi jalan2 Pak Sugeng dan bisa 
membagi ceritanya di sini.

salam,
Awang

--- Pada Rab, 30/3/11, Sugeng Hartono 
http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=sugeng.hart...@petrochina.co.id>>
 menulis:

> Dari: Sugeng Hartono 
> http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=sugeng.hart...@petrochina.co.id>>
> Judul: Re: [iagi-net-l] Gempa Myanmar 24 Maret 2011 (7,0 Mw) dan SE Asia 
> Extrusion/Escape Tectonics
> Kepada: 
> iagi-net@iagi.or.id<http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=iagi-net@iagi.or.id>,
>  "Forum HAGI" 
> http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=fo...@hagi.or.id>>,
>  "Geo Unpad" 
> http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=geo_un...@yahoogroups.com>>,
>  "Eksplorasi BPMIGAS" 
> http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>>
> Tanggal: Rabu, 30 Maret, 2011, 9:45 AM
> Pak Awang yang baik,
>
> Trimakasih atas artikel singkatnya yang menarik.
> Bahwa sampai saat ini kerak India masih bergerak, dan
> gunung Himalaya masih terus bertambah tinggi. Walaupun
> gunung, tetapi Himalaya tidak mengeluarkan api atau lahar
> seperti layaknya gunung-2 di negeri kita. Apakah ini dapat
> dijelaskan bahwa Himalaya terbentuk karena gerak lempeng
> tektonik? Ini perlu saya tanyakan sebab saya sekali-2
> mendongeng tentang ge

Re: [iagi-net-l] Gempa Myanmar 24 Maret 2011 (7,0 Mw) dan SE Asia Extrusion/Escape Tectonics

2011-03-29 Terurut Topik Sugeng Hartono

Pak Awang yang baik,

Trimakasih atas artikel singkatnya yang menarik.
Bahwa sampai saat ini kerak India masih bergerak, dan gunung Himalaya masih 
terus bertambah tinggi. Walaupun gunung, tetapi Himalaya tidak mengeluarkan 
api atau lahar seperti layaknya gunung-2 di negeri kita. Apakah ini dapat 
dijelaskan bahwa Himalaya terbentuk karena gerak lempeng tektonik? Ini perlu 
saya tanyakan sebab saya sekali-2 mendongeng tentang geologi untuk "non 
geologist".
Kembali ke "extrusion tectonics", gerakan lateral suatu kerak bumi, tentunya 
plateu Tibet akan berpengaruh ke arah timur (pegunungan-2 Ningjing Shan, 
Hengdun Shan di China selatan) sehingga terbentuk sungai-2 yang luar biasa 
dalam tebingnya. National Geographic pernah menayangkan kehidupan warga di 
sekitar sungai yang curam ini. Mereka, para petani dan penduduk sudah biasa 
melintasi sungai (untuk ke ladang atau berkunjung ke kerabat) dengan naik 
"cable car" yang terbuat dari keranjang yang menggantung di tali baja. 
Barang-2 bawaan, ternak (sapi juga) masuk ke dalam keranjang, lalu ada 
seorang bapak yang bertugas sebagai "pengemudi" menggerakkan cable car ini 
secara manual. Sungguh pemberani mereka itu.
Tentang "Stone Forest" di sekitar  kota Kunming yang menjadi obyek wisata 
andalan, saya menduga ini singkapan batu gamping. Apakah Pak Awang bisa 
menjelaskan ini? Trimakasih. Kalau tidak ada perubahan, saya diajak untuk 
dolan ke Kunming, lalu ke arah barat, kota Dali (4100 m), dan terakhir ke 
arah utara ke kota Zhongdian (Shangrila). Konon tempat ini merupakan 
"paradise" yang indah, pernah ditulis sebagai novel Lost Horizon oleh 
penulis Inggris, James Hiltan (1933).


Salam,
sugeng


- Original Message - 
From: "Awang Satyana" 
To: "IAGI" ; "Forum HAGI" ; "Geo 
Unpad" ; "Eksplorasi BPMIGAS" 


Sent: Wednesday, March 30, 2011 12:31 AM
Subject: [iagi-net-l] Gempa Myanmar 24 Maret 2011 (7,0 Mw) dan SE Asia 
Extrusion/Escape Tectonics



Tapponier et al. (1982 – Propagating extrusion tectonics in Asia : new 
insights from simple experiments with plasticine, Geology, vol. 10, pp. 
611-616.), semua yang pernah bekerja dengan tektonik SE Asia pasti mengenal 
publikasi ini, mengatakan bahwa akibat India membentur Eurasia di sektor 
Tibet pada sekitar 50-40 Ma (Eosen) terjadilah apa yang disebutnya 
“extrusion tectonics”, yaitu gerakan keluar secara lateral suatu segmen 
kerak bumi relatif terhadap massa induknya akibat benturan. Paul Tapponier 
dkk kala itu melakukan pemodelan analog konsepnya dengan ‘plasticine box’. 
Melalui model itu, sesar-sesar mendatar regional yang keluar dari wilayah 
benturan diketahui sebagai media gerakan ekstrusi, a.l: Red River Fault dan 
Sumatran Fault.


Senada dengan Tapponier, Burke dan Sengor (1986 – Tectonic escape in the 
evolution of the continental crust in Barazangi, M. and Brown, L. (eds), 
Reflection Seismology, American Geophysical Union Geodynamic Series, no. 14, 
pp. 41-53) menyebut apa yang diterangkan Tapponier et al. (1982) ini sebagai 
“escape tectonics” (karena memang segmen kerak bumi itu ‘lari’- escape- 
menjauhi massa kerak induknya). Kevin Burke dan Celal Sengor di dalam 
publikasinya itu menerangkan geometri dan ‘hukum-hukum’ yang mengatur escape 
tectonics.


Karena Indonesia dibangun oleh beberapa benturan kontinen dan mikrokontinen, 
di samping subduksi dan akresi, maka ideal menerapkan prinsip2 
escape/extrusion yang digagas oleh Tapponier et al. (1982) dan Burke and 
Sengor (1986). Aplikasi pertama post-collision escape tectonics untuk 
seluruh wilayah Indonesia telah saya lakukan dan dipublikasikan di pertemuan 
PIT IAGI 2006 di Pakanbaru (Satyana, 2006: Post-collisional tectonic escapes 
in Indonesia: fashioning the Cenozoic history, Proceedings IAGI Riau 2006).


Banyak yang mengatakan bahwa ekstrusi SE Asia telah berakhir dengan 
ditutupnya ‘free oceanic edge’ oleh berjalannya Australia ke utara dan Papua 
serta Pasifik ke barat. ‘Free oceanic edge’ adalah istilah dari Burke dan 
Sengor (1986) yang mengatakan bahwa arah2 escape selalu menuju kerak 
samudera yang belum tertutup kontinen. Secara regional, bahwa ekstruksi SE 
Asia telah selesai adalah benar, tetapi secara lokal tidak. Sebab, indentor 
utama (indentor = pembentur) yaitu India masih terus ‘merangsek’ Tibet 
meskipun ditekuk Pegunungan Himalaya. Penelitian jaringan GPS di Pegunungan 
Himalaya oleh joint research dari University of Alaska, University of 
Colorado, Xi'an College of Geology, Wuhan Technical University of Surveying 
and Mapping, dan the State Seismological Bureau, Wuhan menyimpulkan bahwa 
kerak India masih berjalan di bawah Tibet dengan kecepatan sekitar 20 +/- 3 
mm/tahun dengan vektor konvergensi N 5deg E (Freymueller and Bilham, 2011
- Displacements and Strain in the India-Eurasia Plate Collision Zone: 
http://www.aeic.alaska.edu/input/jeff/Tibet/India.html.). Sementara itu, 
gera

[iagi-net-l] Gempa Myanmar 24 Maret 2011 (7,0 Mw) dan SE Asia Extrusion/Escape Tectonics

2011-03-29 Terurut Topik Awang Satyana
Tapponier et al. (1982 – Propagating extrusion tectonics in Asia : new insights 
from simple experiments with plasticine, Geology, vol. 10, pp. 611-616.), semua 
yang pernah bekerja dengan tektonik SE Asia pasti mengenal publikasi ini, 
mengatakan bahwa akibat India membentur Eurasia di sektor Tibet pada sekitar 
50-40 Ma (Eosen) terjadilah apa yang disebutnya “extrusion tectonics”, yaitu 
gerakan keluar secara lateral suatu segmen kerak bumi relatif terhadap massa 
induknya akibat benturan. Paul Tapponier dkk kala itu melakukan pemodelan 
analog konsepnya dengan ‘plasticine box’. Melalui model itu, sesar-sesar 
mendatar regional yang keluar dari wilayah benturan diketahui sebagai media 
gerakan ekstrusi, a.l: Red River Fault dan Sumatran Fault. 

Senada dengan Tapponier, Burke dan Sengor (1986 – Tectonic escape in the 
evolution of the continental crust in Barazangi, M. and Brown, L. (eds), 
Reflection Seismology, American Geophysical Union Geodynamic Series, no. 14, 
pp. 41-53) menyebut apa yang diterangkan Tapponier et al. (1982) ini sebagai 
“escape tectonics” (karena memang segmen kerak bumi itu ‘lari’- escape- 
menjauhi massa kerak induknya). Kevin Burke dan Celal Sengor di dalam 
publikasinya itu menerangkan geometri dan ‘hukum-hukum’ yang mengatur escape 
tectonics. 

Karena Indonesia dibangun oleh beberapa benturan kontinen dan mikrokontinen, di 
samping subduksi dan akresi, maka ideal menerapkan prinsip2 escape/extrusion 
yang digagas oleh Tapponier et al. (1982) dan Burke and Sengor (1986). Aplikasi 
pertama post-collision escape tectonics untuk seluruh wilayah Indonesia telah 
saya lakukan dan dipublikasikan di pertemuan PIT IAGI 2006 di Pakanbaru 
(Satyana, 2006: Post-collisional tectonic escapes in Indonesia: fashioning the 
Cenozoic history, Proceedings IAGI Riau 2006).

Banyak yang mengatakan bahwa ekstrusi SE Asia telah berakhir dengan ditutupnya 
‘free oceanic edge’ oleh berjalannya Australia ke utara dan Papua serta Pasifik 
ke barat. ‘Free oceanic edge’ adalah istilah dari Burke dan Sengor (1986) yang 
mengatakan bahwa arah2 escape selalu menuju kerak samudera yang belum tertutup 
kontinen. Secara regional, bahwa ekstruksi SE Asia telah selesai adalah benar, 
tetapi secara lokal tidak. Sebab, indentor utama (indentor = pembentur) yaitu 
India masih terus ‘merangsek’ Tibet meskipun ditekuk Pegunungan Himalaya. 
Penelitian jaringan GPS di Pegunungan Himalaya oleh joint research dari 
University of Alaska, University of Colorado, Xi'an College of Geology, Wuhan 
Technical University of Surveying and Mapping, dan the State Seismological 
Bureau, Wuhan menyimpulkan bahwa kerak India masih berjalan di bawah Tibet 
dengan kecepatan sekitar 20 +/- 3 mm/tahun dengan vektor konvergensi N 5deg E 
(Freymueller and Bilham, 2011
 - Displacements and Strain in the India-Eurasia Plate Collision Zone: 
http://www.aeic.alaska.edu/input/jeff/Tibet/India.html.). Sementara itu, gerak 
lateral lempeng pembawa India adalah 45 mm/tahun. Dengan masih bergeraknya 
indentor utama, maka escape tectonics masih mungkin terjadi (Burke & Sengor, 
1986).

Gempa Myanmar tanggal 24 Maret 2011 yang lalu (7,0 Mw), pusat gempa dari 
kedalaman 10 km,  membuktikan bahwa extrusion/escape tectonics ini masih 
terjadi. Gempa kuat ini terjadi pada pukul 20.25 waktu setempat, membuat jatuh 
korban paling sedikit 74 tewas, 111 terluka, 413 bangunan rusak, satu jembatan 
runtuh dan tanah longsor. Gempa menggoncang kuat Myanmar, Thailand, Vietnam, 
juga dirasakan di Yunnan dan Guangxi, China. 

Myanmar dikawal di sisi baratdaya dan timurlautnya oleh sesar-sesar mendatar 
dextral Sagaing Fault dan sinistral Red River Fault (Packham, 1996: Cenozoic SE 
Asia reconstruction - Geo. Soc. Spec. Publ. 106, p. 123-152). Sagaing Fault 
masih bergerak dengan kecepatan 18 mm/tahun berdasarkan data GPS.  Lokasi 
episentrum gempa berada di tengah blok-blok yang dibatasi dua sesar mendatar 
besar ini. Blok-blok ini sesungguhnya juga berbenturan atau berpapasan dibatasi 
oleh punggungan atau sesar mendatar. Di area lokasi episentrum terjadi papasan 
antara blok Shan plateau dengan Shan-Thai block yang batasnya berupa 
sesar-sesar antitetik sinistral relatif terhadap sesar utama dekstral Sagaing 
Fault. Bahwa mekanisme penyesaran penyebab gempa Myanmar kemarin terjadi di 
salah satu sesar antitetik sinistral di atas, dibuktikan dengan focal mechanism 
gempa Myanmar, yang mengindikasi left-lateral (sinistral) slip pada sesar2 
antitetik Red River Fault dan Sagaing Fault.
 Jadi meskipun skalanya lokal, gerakan-gerakan sesar mendatar di wilayah ini, 
terutama yang master fault-nya, menunjukkan masih aktifnya gerak 
ekstrusi/escape di wilayah ini.

salam,
Awang





PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
---