Re: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total
Entah tuh, apakah buku thesis Mahmud itu menyertakan lampiran kontrak aselinya antara Pertamina dengan PSC itu. Karena biasanya sesudah kontrak berjalan itu sering muncul yang disebut "side letter"2 yang biasanya merubah isi kontrak yang aselinya itu. RPK - Original Message - From: Bandono Salim To: Iagi Sent: Wednesday, March 25, 2015 3:38 PM Subject: Re: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total karena utang, ya yang berhak ya yang memberi hutang, dengan segala persyaratannya. kira kira begitu ya. setuju syaratnya boleh pinjam uang; tidak setuju ya tidak dapat uang. kira kira begitu ya? Pada 24 Mar 2015 07:25, "Rovicky Dwi Putrohari" menulis: Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong. Quote : "Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting. Mereka mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan modalnya dan bersama bank menentukan cara pembayarannya dari penjualan migas (escrow account). Pemerintah harus nurut." Disitulah problem muncul ketika kesepakatan nasional dalam UUD kita berbicara lain bahwa semua SDA dikuasai negara. Jadi ketika "pemerintah harus nurut" inilah konflik terjadi. Semangat "kepemilikan" SDA ini menjadikan perebutan antara "kontraktor/perusahaan/Oil co" dengan "negara/pemerintah" yang mendapat mandat rakyat untuk mengelola SDA "milik" negara. Perbedaan pandangan dari sisi negara/pemerintah/rakyat tentunya menginginkan kontraktor-lah yang harus nurut. Rakyat akan mengatakan, "Ini negara gue". Tetapi Kontraktor/penggarap/OilCo akan mengatakan "Lah aku kan udah bertaruh sewaktu ngebor. Jadi disini ada hak gue untuk mengaturnya". Quote 2 : "Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya cadangan. Begitu discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S, bukan di buku Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa cadangan ini secara prakstis adalah milik K3S. Kasarnya, K3S disebut sebagai kontraktor atau pesuruh pun tidak jadi soal, asal cadangan atas namanya. " Ketika pembicraan sudah mulai kepada keekonomian maka "Bank"-lah yang menentukan. Atau pemilik modal lah yang menentukan. Karena kalau biayanya besar tentunya modal diambil dari bank (investor) dengan perhitungan minimum keekonomian yang sudah dimilikinya. Yang sering terlewat dalam dalam menilai keeknonomian sebuah sumberdaya yang masih dibawah tanah adalah biaya karena "teknologi". Hampir tidak ada yang bertanya mengapa logging mengambil data sumur itu biayanya 1 $/feet (misalnya). Yang menentukan harga ini seringkali kemauan pemilik teknologi (SLB,HAL,BA dll). KIta hapir tak pernah bertanya mengapa logging itu biayanya mahal. Para service co ini mengatakan karena biaya riset dsb. Tetapi kalau kita tengok biaya atau ongkos logging dan services yang lain di Indonesia ini jauuuh lebih mahal ketimbang service yang sama di negara lain. Disadarai ada faktor "percaloan" didalam negeri. Tetapi mungkin ada faktor lain mengapa "charge" di Indonesia menjadi mahal. Banyak yang menduga (suudzon) karena nantinya biaya mahal akan di cost recovery"-kan maka harga mahalpun tidak apa-apa ? Dugaan yang mungkin kurang berdasar diatas itu menjadikan "istilah cost recovery menjadi sangat sensitip. Karena negara sebagai pemilik awal SDA hanya mendapatkan untung sedikit karena biayanya mahal. just my 2c RDP -- "Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip". 2015-03-24 6:38 GMT+07:00 Ong Han Ling : Selamat pagi Pak Yudie, Tulisan Anda: "Dalam PSC, posisi K3S hanyalah kontraktor alias Penggarap, itu tertulis jelas dalam kontrak" perlu saya beri sedikit tanggapan. Pendapat Anda tsb. adalah pendapat banyak orang, tapi ini bisa "misleading". Orang membayangkan peggarap sebagai petani yang miskin dan bisa diperlakukan sewenang-wenang oleh landlord. Di Jawa umpama, hasil panen dibagi menurut perjanjian: perapat, pertelu atau paroh. Meskipun musim paceklik dan harga pupuk naik, penbagian tetap berdasarkan panen yang diperoleh. Ceritera ini sering dijadikan contoh untuk menerangkan PSC. Daniel Johnston (2002) dalam bukunya menyebutnya sebagai "the jargon of the industry". Oil company adalah oil company, di PSC dia disebut kontraktor. Di sistim R/T disebut sebagai Oil Co. Padahal perusahaan sama dan namanya "Shell". Demikian juga yang sering disalah artikan adalah istilah "cost recovery" yang tidal lain adalah "cost" atau "reimbursement" atau "deduction". Tidak ada special dalam "cost recovery. Semua cost memang harus di-recover dari pendapatan
Re: RE: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total
> Saya , .kira pandangan pak Ong benar. > Vicky , desertasi pak.Mahmud mengenai presepsi pscs ylthd kontrak psc dlm.desertasi beliau sangat bagus untuk melihat presepsi.mereka. > si Abah Abah Saya juga sepakat bahwa pendapat Pak Ong benar dari pandangan hukum kontrak yang sedang berjalan. Dari sisi ini saya manggut-manggut juga kok. Saya hanya punya ilustrasi kejadian di Amerika. Suatu saat seorang Chief Indian mendatangi presiden Amerika serikat sambil membawa surat kumel dan mengatakan, "Pak Presiden, kami hanya percaya pada bapak, mohon kami dibantu membaca surat yang telah kami beri cap jempol ini. Kami masih buta huruf". Jawab presiden, "Maaf ini artinya anda sudah menyerahkan tanahmu kepada mereka" Ilustrasi diatas dapat kita mengerti dengan mudah karena surat kontrak itu memang mengatakan begitu. Dan aturan yang ditandatangani memang begitu. Tidak ada yang salah dengan para kontraktor yang mengatakan *"pemerintah harus nurut"* sesuai perjanjian. Sayangnya masayarakat kita masih banyak yang buta huruf tidak mampu membacanya. Mereka hanya tahu pasal 33 UUD45 dengan bahasa dan daya nalarnya yang sederhana. Kasus yang mirip sebenernya ketika ada nenek-nenek mengambil buah kokoa dihutan yang akhirnya ditangkap dan dihukum karena tuduhan mencuri di areal perkebunan. Dikiranya ini masih jaman dimana buah kokoa hutan masih boleh diambil siapa saja. Nenek ini tidak tahu bahwa sudah ada yang namanya tanah garapan dengan kontrak dari pemerintah. Sebagai pekerja migas tentusaja, bila memang "pemerintah harus nurut" itu berlaku sayapun akan diuntungkan karena menjadi bagian dari proses sebuah perusahaan yang mengusahakan migas. Tetapi bagi yang tidak merasa menjadi bagian dari pengusahaan migas akan membaca pasal 33 UUD45 dengan kemampuan bacanya. Saya yakin kebanyakan di milist ini adalah pekerja ekstraksi yang akan diuntungkan seperti saya. Cuman kasian saja dengan "indian" ataupun "enenk-nenek" yang mengambil kokoa. Eniwei, Minggu lalu saya diundang Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk bersama-sama menulis buku tentang DIASPORA MELANESIA. Tentunya mengisi porsi artikel tentang "dongeng" geologinya. Sebagi infosaja, issue yang berkembang saat ini adalah rentan-nya Indonesia Timur akibat penduduk aslinya merasa terpinggirkan dan salah satunya merasa tidak diajak serta dalam pengusahaan sumberdaya alam dan pembangunan. Tinjauannya tentunya antropologi dan kebudayaan Melanesian yang sebenernya Melanesian itu lebih banyak di Indonesia ketimbang di Vanuatu. Sangat disadari secara antropologis melanesian berbeda dengan melayu, berbeda cara pandang budaya seni juga melihat kehidupan ini. Namun interaksinya bisa dilihat secara antropologis sudah berkembang sangat lama, dan akhirnya menjadi Indonesia. Barangkali saja melanisean ini, mirip juga dengan indian, mirip dengan nenek-nenek yg mengambik kokoa, dan mungkin mirip dengan orang yang hanya mampu melihat sumberdaya alam di negaranya dengan kacamata pasal 33 UUD45 secara lugas. maaf malah nggladrah kemana-mana. Salam RDP EKSKURSI 200 TAHUN ERUPSI TAMBORA & 55 TAHUN IAGI Bima, NTB tanggal 11-14 April 2015 http://www.iagi.or.id/event/200-years-of-tambora-eruption-iagi-55th-anniversary Registrasi: Email : sekretariatm...@gmail.com Telp : 085262076783 (Enrico Aritonang) Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa) Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list.
Re: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total
karena utang, ya yang berhak ya yang memberi hutang, dengan segala persyaratannya. kira kira begitu ya. setuju syaratnya boleh pinjam uang; tidak setuju ya tidak dapat uang. kira kira begitu ya? Pada 24 Mar 2015 07:25, "Rovicky Dwi Putrohari" menulis: > Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong. > > Quote : *"**Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting. > Mereka mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan > modalnya dan bersama bank menentukan cara pembayarannya dari penjualan > migas (escrow account). Pemerintah harus nurut."* > > Disitulah problem muncul ketika kesepakatan nasional dalam UUD kita > berbicara lain bahwa semua SDA dikuasai negara. Jadi ketika "*pemerintah > harus nurut*" inilah konflik terjadi. Semangat "kepemilikan" SDA ini > menjadikan perebutan antara "kontraktor/perusahaan/Oil co" dengan > "negara/pemerintah" yang mendapat mandat rakyat untuk mengelola SDA "milik" > negara. > > Perbedaan pandangan dari sisi negara/pemerintah/rakyat tentunya > menginginkan kontraktor-lah yang harus nurut. Rakyat akan mengatakan, "Ini > negara gue". Tetapi Kontraktor/penggarap/OilCo akan mengatakan "Lah aku kan > udah bertaruh sewaktu ngebor. Jadi disini ada hak gue untuk mengaturnya". > > > Quote 2 : *"Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya > cadangan. Begitu discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S, > bukan di buku Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa > cadangan ini secara prakstis adalah milik K3S. Kasarnya, K3S disebut > sebagai kontraktor atau pesuruh pun tidak jadi soal, asal cadangan atas > namanya. " * > > Ketika pembicraan sudah mulai kepada keekonomian maka "Bank"-lah yang > menentukan. Atau pemilik modal lah yang menentukan. Karena kalau biayanya > besar tentunya modal diambil dari bank (investor) dengan perhitungan > minimum keekonomian yang sudah dimilikinya. > > Yang sering terlewat dalam dalam menilai keeknonomian sebuah sumberdaya > yang masih dibawah tanah adalah biaya karena "teknologi". Hampir tidak ada > yang bertanya mengapa logging mengambil data sumur itu biayanya 1 $/feet > (misalnya). Yang menentukan harga ini seringkali kemauan pemilik teknologi > (SLB,HAL,BA dll). KIta hapir tak pernah bertanya mengapa logging itu > biayanya mahal. Para service co ini mengatakan karena biaya riset dsb. > Tetapi kalau kita tengok biaya atau ongkos logging dan services yang lain > di Indonesia ini jauuuh lebih mahal ketimbang service yang sama di negara > lain. Disadarai ada faktor "percaloan" didalam negeri. Tetapi mungkin ada > faktor lain mengapa "charge" di Indonesia menjadi mahal. > > Banyak yang menduga (suudzon) karena nantinya biaya mahal akan di cost > recovery"-kan maka harga mahalpun tidak apa-apa ? > Dugaan yang mungkin kurang berdasar diatas itu menjadikan "istilah cost > recovery menjadi sangat sensitip. Karena negara sebagai pemilik awal SDA > hanya mendapatkan untung sedikit karena biayanya mahal. > > just my 2c > > RDP > > > > -- > "Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip". > > 2015-03-24 6:38 GMT+07:00 Ong Han Ling : > >> Selamat pagi Pak Yudie, >> >> >> >> Tulisan Anda: "Dalam PSC, posisi K3S hanyalah kontraktor alias >> Penggarap, itu tertulis jelas dalam kontrak" perlu saya beri sedikit >> tanggapan. >> >> >> >> Pendapat Anda tsb. adalah pendapat banyak orang, tapi ini bisa >> "misleading". Orang membayangkan peggarap sebagai petani yang miskin dan >> bisa diperlakukan sewenang-wenang oleh landlord. Di Jawa umpama, hasil >> panen dibagi menurut perjanjian: perapat, pertelu atau paroh. Meskipun >> musim paceklik dan harga pupuk naik, penbagian tetap berdasarkan panen yang >> diperoleh. Ceritera ini sering dijadikan contoh untuk menerangkan PSC. >> >> >> >> Daniel Johnston (2002) dalam bukunya menyebutnya sebagai "the jargon of >> the industry". Oil company adalah oil company, di PSC dia disebut >> kontraktor. Di sistim R/T disebut sebagai Oil Co. Padahal perusahaan sama >> dan namanya "Shell". Demikian juga yang sering disalah artikan adalah >> istilah "cost recovery" yang tidal lain adalah "cost" atau "reimbursement" >> atau "deduction". Tidak ada special dalam "cost recovery. Semua cost memang >> harus di-recover dari pendapatan/revenue. Tidak ada jalan lain. Di >> Indonesia ini menjadi perdebatan yang luar biasa. Kalau ada sesuatu yang >> tidak klop, yang disalahkan adalah karena sistim cost recovery. >> >> >> >> IOC lebih dari penggarap. Mereka yang punya venture capital yang tidak >> ada di Indonesia. Mereka diundang untuk ikut tender. Didunia yang memiliki >> potensi migas lebih dari 120 Negara tetapi yang memiliki venture capital >> terbatas pada 20 Negara terkaya tergabung dalam OECD. Beberapa perusahaan >> IOC yang beroperasi di Indonesia bahkan mempunyai anggaran belanja melebihl >> APBN Indonesia. Mereka bukan seperti petani yang tidak ada pilihan dan >> hanya bisa mengarap tanah yang dimilki landlord. >> >> >> >> Setelah discovery, peran K3S bahkan t
Re: RE: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total
Saya , .kira pandangan pak Ong benar. Vicky , desertasi pak.Mahmud mengenai presepsi pscs ylthd kontrak psc dlm.desertasi beliau sangat bagus untuk melihat presepsi.mereka. si Abah , Sent from Yahoo Mail on Android From:"Ong Han Ling" Date:Wed, 25 Mar, 2015 at 8:33 Subject:RE: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total Selamat pagi Pak Rovicky, Saya ingin mengulas sedikit dan jawaban saya berikan dengan tulisan warna biru dan miring. HL Ong From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of Rovicky Dwi Putrohari Sent: Tuesday, March 24, 2015 7:25 AM To: IAGI Subject: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong. Quote : "Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting. Mereka mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan modalnya dan bersama bank menentukan cara pembayarannya dari penjualan migas (escrow account). Pemerintah harus nurut." Disitulah problem muncul ketika kesepakatan nasional dalam UUD kita berbicara lain bahwa semua SDA dikuasai negara. Jadi ketika "pemerintah harus nurut" inilah konflik terjadi. Semangat "kepemilikan" SDA ini menjadikan perebutan antara "kontraktor/perusahaan/Oil co" dengan "negara/pemerintah" yang mendapat mandat rakyat untuk mengelola SDA "milik" negara. Begitu kita tandatangani PSC kita terikat dan tidak bisa dirubah dan harus nurut. Apalagi PSC kita sudah berjalan 50 tahun. Perbedaan pandangan dari sisi negara/pemerintah/rakyat tentunya menginginkan kontraktor-lah yang harus nurut. Rakyat akan mengatakan, "Ini negara gue". Tetapi Kontraktor/penggarap/OilCo akan mengatakan "Lah aku kan udah bertaruh sewaktu ngebor. Jadi disini ada hak gue untuk mengaturnya". Rakyat kalau tidak setuju, seharusnya menyalahkan Pemerintah dan DPR yang telah membuat, menyetujui dan menadatangani PSC. Namun kalau sudah ditandatgangani, semua pihak harus nurut. Quote 2 : "Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya cadangan. Begitu discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S, bukan di buku Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa cadangan ini secara prakstis adalah milik K3S. Kasarnya, K3S disebut sebagai kontraktor atau pesuruh pun tidak jadi soal, asal cadangan atas namanya. " Ketika pembicraan sudah mulai kepada keekonomian maka "Bank"-lah yang menentukan. Atau pemilik modal lah yang menentukan. Karena kalau biayanya besar tentunya modal diambil dari bank (investor) dengan perhitungan minimum keekonomian yang sudah dimilikinya. Semua pembayaran untuk pembelian LNG umpamanya masuk ke bank yang telah disetujui bersama antara IOC dan Pertamina. Bank berdasarkan kontrak akan membagi, bagian Pertamina dan bagian IOC. Yang sering terlewat dalam dalam menilai keeknonomian sebuah sumberdaya yang masih dibawah tanah adalah biaya karena "teknologi". Hampir tidak ada yang bertanya mengapa logging mengambil data sumur itu biayanya 1 $/feet (misalnya). Yang menentukan harga ini seringkali kemauan pemilik teknologi (SLB,HAL,BA dll). KIta hapir tak pernah bertanya mengapa logging itu biayanya mahal. Para service co ini mengatakan karena biaya riset dsb. Tetapi kalau kita tengok biaya atau ongkos logging dan services yang lain di Indonesia ini jauuuh lebih mahal ketimbang service yang sama di negara lain. Disadarai ada faktor "percaloan" didalam negeri. Tetapi mungkin ada faktor lain mengapa "charge" di Indonesia menjadi mahal. Banyak yang menduga (suudzon) karena nantinya biaya mahal akan di cost recovery"-kan maka harga mahalpun tidak apa-apa ? Dugaan yang mungkin kurang berdasar diatas itu menjadikan "istilah cost recovery menjadi sangat sensitip. Karena negara sebagai pemilik awal SDA hanya mendapatkan untung sedikit karena biayanya mahal. Hal ini bukan khusus berlaku untuk PSC. Semua kerja sama atau joint venture akan timbul prasangka, takut kalau dikibuli. Maka itu pembuatan kontrak sangat penting dan dibuat se detail mungkin. Selain itu, sudut pandang Pemerintah dan IOC bertolak belakang: (1) Pemerintah anggap IOC cheating. IOC anggap Pemerintah greedy/rakus, (2) IOC anggap overun of budget adalah umum di industry perminyakan. Pemerintah anggap biaya harus fix dan di cap/limit supaya jelas penerimaan APBN, (3) Pemerintah menghitung profit berdasarkan NPV dan IRR sedangkan IOC menghitung profit dengan memasukkan kegagalan2 sebelumnya atau faktor risiko dan menghitung profit dengan memakai EV (Expected Value) atau EVA, dan (4) Pemerintah anggap proyek migas jangka panjang dan memikirkan setelah migas habis hingga CSR termasuk pendidikan kejuruan sangat penting, IOC mengangap proyek sekali saja dan CSR sampai proyek selesai demi kelancaran proyek saja. just my 2c RDP -- "Kebanggaan sej
RE: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total
Selamat pagi Pak Rovicky, Saya ingin mengulas sedikit dan jawaban saya berikan dengan tulisan warna biru dan miring. HL Ong From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of Rovicky Dwi Putrohari Sent: Tuesday, March 24, 2015 7:25 AM To: IAGI Subject: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong. Quote : "Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting. Mereka mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan modalnya dan bersama bank menentukan cara pembayarannya dari penjualan migas (escrow account). Pemerintah harus nurut." Disitulah problem muncul ketika kesepakatan nasional dalam UUD kita berbicara lain bahwa semua SDA dikuasai negara. Jadi ketika "pemerintah harus nurut" inilah konflik terjadi. Semangat "kepemilikan" SDA ini menjadikan perebutan antara "kontraktor/perusahaan/Oil co" dengan "negara/pemerintah" yang mendapat mandat rakyat untuk mengelola SDA "milik" negara. Begitu kita tandatangani PSC kita terikat dan tidak bisa dirubah dan harus nurut. Apalagi PSC kita sudah berjalan 50 tahun. Perbedaan pandangan dari sisi negara/pemerintah/rakyat tentunya menginginkan kontraktor-lah yang harus nurut. Rakyat akan mengatakan, "Ini negara gue". Tetapi Kontraktor/penggarap/OilCo akan mengatakan "Lah aku kan udah bertaruh sewaktu ngebor. Jadi disini ada hak gue untuk mengaturnya". Rakyat kalau tidak setuju, seharusnya menyalahkan Pemerintah dan DPR yang telah membuat, menyetujui dan menadatangani PSC. Namun kalau sudah ditandatgangani, semua pihak harus nurut. Quote 2 : "Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya cadangan. Begitu discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S, bukan di buku Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa cadangan ini secara prakstis adalah milik K3S. Kasarnya, K3S disebut sebagai kontraktor atau pesuruh pun tidak jadi soal, asal cadangan atas namanya. " Ketika pembicraan sudah mulai kepada keekonomian maka "Bank"-lah yang menentukan. Atau pemilik modal lah yang menentukan. Karena kalau biayanya besar tentunya modal diambil dari bank (investor) dengan perhitungan minimum keekonomian yang sudah dimilikinya. Semua pembayaran untuk pembelian LNG umpamanya masuk ke bank yang telah disetujui bersama antara IOC dan Pertamina. Bank berdasarkan kontrak akan membagi, bagian Pertamina dan bagian IOC. Yang sering terlewat dalam dalam menilai keeknonomian sebuah sumberdaya yang masih dibawah tanah adalah biaya karena "teknologi". Hampir tidak ada yang bertanya mengapa logging mengambil data sumur itu biayanya 1 $/feet (misalnya). Yang menentukan harga ini seringkali kemauan pemilik teknologi (SLB,HAL,BA dll). KIta hapir tak pernah bertanya mengapa logging itu biayanya mahal. Para service co ini mengatakan karena biaya riset dsb. Tetapi kalau kita tengok biaya atau ongkos logging dan services yang lain di Indonesia ini jauuuh lebih mahal ketimbang service yang sama di negara lain. Disadarai ada faktor "percaloan" didalam negeri. Tetapi mungkin ada faktor lain mengapa "charge" di Indonesia menjadi mahal. Banyak yang menduga (suudzon) karena nantinya biaya mahal akan di cost recovery"-kan maka harga mahalpun tidak apa-apa ? Dugaan yang mungkin kurang berdasar diatas itu menjadikan "istilah cost recovery menjadi sangat sensitip. Karena negara sebagai pemilik awal SDA hanya mendapatkan untung sedikit karena biayanya mahal. Hal ini bukan khusus berlaku untuk PSC. Semua kerja sama atau joint venture akan timbul prasangka, takut kalau dikibuli. Maka itu pembuatan kontrak sangat penting dan dibuat se detail mungkin. Selain itu, sudut pandang Pemerintah dan IOC bertolak belakang: (1) Pemerintah anggap IOC cheating. IOC anggap Pemerintah greedy/rakus, (2) IOC anggap overun of budget adalah umum di industry perminyakan. Pemerintah anggap biaya harus fix dan di cap/limit supaya jelas penerimaan APBN, (3) Pemerintah menghitung profit berdasarkan NPV dan IRR sedangkan IOC menghitung profit dengan memasukkan kegagalan2 sebelumnya atau faktor risiko dan menghitung profit dengan memakai EV (Expected Value) atau EVA, dan (4) Pemerintah anggap proyek migas jangka panjang dan memikirkan setelah migas habis hingga CSR termasuk pendidikan kejuruan sangat penting, IOC mengangap proyek sekali saja dan CSR sampai proyek selesai demi kelancaran proyek saja. just my 2c RDP -- "Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip". 2015-03-24 6:38 GMT+07:00 Ong Han Ling : Selamat pagi Pak Yudie, Tulisan Anda: "Dalam PSC, posisi K3S hanyalah kontraktor alias Penggarap, itu tertulis jelas dalam kontrak" perlu saya beri sedikit tanggapan. Pendapat Anda tsb. adalah pendapat banyak orang, tapi ini bisa "misleading". Orang membayangkan peggarap sebagai petani yang miskin dan bi
Re: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total
Siapa sebetulnya yg membukukan seluruh cadangan sebagai asset contractor? Jelas tdk mungkin pada pembukuan yg diaudit pemerintah. Yg saya tahu yg resmi mereka membukukan sebahagian cadangan yg sesuai dg split-nya atau yg disebut entitlement-nya. Pada zaman Ibu Sutowo contractor sama sekali tdk boleh ada entitlement dari cadangan. Makanya kalau Pertamina mengambil alih Mahakam block, boleh saja lebih dari 50% menjadi PI dari Total dan Inpex, tetapi operatorship harus tetap ditangan Pertamina. Wassalam RPK Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: lia...@indo.net.id Sender: Date: Tue, 24 Mar 2015 20:14:54 To: Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total menyimak tulisan Pak Ong dan RDP jadi pingin ikutan nebeng urun rembug, kata SDA dikuasai oleh negara ( krn dlm UUD masih berklaku ) ini yang banyak didiskusikan diberbagai forum terkait bagaimana implementasinya dalam prakteknya ,Kalau kita simak di putusan MK maka Dikuasai negara ini mempunyai arti yang luas menyangkut berbagai fungsi negara yaitu Fungsi pengurusan yg dilakukan melalui pemerintah dg kewenangannya untuk memberikan perizinan , lisensi dan konsesi , Kemudian fungsi Pengaturan oleh negara ini di jalankan dg pembuatan peraturan perundang undangan ( Parlemen dg pemerintah maupun penmerintah sendiri dlm menerbitkan aturan ( PP )), Fungsi Negara dlm Pengelolaan melalui mekanisme kepemilikan saham melalui keterlibatan langsung dalam managemen melalui kelembagaan/ badan usaha negara , oleh karena itu bentuk Kelembagaan Negara yg mengelola SDA menjadi sangat penting agar bisa ikut dalam managemen pengelolaanya , serta Fungsi Pengawasan dan pengendalian yg dilakukan oleh pemerintah agar kekuasaan thd SDA tsb benar benar digunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran seluruh rakyat , Nah apakah fungsi fungsi tsb sdh dijalankan untuk mengelola SDA selama ini . shg jelas posisi para penggarap itu ada dimana serta hak hak dan kewajibanya.Rupanya kemarin Pembatalan UU Sumberdaya Air tsb juga karena fungsi fungsi negara dalam kekuasaan thd SDA ini tdk dijalankan. Sering disinggung penggarap SDA ( contoh migas ) dianologikan spt penggrap sawah kalau di pedesaan , untuk penggarap sawah biasanya ada istilah Paroan ( 50 = 50 ) , Perapatan ( 75 - 25 ) atau Perwoluan/Perdelapanan ( 85 = 15 ) , untuk kasus Paroan maka si Penggarap akan menyediakan semua biaya ( tenaga kerja , rabuk , sewa bajak , tandur , dll ) kalau panen hasilnya dibagi 2 dg pemilik sawan , kalau Puso ( tdk panen krn berbagai hal ) resiko masing masing tdk ada CR. Kalau Perapatan yg punya sawah ikutan sharing biaya misalnya untuk beli pupuk , sewa bajak ( sesuai kespakatan ) kalau panen yg punya sawah dapat 75 % Penggrap 25 % . Kalau perwoluan / persedelapanan ini artinya penggarap sawah hanya modal tenaga doang ( SDM ) segala biaya yg timbul ( pupuk , sewa bajak, menyemprot dan obat obatan hama , dll ) menjadi tanggungan Pemilik Sawah dan kalau panen dapat 85 % ( atau 7/8 bagian ) sedangkan penggrap yg modal tenaga doang dapat 1/8 nya atau 15 % , jadi ada berbagai kriteria tergantung kekonomian suatu Sawah dari sisi yg punya sawah sistem apa yg akan diputuskan agar sebanyak banyaknya dapat hasil panen besar untuk kesejahteraan semua keluarga besarnya. Ada sedikit beda dg Penggarp SDA , kalau penggarap sawah tidak bisa membukukan Padi yg menguning untuk pencarian pinjaman ke Bank ( Penggarap sawah tidak perlu "Mengakukan " semua Padi yg menguning miliknya ) meskipun dia sebagai Petani Penggarap dg sistem Parohan , Para Penggarap sawah ini sdh siap dg modalnya.rupanya Penggarap sawah pemodal besar tdk perlu pinjam uang dg tanggungan padinya nanti kalau menguning dan mereka tidak akan menelantarkan sawahnya / tidak akan membiarkan sawahnya karena tdk punya modal untuk menggarapnya apalagi mengalihkan atau memperjual belikan Hak kelolanya. Jadi Para Penggarap sawah ini para pengusaha yg tangguh cukup sportif dan siap ambil resiko kalau puso bahkan kebanjiran sekalipun. Kalau kita simak bbearap UU yang menyagkut pengelolaan SDA nasibnya lain lain , UU Sumberdaya air langsung KO di MK begitu juga dg UU ketenagalistrikan 2002 , UU Migas 2001 diamputasi sedikit demi sedikit dua kali kena kartu merah MK ( mungkin dulu kalau langsung KO malah lbh aman kali ya... ) , yg aman aman saja UU Geothermal , bahkan Perubahan UU Geothermal barusan hanya makan waktu bberapa bulan saja , mungkin orang nggak gitu konsen dg Geothermal takut mlepuh kena panasnya bumi . , lha UU Minerba kayaknya sdh mulai dikutak katik Pertanyaaanya yg selalu muncul apakah nanti kalau sdh dibikin UU baru dijamin aman tidak kena kartu merah MK lagi ? ISM > Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong. > > Quote : *"**Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih > penting. Merek
Re: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total
menyimak tulisan Pak Ong dan RDP jadi pingin ikutan nebeng urun rembug, kata SDA dikuasai oleh negara ( krn dlm UUD masih berklaku ) ini yang banyak didiskusikan diberbagai forum terkait bagaimana implementasinya dalam prakteknya ,Kalau kita simak di putusan MK maka Dikuasai negara ini mempunyai arti yang luas menyangkut berbagai fungsi negara yaitu Fungsi pengurusan yg dilakukan melalui pemerintah dg kewenangannya untuk memberikan perizinan , lisensi dan konsesi , Kemudian fungsi Pengaturan oleh negara ini di jalankan dg pembuatan peraturan perundang undangan ( Parlemen dg pemerintah maupun penmerintah sendiri dlm menerbitkan aturan ( PP )), Fungsi Negara dlm Pengelolaan melalui mekanisme kepemilikan saham melalui keterlibatan langsung dalam managemen melalui kelembagaan/ badan usaha negara , oleh karena itu bentuk Kelembagaan Negara yg mengelola SDA menjadi sangat penting agar bisa ikut dalam managemen pengelolaanya , serta Fungsi Pengawasan dan pengendalian yg dilakukan oleh pemerintah agar kekuasaan thd SDA tsb benar benar digunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran seluruh rakyat , Nah apakah fungsi fungsi tsb sdh dijalankan untuk mengelola SDA selama ini . shg jelas posisi para penggarap itu ada dimana serta hak hak dan kewajibanya.Rupanya kemarin Pembatalan UU Sumberdaya Air tsb juga karena fungsi fungsi negara dalam kekuasaan thd SDA ini tdk dijalankan. Sering disinggung penggarap SDA ( contoh migas ) dianologikan spt penggrap sawah kalau di pedesaan , untuk penggarap sawah biasanya ada istilah Paroan ( 50 = 50 ) , Perapatan ( 75 - 25 ) atau Perwoluan/Perdelapanan ( 85 = 15 ) , untuk kasus Paroan maka si Penggarap akan menyediakan semua biaya ( tenaga kerja , rabuk , sewa bajak , tandur , dll ) kalau panen hasilnya dibagi 2 dg pemilik sawan , kalau Puso ( tdk panen krn berbagai hal ) resiko masing masing tdk ada CR. Kalau Perapatan yg punya sawah ikutan sharing biaya misalnya untuk beli pupuk , sewa bajak ( sesuai kespakatan ) kalau panen yg punya sawah dapat 75 % Penggrap 25 % . Kalau perwoluan / persedelapanan ini artinya penggarap sawah hanya modal tenaga doang ( SDM ) segala biaya yg timbul ( pupuk , sewa bajak, menyemprot dan obat obatan hama , dll ) menjadi tanggungan Pemilik Sawah dan kalau panen dapat 85 % ( atau 7/8 bagian ) sedangkan penggrap yg modal tenaga doang dapat 1/8 nya atau 15 % , jadi ada berbagai kriteria tergantung kekonomian suatu Sawah dari sisi yg punya sawah sistem apa yg akan diputuskan agar sebanyak banyaknya dapat hasil panen besar untuk kesejahteraan semua keluarga besarnya. Ada sedikit beda dg Penggarp SDA , kalau penggarap sawah tidak bisa membukukan Padi yg menguning untuk pencarian pinjaman ke Bank ( Penggarap sawah tidak perlu "Mengakukan " semua Padi yg menguning miliknya ) meskipun dia sebagai Petani Penggarap dg sistem Parohan , Para Penggarap sawah ini sdh siap dg modalnya.rupanya Penggarap sawah pemodal besar tdk perlu pinjam uang dg tanggungan padinya nanti kalau menguning dan mereka tidak akan menelantarkan sawahnya / tidak akan membiarkan sawahnya karena tdk punya modal untuk menggarapnya apalagi mengalihkan atau memperjual belikan Hak kelolanya. Jadi Para Penggarap sawah ini para pengusaha yg tangguh cukup sportif dan siap ambil resiko kalau puso bahkan kebanjiran sekalipun. Kalau kita simak bbearap UU yang menyagkut pengelolaan SDA nasibnya lain lain , UU Sumberdaya air langsung KO di MK begitu juga dg UU ketenagalistrikan 2002 , UU Migas 2001 diamputasi sedikit demi sedikit dua kali kena kartu merah MK ( mungkin dulu kalau langsung KO malah lbh aman kali ya... ) , yg aman aman saja UU Geothermal , bahkan Perubahan UU Geothermal barusan hanya makan waktu bberapa bulan saja , mungkin orang nggak gitu konsen dg Geothermal takut mlepuh kena panasnya bumi . , lha UU Minerba kayaknya sdh mulai dikutak katik Pertanyaaanya yg selalu muncul apakah nanti kalau sdh dibikin UU baru dijamin aman tidak kena kartu merah MK lagi ? ISM > Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong. > > Quote : *"**Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih > penting. Mereka mengendalikan keekonomian projek. Cadangan > yang terbukti dijadikan modalnya dan bersama bank menentukan > cara pembayarannya dari penjualan migas (escrow account). > Pemerintah harus nurut."* > > Disitulah problem muncul ketika kesepakatan nasional dalam > UUD kita berbicara lain bahwa semua SDA dikuasai negara. > Jadi ketika "*pemerintah harus nurut*" inilah konflik > terjadi. Semangat "kepemilikan" SDA ini menjadikan perebutan > antara "kontraktor/perusahaan/Oil co" dengan > "negara/pemerintah" yang mendapat mandat rakyat untuk > mengelola SDA "milik" negara. > > Perbedaan pandangan dari sisi negara/pemerintah/rakyat > tentunya > menginginkan kontraktor-lah yang harus nurut. Rakyat akan > mengatakan, "Ini negara gue". Tetapi > Kontraktor/penggarap/OilCo akan mengatakan "Lah aku kan udah > bertaruh sewaktu ngebor. Jadi disini ada hak g