Re: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY
Pada acara 11 Januari di DPD/DPR-RI itu nara-sumber adalah sbb: 1. Dr. Kurtubi (Pakar Perminyakan) Pengelolaan Blok Natuna dalam Konteks Kebijakan Migas di Indonesia 2. Dr. Kardaya Warnika (Kepala BP Migas) === diganti oleh DIRJEN MIGAS (Dr. Luluk Sumiarso) Blok Natuna dan Blue Print Kebijakan Pengelolaan Migas Nasional 3. Ir. Effendi Siradjuddin (Ketua Aspermigas) Blok Natuna dan Prospek Industri Migas Nasional 4. Dr. Andang Bachtiar (Pakar Geologi) Aspek Teknologi dalam Pengelolaan Blok Natuna === diubah: Blok Natuna D-Alpha: Aspek Geologi Migas 5. Dr. Ryad Areshman Chairil (Konsultan Hukum Migas) Mengurai Persoalan Hukum Blok Natuna 6. Dr. Hendri Saparini (Pakar Ekonomi ECONIT) Analisis Manfaat Ekonomi Kontrak Blok Natuna Bagi Negara 7. Ir. Wahyudin Munawir (Anggota Komisi VII DPR RI) Komitmen Politik Parlemen dalam Mendorong Kebijakan Migas yang Berpihak pada Kepentingan Bangsa Diskusi dimoderatori oleh Ir. Abdullah Sodik, MSc. (Ketua Serikat Pekerja Pertamina) Tentang pertanyaan Shofi mengenai tidak adanya institusi yang terkait dengan geologi ikut terlibat dalam pembuatan surat tersebut: memang pada dasarnya Komite tersebut (setahu saya) tidak melibatkan INSTITUSI, tetapi PERSONIL/INDIVIDUAL yang punya kepedulian terhadap permasalahan permberdayaan migas nasional. Kelompok individu-individu yang hampir sama (dengan nama berbeda) pernah pula aktif dalam ikut meramaikan gonjang-ganjing masalah Cepu. adb - Original Message - From: H. Edison Sirodj (PCSB) [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, February 02, 2007 2:24 PM Subject: RE: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY Walaupun mereka bukan geologist, mudah2an data yang didapat akan melebihi dari yang dimiliki geologist. Yah namanya juga DPR, banyak nara sumber. egs -Original Message- From: Shofiyuddin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, 02 February, 2007 12:48 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY Maksud saya, di miling list ini kita senang sekale diskusi, sering kalem, sering pula ngotot. Pas ada kayak beginian, apakah kita tahu? atau setidaknya apakah yang menulis surat terbuka ini pernah menghubungi ahlo ahli geologi indonesia seperti kejadian LUSI? Saya berfikir mungkin mereka hanya melihat tulisan tulisan di koran. Maaf, kalo salah. shofi On 2/2/07, Amir Al Amin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ya ngga perlu dong, nanti DPR isinya 1001 macam keahlihan, termasuk ahli nujum... :-) On 2/1/07, Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada yang bisa memberikan klarifikasi? Kalo benar menjadi menarik karena tidak ada institusi yang berkaitan dengan geologi terlibat dalam pembuatan surat ini. Shofi . Jakarta, 18 Januari 2007 a.n. Komite Nasional Penyelamat Industri Strategis - Natuna (KNPIS - Natuna) (Marwan Batubara/Anggota DPD RI) Hormat Kami, Komite Nasional Penyelamat Industri Strategis - Natuna (KNPIS - Natuna) 1. Ir. Marwan Batubara, MSc. Koordinator 2. Dr. Laode Ida Wakil Ketua DPD RI 3. Drs. Nursyamsa Hadist Anggota DPD RI 4. Ir. Idris Zaini, MM., MBA Anggota DPD RI 5. Hj. Aida N. Ismeth, SE, MBA Anggota DPD RI 6. Ir. H. Abdul Aziz Qahar Mudzakkar Anggota DPD RI 7. Ir. Tjatur Sapto Edi Anggota DPR RI 8. Ir. Wahyudin Munawir Anggota DPR RI 9. Alvin Lie Anggota DPR RI 10. Ir. Ami Taher Anggota DPR RI 11. Rama Pratama, SE Anggota DPR RI 12. Tamsil Linrung Anggota DPR RI 13. Agus Purnomo, SIP Anggota DPR RI 14. Zuber Safawi, SHI Anggota DPR RI 15. Dr. Fuad Bawazier Ketua Partai HANURA 16. Ir. Bagus Satrianto PNBK 17. Ir. Effendi Siradjuddin Ketua Aspermigas 18. Dr. Ryad Areshman Chairil The Center for Ind. Energy and Resources Law 19. Dirgo Purbo PASKAL 20. Drs. Revrisond Baswir, MBA Ka. Pusat Studi Ek Kerakyatan UGM 21. Dr. Fadhil Hasan Direktur INDEF 22. Dr. Hendri Saparini Managing Director ECONIT 23. Dr. Warsito Ketua Masy. Ilmuwan dan Teknolog Indonesia 24. Ichsanudin Noorsy, MBA Lembaga Studi Kebijakan Publik 25. Ismed Hasan Putro Ketua Perhimpunan Jurnalis Indonesia 26. Andi Bakhtiar Linrung Sekjen Masyarakat Profesional Madani 27. Kusfiardi Koordinator Koalisi Anti Utang 28. Siti Maimunah Jaringan Advokasi Tambang 29. Aryananda TRAFFIC 30. Ir. Chandra Wijaya ILUNI UI 31. Fabby Tumiwa WGPSR 32. Adhie Massardi Mantan Juru Bicara Presiden RI 33. Abdullah Sodik Ketua Serikat Pekerja Pertamina 34. Dr. Hasan Saman Forum Tenaga Kerja Pertamina 35. Ir. Daryoko Ketua Serikat Pekerja PLN 36. Ir. Raswari, MM. Persatuan Insinyur Profesional Indonesia 37. Hamzah Amdan , SE Ketua Himpunan Cendekiawan Putra Natuna 38. Drs. M.B. Malik, MM. Forum Intelektual dan Profesional SBY-JK 39. Fauzan Al Anshory Majelis Mujahidin Indonesia 40. Ismail Yusanto Hizbut Tahrir Indonesia 41. Ilham Wijaya HMI MPO 42. Dwi Ariyanto Presiden KM ITB 43. Fathul Bahri
Re: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY
Cak ADB, Thanks untuk klarifikasinya. On 2/6/07, Andang Bachtiar [EMAIL PROTECTED] wrote: Pada acara 11 Januari di DPD/DPR-RI itu nara-sumber adalah sbb: 1. Dr. Kurtubi (Pakar Perminyakan) Pengelolaan Blok Natuna dalam Konteks Kebijakan Migas di Indonesia 2. Dr. Kardaya Warnika (Kepala BP Migas) === diganti oleh DIRJEN MIGAS (Dr. Luluk Sumiarso) Blok Natuna dan Blue Print Kebijakan Pengelolaan Migas Nasional 3. Ir. Effendi Siradjuddin (Ketua Aspermigas) Blok Natuna dan Prospek Industri Migas Nasional 4. Dr. Andang Bachtiar (Pakar Geologi) Aspek Teknologi dalam Pengelolaan Blok Natuna === diubah: Blok Natuna D-Alpha: Aspek Geologi Migas 5. Dr. Ryad Areshman Chairil (Konsultan Hukum Migas) Mengurai Persoalan Hukum Blok Natuna 6. Dr. Hendri Saparini (Pakar Ekonomi ECONIT) Analisis Manfaat Ekonomi Kontrak Blok Natuna Bagi Negara 7. Ir. Wahyudin Munawir (Anggota Komisi VII DPR RI) Komitmen Politik Parlemen dalam Mendorong Kebijakan Migas yang Berpihak pada Kepentingan Bangsa Diskusi dimoderatori oleh Ir. Abdullah Sodik, MSc. (Ketua Serikat Pekerja Pertamina) Tentang pertanyaan Shofi mengenai tidak adanya institusi yang terkait dengan geologi ikut terlibat dalam pembuatan surat tersebut: memang pada dasarnya Komite tersebut (setahu saya) tidak melibatkan INSTITUSI, tetapi PERSONIL/INDIVIDUAL yang punya kepedulian terhadap permasalahan permberdayaan migas nasional. Kelompok individu-individu yang hampir sama (dengan nama berbeda) pernah pula aktif dalam ikut meramaikan gonjang-ganjing masalah Cepu. adb - Original Message - From: H. Edison Sirodj (PCSB) [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, February 02, 2007 2:24 PM Subject: RE: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY Walaupun mereka bukan geologist, mudah2an data yang didapat akan melebihi dari yang dimiliki geologist. Yah namanya juga DPR, banyak nara sumber. egs -Original Message- From: Shofiyuddin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, 02 February, 2007 12:48 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY Maksud saya, di miling list ini kita senang sekale diskusi, sering kalem, sering pula ngotot. Pas ada kayak beginian, apakah kita tahu? atau setidaknya apakah yang menulis surat terbuka ini pernah menghubungi ahlo ahli geologi indonesia seperti kejadian LUSI? Saya berfikir mungkin mereka hanya melihat tulisan tulisan di koran. Maaf, kalo salah. shofi On 2/2/07, Amir Al Amin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ya ngga perlu dong, nanti DPR isinya 1001 macam keahlihan, termasuk ahli nujum... :-) On 2/1/07, Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada yang bisa memberikan klarifikasi? Kalo benar menjadi menarik karena tidak ada institusi yang berkaitan dengan geologi terlibat dalam pembuatan surat ini. Shofi . Jakarta, 18 Januari 2007 a.n. Komite Nasional Penyelamat Industri Strategis - Natuna (KNPIS - Natuna) (Marwan Batubara/Anggota DPD RI) Hormat Kami, Komite Nasional Penyelamat Industri Strategis - Natuna (KNPIS - Natuna) 1. Ir. Marwan Batubara, MSc. Koordinator 2. Dr. Laode Ida Wakil Ketua DPD RI 3. Drs. Nursyamsa Hadist Anggota DPD RI 4. Ir. Idris Zaini, MM., MBA Anggota DPD RI 5. Hj. Aida N. Ismeth, SE, MBA Anggota DPD RI 6. Ir. H. Abdul Aziz Qahar Mudzakkar Anggota DPD RI 7. Ir. Tjatur Sapto Edi Anggota DPR RI 8. Ir. Wahyudin Munawir Anggota DPR RI 9. Alvin Lie Anggota DPR RI 10. Ir. Ami Taher Anggota DPR RI 11. Rama Pratama, SE Anggota DPR RI 12. Tamsil Linrung Anggota DPR RI 13. Agus Purnomo, SIP Anggota DPR RI 14. Zuber Safawi, SHI Anggota DPR RI 15. Dr. Fuad Bawazier Ketua Partai HANURA 16. Ir. Bagus Satrianto PNBK 17. Ir. Effendi Siradjuddin Ketua Aspermigas 18. Dr. Ryad Areshman Chairil The Center for Ind. Energy and Resources Law 19. Dirgo Purbo PASKAL 20. Drs. Revrisond Baswir, MBA Ka. Pusat Studi Ek Kerakyatan UGM 21. Dr. Fadhil Hasan Direktur INDEF 22. Dr. Hendri Saparini Managing Director ECONIT 23. Dr. Warsito Ketua Masy. Ilmuwan dan Teknolog Indonesia 24. Ichsanudin Noorsy, MBA Lembaga Studi Kebijakan Publik 25. Ismed Hasan Putro Ketua Perhimpunan Jurnalis Indonesia 26. Andi Bakhtiar Linrung Sekjen Masyarakat Profesional Madani 27. Kusfiardi Koordinator Koalisi Anti Utang 28. Siti Maimunah Jaringan Advokasi Tambang 29. Aryananda TRAFFIC 30. Ir. Chandra Wijaya ILUNI UI 31. Fabby Tumiwa WGPSR 32. Adhie Massardi Mantan Juru Bicara Presiden RI 33. Abdullah Sodik Ketua Serikat Pekerja Pertamina 34. Dr. Hasan Saman Forum Tenaga Kerja Pertamina 35. Ir. Daryoko Ketua Serikat Pekerja PLN 36. Ir. Raswari, MM. Persatuan Insinyur Profesional Indonesia 37. Hamzah Amdan , SE Ketua Himpunan Cendekiawan Putra Natuna 38. Drs. M.B. Malik, MM. Forum Intelektual dan Profesional SBY-JK 39. Fauzan Al Anshory Majelis Mujahidin
RE: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY
Eh..kawan ini setuzu-setuzu saza, nanti orang lain bilang kita ini ada main pulak. Itulah kawan, kalau sudah pada tingkat politisi, pendekatannya lebih komplek bukan dari petroleum systemnya aja. egs -Original Message- From: edison sembiring [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, 02 February, 2007 3:36 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY Setuju Mas Edison eh.. namanya sama nih, yang terpenting dari itu adalah tujuannya, ahli geologi kan juga banyak, mungkin saja mereka kasih masukan individual seperti kata Mas Taufik. Salam, Edison Sembiring --- H. Edison Sirodj (PCSB) [EMAIL PROTECTED] wrote: Walaupun mereka bukan geologist, mudah2an data yang didapat akan melebihi dari yang dimiliki geologist. Yah namanya juga DPR, banyak nara sumber. egs -Original Message- From: Shofiyuddin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, 02 February, 2007 12:48 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY Maksud saya, di miling list ini kita senang sekale diskusi, sering kalem, sering pula ngotot. Pas ada kayak beginian, apakah kita tahu? atau setidaknya apakah yang menulis surat terbuka ini pernah menghubungi ahlo ahli geologi indonesia seperti kejadian LUSI? Saya berfikir mungkin mereka hanya melihat tulisan tulisan di koran. Maaf, kalo salah. shofi On 2/2/07, Amir Al Amin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ya ngga perlu dong, nanti DPR isinya 1001 macam keahlihan, termasuk ahli nujum... :-) On 2/1/07, Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada yang bisa memberikan klarifikasi? Kalo benar menjadi menarik karena tidak ada institusi yang berkaitan dengan geologi terlibat dalam pembuatan surat ini. Shofi = SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN RI Blok Natuna, Kemandirian, dan Ketegasan Pemerintah Kepada Yth. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia Sebagaimana Bapak Presiden maklum, beberapa waktu terakhir ini terlihat pada pemberitaan sebagian besar media massa nasional maupun daerah, bahwa ada tendensi kuat dari masyarakat untuk meminta Pemerintah menghentikan (terminasi) kontrak bagi hasil (KBH) ExxonMobil dalam mengelola Blok Natuna D-Alpha (selanjutnya disebut sebagai Blok Natuna saja). Disimpulkan bahwa pengelolaan Blok Natuna oleh ExxonMobil ternyata sama sekali tidak memberikan manfaat bagi negara. Disamping itu, sejak kontrak tersebut ditandatangani pada tanggal 8 Januari 1985 ternyata Exxon juga tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan sebagaimana diwajibkan di dalam KBH nya. Para pengamat industri migas nasional juga menyatakan bahwa isi KBH Blok Natuna sangat merugikan negara karena menetapkan porsi bagi hasil sebesar 100% untuk Exxon dan 0% untuk Pemerintah. Berdasarkan kontrak ini, ExxonMobil berhak untuk mengambil seluruh produksi migas yang dihasilkan oleh Blok Natuna. Sementara, Pemerintah hanya memperoleh pemasukan dari pajak yang dibayarkan ExxonMobil. Suatu bentuk kontrak yang sangat tidak adil dan dapat dianggap sebagai bentuk pelecehan atas hak-hak negara, selain hal tersebut menunjukkan mentalitas yang umumnya dimiliki penjajah. Bapak Presiden yang kami hormati, Secara yuridis, kontrak ExxonMobil di Blok Natuna pun telah berakhir secara otomatis sejak 9 Januari 2005 karena ExxonMobil tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan untuk memastikan kelayakan komersial dari blok tersebut. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Migas (UU Migas) dan peraturan pelaksanaannya, maka wilayah kerja Blok Natuna tersebut menjadi milik negara untuk dapat dimanfaatkan berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan UU Migas menyatakan bahwa kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerja kepada Menteri melalui Badan Pelaksana, setelah jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap kemudian menjadi wilayah terbuka untuk dapat ditawarkan kepada pihak nasional termasuk Pertamina atau kontraktor nasional lain. Bapak Presiden yang kami hormati, Dari hasil konsultasi kami dengan para pakar geologi nasional didapat bahwa Blok Natuna mengandung sumber kekayaan alam nasional khususnya gas yang sangat besar. Diperkirakan di daerah tersebut terdapat sekitar 46 triliun kaki kubik dan disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di dunia. Sesuai dengan komitmen Bapak Presiden kepada rakyat Indonesia, maka seharusnya Blok Natuna tersebut dikelola sebaik
RE: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY
Itu dia ... kalau polotik tingkat kemungkinannya lebih banyak, dan lebih komplek. eds --- H. Edison Sirodj (PCSB) [EMAIL PROTECTED] wrote: Eh..kawan ini setuzu-setuzu saza, nanti orang lain bilang kita ini ada main pulak. Itulah kawan, kalau sudah pada tingkat politisi, pendekatannya lebih komplek bukan dari petroleum systemnya aja. egs -Original Message- From: edison sembiring [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, 02 February, 2007 3:36 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY Setuju Mas Edison eh.. namanya sama nih, yang terpenting dari itu adalah tujuannya, ahli geologi kan juga banyak, mungkin saja mereka kasih masukan individual seperti kata Mas Taufik. Salam, Edison Sembiring --- H. Edison Sirodj (PCSB) [EMAIL PROTECTED] wrote: Walaupun mereka bukan geologist, mudah2an data yang didapat akan melebihi dari yang dimiliki geologist. Yah namanya juga DPR, banyak nara sumber. egs -Original Message- From: Shofiyuddin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, 02 February, 2007 12:48 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY Maksud saya, di miling list ini kita senang sekale diskusi, sering kalem, sering pula ngotot. Pas ada kayak beginian, apakah kita tahu? atau setidaknya apakah yang menulis surat terbuka ini pernah menghubungi ahlo ahli geologi indonesia seperti kejadian LUSI? Saya berfikir mungkin mereka hanya melihat tulisan tulisan di koran. Maaf, kalo salah. shofi On 2/2/07, Amir Al Amin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ya ngga perlu dong, nanti DPR isinya 1001 macam keahlihan, termasuk ahli nujum... :-) On 2/1/07, Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada yang bisa memberikan klarifikasi? Kalo benar menjadi menarik karena tidak ada institusi yang berkaitan dengan geologi terlibat dalam pembuatan surat ini. Shofi = SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN RI Blok Natuna, Kemandirian, dan Ketegasan Pemerintah Kepada Yth. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia Sebagaimana Bapak Presiden maklum, beberapa waktu terakhir ini terlihat pada pemberitaan sebagian besar media massa nasional maupun daerah, bahwa ada tendensi kuat dari masyarakat untuk meminta Pemerintah menghentikan (terminasi) kontrak bagi hasil (KBH) ExxonMobil dalam mengelola Blok Natuna D-Alpha (selanjutnya disebut sebagai Blok Natuna saja). Disimpulkan bahwa pengelolaan Blok Natuna oleh ExxonMobil ternyata sama sekali tidak memberikan manfaat bagi negara. Disamping itu, sejak kontrak tersebut ditandatangani pada tanggal 8 Januari 1985 ternyata Exxon juga tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan sebagaimana diwajibkan di dalam KBH nya. Para pengamat industri migas nasional juga menyatakan bahwa isi KBH Blok Natuna sangat merugikan negara karena menetapkan porsi bagi hasil sebesar 100% untuk Exxon dan 0% untuk Pemerintah. Berdasarkan kontrak ini, ExxonMobil berhak untuk mengambil seluruh produksi migas yang dihasilkan oleh Blok Natuna. Sementara, Pemerintah hanya memperoleh pemasukan dari pajak yang dibayarkan ExxonMobil. Suatu bentuk kontrak yang sangat tidak adil dan dapat dianggap sebagai bentuk pelecehan atas hak-hak negara, selain hal tersebut menunjukkan mentalitas yang umumnya dimiliki penjajah. Bapak Presiden yang kami hormati, Secara yuridis, kontrak ExxonMobil di Blok Natuna pun telah berakhir secara otomatis sejak 9 Januari 2005 karena ExxonMobil tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan untuk memastikan kelayakan komersial dari blok tersebut. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Migas (UU Migas) dan peraturan pelaksanaannya, maka wilayah kerja Blok Natuna tersebut menjadi milik negara untuk dapat dimanfaatkan berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan UU Migas menyatakan bahwa kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerja kepada Menteri melalui Badan Pelaksana, setelah jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap kemudian menjadi wilayah terbuka untuk dapat ditawarkan kepada pihak nasional termasuk Pertamina atau kontraktor nasional lain. Bapak Presiden yang kami hormati, Dari hasil konsultasi kami dengan para pakar geologi nasional === message truncated
Re: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY
mungkin tak secara institusi Pak Shofi, masukan individu saja..Pak Ahmad Sodik yang ketua Serikat pekerja Pertamina bukan Pak Sodik yang lulusan Geologi?. On 2/1/07, Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada yang bisa memberikan klarifikasi? Kalo benar menjadi menarik karena tidak ada institusi yang berkaitan dengan geologi terlibat dalam pembuatan surat ini. Shofi = SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN RI Blok Natuna, Kemandirian, dan Ketegasan Pemerintah Kepada Yth. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia Sebagaimana Bapak Presiden maklum, beberapa waktu terakhir ini terlihat pada pemberitaan sebagian besar media massa nasional maupun daerah, bahwa ada tendensi kuat dari masyarakat untuk meminta Pemerintah menghentikan (terminasi) kontrak bagi hasil (KBH) ExxonMobil dalam mengelola Blok Natuna D-Alpha (selanjutnya disebut sebagai Blok Natuna saja). Disimpulkan bahwa pengelolaan Blok Natuna oleh ExxonMobil ternyata sama sekali tidak memberikan manfaat bagi negara. Disamping itu, sejak kontrak tersebut ditandatangani pada tanggal 8 Januari 1985 ternyata Exxon juga tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan sebagaimana diwajibkan di dalam KBH nya. Para pengamat industri migas nasional juga menyatakan bahwa isi KBH Blok Natuna sangat merugikan negara karena menetapkan porsi bagi hasil sebesar 100% untuk Exxon dan 0% untuk Pemerintah. Berdasarkan kontrak ini, ExxonMobil berhak untuk mengambil seluruh produksi migas yang dihasilkan oleh Blok Natuna. Sementara, Pemerintah hanya memperoleh pemasukan dari pajak yang dibayarkan ExxonMobil. Suatu bentuk kontrak yang sangat tidak adil dan dapat dianggap sebagai bentuk pelecehan atas hak-hak negara, selain hal tersebut menunjukkan mentalitas yang umumnya dimiliki penjajah. Bapak Presiden yang kami hormati, Secara yuridis, kontrak ExxonMobil di Blok Natuna pun telah berakhir secara otomatis sejak 9 Januari 2005 karena ExxonMobil tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan untuk memastikan kelayakan komersial dari blok tersebut. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Migas (UU Migas) dan peraturan pelaksanaannya, maka wilayah kerja Blok Natuna tersebut menjadi milik negara untuk dapat dimanfaatkan berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan UU Migas menyatakan bahwa kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerja kepada Menteri melalui Badan Pelaksana, setelah jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap kemudian menjadi wilayah terbuka untuk dapat ditawarkan kepada pihak nasional termasuk Pertamina atau kontraktor nasional lain. Bapak Presiden yang kami hormati, Dari hasil konsultasi kami dengan para pakar geologi nasional didapat bahwa Blok Natuna mengandung sumber kekayaan alam nasional khususnya gas yang sangat besar. Diperkirakan di daerah tersebut terdapat sekitar 46 triliun kaki kubik dan disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di dunia. Sesuai dengan komitmen Bapak Presiden kepada rakyat Indonesia, maka seharusnya Blok Natuna tersebut dikelola sebaik-baiknya oleh pengusaha nasional, secara amanah, dan mengutamakan kemandirian bangsa, dalam rangka memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Kemandirian dalam pengelolaan migas merupakan salah satu aspek penting dalam pelaksanaan ketentuan Pasal 33 UUD 1945. Perlu kami sampaikan bahwa Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) telah menyatakan sikap bahwa mereka mampu untuk mengelola Blok Natuna. Disamping itu, kami juga telah berkoordinasi dengan Pertamina dan menyimpulkan bahwa Pertamina pun siap untuk mengembangkan Blok Natuna. Kami memandang akan lebih baik jika Pemerintah memberikan kesempatan kepada pengusaha nasional untuk mengembangkan Blok Natuna dibandingkan diberikan kepada pihak asing. Bapak Presiden yang kami hormati, Secara ekonomi pengelolaan Blok Natuna oleh pengusaha nasional memiliki nilai strategis bagi pemberdayaan bangsa. Produk gas yang dihasilkan dapat diserap oleh pasar dalam negeri dalam rangka menjaga ketahanan energi nasional yang dapat diserap oleh berbagai industri di beberapa sektor seperti transportasi, ketenagalistrikan, dan lain-lain. Disamping itu, jika Blok Natuna diberikan kepada pihak nasional, maka Pemerintah pun dapat mengubah struktur bagi hasil yang lebih memberikan keuntungan kepada negara sebagaimana tujuan diadakannya UU Migas. Sehingga amanah Pasal 33 UUD 1945 di atas dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Bapak Presiden yang kami hormati, Terus terang kami mempertanyakan beberapa statement pejabat Pemerintah bahwa KBH Blok Natuna akan dinegosiasi ulang oleh Pemerintah dan Exxon. Karena secara hukum, kami tidak mendapati satu pun Pasal di dalam UU Migas yang memungkinkan Pemerintah untuk melakukan negosiasi ulang kontrak yang sudah putus berdasarkan
Re: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY
Ya ngga perlu dong, nanti DPR isinya 1001 macam keahlihan, termasuk ahli nujum... :-) On 2/1/07, Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada yang bisa memberikan klarifikasi? Kalo benar menjadi menarik karena tidak ada institusi yang berkaitan dengan geologi terlibat dalam pembuatan surat ini. Shofi = SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN RI Blok Natuna, Kemandirian, dan Ketegasan Pemerintah Kepada Yth. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia Sebagaimana Bapak Presiden maklum, beberapa waktu terakhir ini terlihat pada pemberitaan sebagian besar media massa nasional maupun daerah, bahwa ada tendensi kuat dari masyarakat untuk meminta Pemerintah menghentikan (terminasi) kontrak bagi hasil (KBH) ExxonMobil dalam mengelola Blok Natuna D-Alpha (selanjutnya disebut sebagai Blok Natuna saja). Disimpulkan bahwa pengelolaan Blok Natuna oleh ExxonMobil ternyata sama sekali tidak memberikan manfaat bagi negara. Disamping itu, sejak kontrak tersebut ditandatangani pada tanggal 8 Januari 1985 ternyata Exxon juga tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan sebagaimana diwajibkan di dalam KBH nya. Para pengamat industri migas nasional juga menyatakan bahwa isi KBH Blok Natuna sangat merugikan negara karena menetapkan porsi bagi hasil sebesar 100% untuk Exxon dan 0% untuk Pemerintah. Berdasarkan kontrak ini, ExxonMobil berhak untuk mengambil seluruh produksi migas yang dihasilkan oleh Blok Natuna. Sementara, Pemerintah hanya memperoleh pemasukan dari pajak yang dibayarkan ExxonMobil. Suatu bentuk kontrak yang sangat tidak adil dan dapat dianggap sebagai bentuk pelecehan atas hak-hak negara, selain hal tersebut menunjukkan mentalitas yang umumnya dimiliki penjajah. Bapak Presiden yang kami hormati, Secara yuridis, kontrak ExxonMobil di Blok Natuna pun telah berakhir secara otomatis sejak 9 Januari 2005 karena ExxonMobil tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan untuk memastikan kelayakan komersial dari blok tersebut. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Migas (UU Migas) dan peraturan pelaksanaannya, maka wilayah kerja Blok Natuna tersebut menjadi milik negara untuk dapat dimanfaatkan berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan UU Migas menyatakan bahwa kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerja kepada Menteri melalui Badan Pelaksana, setelah jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap kemudian menjadi wilayah terbuka untuk dapat ditawarkan kepada pihak nasional termasuk Pertamina atau kontraktor nasional lain. Bapak Presiden yang kami hormati, Dari hasil konsultasi kami dengan para pakar geologi nasional didapat bahwa Blok Natuna mengandung sumber kekayaan alam nasional khususnya gas yang sangat besar. Diperkirakan di daerah tersebut terdapat sekitar 46 triliun kaki kubik dan disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di dunia. Sesuai dengan komitmen Bapak Presiden kepada rakyat Indonesia, maka seharusnya Blok Natuna tersebut dikelola sebaik-baiknya oleh pengusaha nasional, secara amanah, dan mengutamakan kemandirian bangsa, dalam rangka memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Kemandirian dalam pengelolaan migas merupakan salah satu aspek penting dalam pelaksanaan ketentuan Pasal 33 UUD 1945. Perlu kami sampaikan bahwa Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) telah menyatakan sikap bahwa mereka mampu untuk mengelola Blok Natuna. Disamping itu, kami juga telah berkoordinasi dengan Pertamina dan menyimpulkan bahwa Pertamina pun siap untuk mengembangkan Blok Natuna. Kami memandang akan lebih baik jika Pemerintah memberikan kesempatan kepada pengusaha nasional untuk mengembangkan Blok Natuna dibandingkan diberikan kepada pihak asing. Bapak Presiden yang kami hormati, Secara ekonomi pengelolaan Blok Natuna oleh pengusaha nasional memiliki nilai strategis bagi pemberdayaan bangsa. Produk gas yang dihasilkan dapat diserap oleh pasar dalam negeri dalam rangka menjaga ketahanan energi nasional yang dapat diserap oleh berbagai industri di beberapa sektor seperti transportasi, ketenagalistrikan, dan lain-lain. Disamping itu, jika Blok Natuna diberikan kepada pihak nasional, maka Pemerintah pun dapat mengubah struktur bagi hasil yang lebih memberikan keuntungan kepada negara sebagaimana tujuan diadakannya UU Migas. Sehingga amanah Pasal 33 UUD 1945 di atas dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Bapak Presiden yang kami hormati, Terus terang kami mempertanyakan beberapa statement pejabat Pemerintah bahwa KBH Blok Natuna akan dinegosiasi ulang oleh Pemerintah dan Exxon. Karena secara hukum, kami tidak mendapati satu pun Pasal di dalam UU Migas yang memungkinkan Pemerintah untuk melakukan negosiasi ulang
Re: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY
Maksud saya, di miling list ini kita senang sekale diskusi, sering kalem, sering pula ngotot. Pas ada kayak beginian, apakah kita tahu? atau setidaknya apakah yang menulis surat terbuka ini pernah menghubungi ahlo ahli geologi indonesia seperti kejadian LUSI? Saya berfikir mungkin mereka hanya melihat tulisan tulisan di koran. Maaf, kalo salah. shofi On 2/2/07, Amir Al Amin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ya ngga perlu dong, nanti DPR isinya 1001 macam keahlihan, termasuk ahli nujum... :-) On 2/1/07, Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada yang bisa memberikan klarifikasi? Kalo benar menjadi menarik karena tidak ada institusi yang berkaitan dengan geologi terlibat dalam pembuatan surat ini. Shofi = SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN RI Blok Natuna, Kemandirian, dan Ketegasan Pemerintah Kepada Yth. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia Sebagaimana Bapak Presiden maklum, beberapa waktu terakhir ini terlihat pada pemberitaan sebagian besar media massa nasional maupun daerah, bahwa ada tendensi kuat dari masyarakat untuk meminta Pemerintah menghentikan (terminasi) kontrak bagi hasil (KBH) ExxonMobil dalam mengelola Blok Natuna D-Alpha (selanjutnya disebut sebagai Blok Natuna saja). Disimpulkan bahwa pengelolaan Blok Natuna oleh ExxonMobil ternyata sama sekali tidak memberikan manfaat bagi negara. Disamping itu, sejak kontrak tersebut ditandatangani pada tanggal 8 Januari 1985 ternyata Exxon juga tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan sebagaimana diwajibkan di dalam KBH nya. Para pengamat industri migas nasional juga menyatakan bahwa isi KBH Blok Natuna sangat merugikan negara karena menetapkan porsi bagi hasil sebesar 100% untuk Exxon dan 0% untuk Pemerintah. Berdasarkan kontrak ini, ExxonMobil berhak untuk mengambil seluruh produksi migas yang dihasilkan oleh Blok Natuna. Sementara, Pemerintah hanya memperoleh pemasukan dari pajak yang dibayarkan ExxonMobil. Suatu bentuk kontrak yang sangat tidak adil dan dapat dianggap sebagai bentuk pelecehan atas hak-hak negara, selain hal tersebut menunjukkan mentalitas yang umumnya dimiliki penjajah. Bapak Presiden yang kami hormati, Secara yuridis, kontrak ExxonMobil di Blok Natuna pun telah berakhir secara otomatis sejak 9 Januari 2005 karena ExxonMobil tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan untuk memastikan kelayakan komersial dari blok tersebut. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Migas (UU Migas) dan peraturan pelaksanaannya, maka wilayah kerja Blok Natuna tersebut menjadi milik negara untuk dapat dimanfaatkan berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan UU Migas menyatakan bahwa kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerja kepada Menteri melalui Badan Pelaksana, setelah jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap kemudian menjadi wilayah terbuka untuk dapat ditawarkan kepada pihak nasional termasuk Pertamina atau kontraktor nasional lain. Bapak Presiden yang kami hormati, Dari hasil konsultasi kami dengan para pakar geologi nasional didapat bahwa Blok Natuna mengandung sumber kekayaan alam nasional khususnya gas yang sangat besar. Diperkirakan di daerah tersebut terdapat sekitar 46 triliun kaki kubik dan disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di dunia. Sesuai dengan komitmen Bapak Presiden kepada rakyat Indonesia, maka seharusnya Blok Natuna tersebut dikelola sebaik-baiknya oleh pengusaha nasional, secara amanah, dan mengutamakan kemandirian bangsa, dalam rangka memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Kemandirian dalam pengelolaan migas merupakan salah satu aspek penting dalam pelaksanaan ketentuan Pasal 33 UUD 1945. Perlu kami sampaikan bahwa Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) telah menyatakan sikap bahwa mereka mampu untuk mengelola Blok Natuna. Disamping itu, kami juga telah berkoordinasi dengan Pertamina dan menyimpulkan bahwa Pertamina pun siap untuk mengembangkan Blok Natuna. Kami memandang akan lebih baik jika Pemerintah memberikan kesempatan kepada pengusaha nasional untuk mengembangkan Blok Natuna dibandingkan diberikan kepada pihak asing. Bapak Presiden yang kami hormati, Secara ekonomi pengelolaan Blok Natuna oleh pengusaha nasional memiliki nilai strategis bagi pemberdayaan bangsa. Produk gas yang dihasilkan dapat diserap oleh pasar dalam negeri dalam rangka menjaga ketahanan energi nasional yang dapat diserap oleh berbagai industri di beberapa sektor seperti transportasi, ketenagalistrikan, dan lain-lain. Disamping itu, jika Blok Natuna diberikan kepada pihak nasional, maka Pemerintah pun dapat mengubah
RE: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY
Walaupun mereka bukan geologist, mudah2an data yang didapat akan melebihi dari yang dimiliki geologist. Yah namanya juga DPR, banyak nara sumber. egs -Original Message- From: Shofiyuddin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, 02 February, 2007 12:48 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY Maksud saya, di miling list ini kita senang sekale diskusi, sering kalem, sering pula ngotot. Pas ada kayak beginian, apakah kita tahu? atau setidaknya apakah yang menulis surat terbuka ini pernah menghubungi ahlo ahli geologi indonesia seperti kejadian LUSI? Saya berfikir mungkin mereka hanya melihat tulisan tulisan di koran. Maaf, kalo salah. shofi On 2/2/07, Amir Al Amin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ya ngga perlu dong, nanti DPR isinya 1001 macam keahlihan, termasuk ahli nujum... :-) On 2/1/07, Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada yang bisa memberikan klarifikasi? Kalo benar menjadi menarik karena tidak ada institusi yang berkaitan dengan geologi terlibat dalam pembuatan surat ini. Shofi = SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN RI Blok Natuna, Kemandirian, dan Ketegasan Pemerintah Kepada Yth. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia Sebagaimana Bapak Presiden maklum, beberapa waktu terakhir ini terlihat pada pemberitaan sebagian besar media massa nasional maupun daerah, bahwa ada tendensi kuat dari masyarakat untuk meminta Pemerintah menghentikan (terminasi) kontrak bagi hasil (KBH) ExxonMobil dalam mengelola Blok Natuna D-Alpha (selanjutnya disebut sebagai Blok Natuna saja). Disimpulkan bahwa pengelolaan Blok Natuna oleh ExxonMobil ternyata sama sekali tidak memberikan manfaat bagi negara. Disamping itu, sejak kontrak tersebut ditandatangani pada tanggal 8 Januari 1985 ternyata Exxon juga tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan sebagaimana diwajibkan di dalam KBH nya. Para pengamat industri migas nasional juga menyatakan bahwa isi KBH Blok Natuna sangat merugikan negara karena menetapkan porsi bagi hasil sebesar 100% untuk Exxon dan 0% untuk Pemerintah. Berdasarkan kontrak ini, ExxonMobil berhak untuk mengambil seluruh produksi migas yang dihasilkan oleh Blok Natuna. Sementara, Pemerintah hanya memperoleh pemasukan dari pajak yang dibayarkan ExxonMobil. Suatu bentuk kontrak yang sangat tidak adil dan dapat dianggap sebagai bentuk pelecehan atas hak-hak negara, selain hal tersebut menunjukkan mentalitas yang umumnya dimiliki penjajah. Bapak Presiden yang kami hormati, Secara yuridis, kontrak ExxonMobil di Blok Natuna pun telah berakhir secara otomatis sejak 9 Januari 2005 karena ExxonMobil tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan untuk memastikan kelayakan komersial dari blok tersebut. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Migas (UU Migas) dan peraturan pelaksanaannya, maka wilayah kerja Blok Natuna tersebut menjadi milik negara untuk dapat dimanfaatkan berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan UU Migas menyatakan bahwa kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerja kepada Menteri melalui Badan Pelaksana, setelah jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap kemudian menjadi wilayah terbuka untuk dapat ditawarkan kepada pihak nasional termasuk Pertamina atau kontraktor nasional lain. Bapak Presiden yang kami hormati, Dari hasil konsultasi kami dengan para pakar geologi nasional didapat bahwa Blok Natuna mengandung sumber kekayaan alam nasional khususnya gas yang sangat besar. Diperkirakan di daerah tersebut terdapat sekitar 46 triliun kaki kubik dan disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di dunia. Sesuai dengan komitmen Bapak Presiden kepada rakyat Indonesia, maka seharusnya Blok Natuna tersebut dikelola sebaik-baiknya oleh pengusaha nasional, secara amanah, dan mengutamakan kemandirian bangsa, dalam rangka memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Kemandirian dalam pengelolaan migas merupakan salah satu aspek penting dalam pelaksanaan ketentuan Pasal 33 UUD 1945. Perlu kami sampaikan bahwa Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) telah menyatakan sikap bahwa mereka mampu untuk mengelola Blok Natuna. Disamping itu, kami juga telah berkoordinasi dengan Pertamina dan menyimpulkan bahwa Pertamina pun siap untuk mengembangkan Blok Natuna. Kami memandang akan lebih baik jika Pemerintah memberikan kesempatan kepada pengusaha nasional untuk mengembangkan Blok Natuna dibandingkan diberikan kepada pihak asing. Bapak Presiden yang
RE: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY
Setuju Mas Edison eh.. namanya sama nih, yang terpenting dari itu adalah tujuannya, ahli geologi kan juga banyak, mungkin saja mereka kasih masukan individual seperti kata Mas Taufik. Salam, Edison Sembiring --- H. Edison Sirodj (PCSB) [EMAIL PROTECTED] wrote: Walaupun mereka bukan geologist, mudah2an data yang didapat akan melebihi dari yang dimiliki geologist. Yah namanya juga DPR, banyak nara sumber. egs -Original Message- From: Shofiyuddin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, 02 February, 2007 12:48 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Dari Milist Sebelah - Surat Terbuka Buat SBY Maksud saya, di miling list ini kita senang sekale diskusi, sering kalem, sering pula ngotot. Pas ada kayak beginian, apakah kita tahu? atau setidaknya apakah yang menulis surat terbuka ini pernah menghubungi ahlo ahli geologi indonesia seperti kejadian LUSI? Saya berfikir mungkin mereka hanya melihat tulisan tulisan di koran. Maaf, kalo salah. shofi On 2/2/07, Amir Al Amin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ya ngga perlu dong, nanti DPR isinya 1001 macam keahlihan, termasuk ahli nujum... :-) On 2/1/07, Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada yang bisa memberikan klarifikasi? Kalo benar menjadi menarik karena tidak ada institusi yang berkaitan dengan geologi terlibat dalam pembuatan surat ini. Shofi = SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN RI Blok Natuna, Kemandirian, dan Ketegasan Pemerintah Kepada Yth. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia Sebagaimana Bapak Presiden maklum, beberapa waktu terakhir ini terlihat pada pemberitaan sebagian besar media massa nasional maupun daerah, bahwa ada tendensi kuat dari masyarakat untuk meminta Pemerintah menghentikan (terminasi) kontrak bagi hasil (KBH) ExxonMobil dalam mengelola Blok Natuna D-Alpha (selanjutnya disebut sebagai Blok Natuna saja). Disimpulkan bahwa pengelolaan Blok Natuna oleh ExxonMobil ternyata sama sekali tidak memberikan manfaat bagi negara. Disamping itu, sejak kontrak tersebut ditandatangani pada tanggal 8 Januari 1985 ternyata Exxon juga tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan sebagaimana diwajibkan di dalam KBH nya. Para pengamat industri migas nasional juga menyatakan bahwa isi KBH Blok Natuna sangat merugikan negara karena menetapkan porsi bagi hasil sebesar 100% untuk Exxon dan 0% untuk Pemerintah. Berdasarkan kontrak ini, ExxonMobil berhak untuk mengambil seluruh produksi migas yang dihasilkan oleh Blok Natuna. Sementara, Pemerintah hanya memperoleh pemasukan dari pajak yang dibayarkan ExxonMobil. Suatu bentuk kontrak yang sangat tidak adil dan dapat dianggap sebagai bentuk pelecehan atas hak-hak negara, selain hal tersebut menunjukkan mentalitas yang umumnya dimiliki penjajah. Bapak Presiden yang kami hormati, Secara yuridis, kontrak ExxonMobil di Blok Natuna pun telah berakhir secara otomatis sejak 9 Januari 2005 karena ExxonMobil tidak melakukan kegiatan pengembangan lapangan untuk memastikan kelayakan komersial dari blok tersebut. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Migas (UU Migas) dan peraturan pelaksanaannya, maka wilayah kerja Blok Natuna tersebut menjadi milik negara untuk dapat dimanfaatkan berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan UU Migas menyatakan bahwa kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerja kepada Menteri melalui Badan Pelaksana, setelah jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap kemudian menjadi wilayah terbuka untuk dapat ditawarkan kepada pihak nasional termasuk Pertamina atau kontraktor nasional lain. Bapak Presiden yang kami hormati, Dari hasil konsultasi kami dengan para pakar geologi nasional didapat bahwa Blok Natuna mengandung sumber kekayaan alam nasional khususnya gas yang sangat besar. Diperkirakan di daerah tersebut terdapat sekitar 46 triliun kaki kubik dan disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di dunia. Sesuai dengan komitmen Bapak Presiden kepada rakyat Indonesia, maka seharusnya Blok Natuna tersebut dikelola sebaik-baiknya oleh pengusaha nasional, secara amanah, dan mengutamakan kemandirian bangsa, dalam rangka memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Kemandirian dalam pengelolaan migas merupakan salah satu aspek penting dalam pelaksanaan ketentuan Pasal 33 UUD 1945. Perlu kami sampaikan bahwa Asosiasi Perusahaan Minyak dan