[Ida-Krisna Show] Ia Hadir untuk Dicinta ( RENUNGAN IDA ARIMURTI )

2005-11-28 Terurut Topik Ida arimurti










Ia Hadir untuk Dicinta 



Jika masih tertahan
kelopak mata ini untuk tetap
terbuka hingga larut, atau saat
terjaga di pertengahan

malam selalu saya
sempatkan untuk menyambangi kamar anak-anak. Saya
hampiri dan tatap wajah mereka

bergantian sambil menghalau nyamuk yang hinggap di
tubuh mereka. Wajah indah yang terlelap itu

menyibakkan kejujuran dalam hati, bahwa mereka hadir
sebagai amanah yang harus dijaga sebaik-baiknya.

Mereka ada
untuk dicinta. 



Terbayanglah kekesalan yang hampir tercipta akibat perbuatan dan tingkah nakal
mau pun pembangkangan

mereka siang tadi. Terlintaslah amarah yang
nyaris meluap saat mereka tak mendengar perintah mau pun

ketika peraturan terlanggar. Beruntung
kekesalan itu hanya sempat mampir di kepala dan tak sampai keluar

makian kasar yang pasti akan melukai
telinga mereka.



Bersyukur amarah ini tak sekali pun sempat
membuat mereka melihat saya seperti monster yang menakutkan.

Mereka hanya anak-anak yang sangat pantas
dan bisa sangat dimaafkan ketika berbuat kesalahan. Jiwa mereka

masih sangat rapuh untuk menerima kalimat
dan perilaku kasar orang tua hanya karena kesalahan kecil yang

mereka pun mungkin tak sadar kalau itu
benar-benar sebuah kesalahan. 



Bisa jadi letak kesalahan justru terletak
pada orang tua yang terlalu kaku membuat peraturan, mengekang

kebebasan mereka sebagai individu yang meski
masih kecil tetap saja seorang manusia yang berhak dan bebas

memilih untuk melakukan yang terbaik
menurut mereka.

Tugas orang tua bukan melarang atau
memerintah, tapi lebih kepada mengarahkan agar mereka tetap berada pada

jalur yang sebenarnya. Menatap kembali wajah-wajah bersih itu
dalam tidur mereka yang mungkin 

sedang memimpikan Ayah dan Ibu yang tengah
menimang dan membuai penuh kasih,

tergambar jelas tak sedikit pun ada dosa di
diri mereka. Kalau mau menghitung-hitung, jangan-jangan

justru kita lah yang lebih banyak berbuat
kesalahan terhadap mereka dibanding jumlah kesalahan kecil mereka. 



Saya teringat banyak kejadian di luar.
Misalnya ketika di sebuah angkot seorang ibu memaki anaknya yang masih

berusia empat tahun -dari posturnya
seukuran anak saya- dengan kalimat yang sangat belum waktunya anak

sekecil itu mendapatkannya. Belum lagi
tempelengan yang sempat mampir di kepalanya. goblok lu ya, kalau

jatuh mampus luh, hanya karena ia
sempat melongok ke arah pintu angkot. Sebuah kesalahan kecil yang

mestinya bisa disikapi
lebih bijak dengan sebuah nasihat
lembut. Atau ketika isteri saya
bercerita

tentang seorang ibu dari teman sekolah anak kami di
TK. Anaknya
terjatuh saat berlari, Nyungsep sekalian

biar bonyok tuh
muka. Udah dibilangin jangan
lari, itu pun masih ditambah satu tamparan di
kepala. Yang

pasti itu tak
meredakan tangis si anak, bahkan membuat
memar di lututnya semakin perih terasa hingga
ke hati.



Mengusap bulir keringat di kening mereka
dan membelai rambutnya saat tidur membuahkan pertanyaan di benak

ini, haruskah bintang-bintang sejernih ini
mendapatkan perlakuan sekasar itu? Lihat saja senyum mereka saat 

terlelap, dan dengarkan hati mereka
bernyanyi dalam mimpi. Anda akan mendengarkan nyanyian riangnya jika Anda
memperlakukannya sepanjang hari seperti halnya Anda tengah menciptakan sebuah
mimpi indah untuknya. 



Namun jangan terperanjat ketika tengah
malam tidur Anda terusik saat ia mengigau dan berteriak ketakutan. 

Hanya rintihan yang bisa terdengar dari
mimpinya karena sepanjang hari ia hanya mendapatkan kecemasan 

dan ketakutan dari kalimat kasar, delikkan
mata dan ayunan keras tangan Anda ke tubuh mereka. 



Tak seekor nyamuk pun pernah saya
persilahkan untuk menyentuh setiap inci kulit mereka. Lalu kenapa masih

ada yang tega mencederai anak-anak, padahal dalam berbagai
dongeng mereka selalu mendengar bahwa yang

kasih dan cintanya
tak terbanding itulah Ayah dan Ibu.



Coba sentuh dengan
lembut wajah halusnya saat tidur,
itu akan
membuatnya bermimpi indah seolah tengah

terbaring di pangkuan
bidadari.
Anak-anak tak pernah membenci orang tuanya, bahkan

saat mereka mendapatkan perlakukan kasar
dari orang tua pun, tetap saja nama Ayah atau Ibu yang mereka

panggil saat menangis. Anak-anak tak pernah
berdosa terhadap orang tuanya, justru kebanyakan orang tua

yang berdosa kepada mereka dengan makian
kasar dan pukulan menyakitkan. Anak-anak tak pernah benar-benar

membuat orang tua kesal, orang tua lah yang
teramat sering membuat mereka kecewa mendapati Ayah dan Ibunya

tak seindah syair lagu yang selalu
diajarkan guru di sekolah. 



Ah, kadang orang tua baru menyadari bahwa
anak-anak hadir untuk dicinta saat ia terbaring lemah di salah

satu tempat tidur di bangsal anak-anak. Atau ketika
Tuhan mencabut amanah itu dari
kita. Menangiskah kita?















=
Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day! -- Ida  Krisna

Jangan lupa untuk 

[Ida-Krisna Show] Ia Hadir untuk Dicinta ( RENUNGAN IDA ARIMURTI )

2005-11-28 Terurut Topik Ida arimurti










Ia Hadir untuk Dicinta 



Jika masih tertahan kelopak mata ini untuk tetap
terbuka hingga larut, atau saat terjaga di pertengahan

malam selalu saya sempatkan untuk menyambangi kamar
anak-anak. Saya hampiri dan tatap wajah mereka

bergantian sambil menghalau nyamuk yang hinggap di
tubuh mereka. Wajah indah yang terlelap itu

menyibakkan kejujuran dalam hati, bahwa mereka hadir
sebagai amanah yang harus dijaga sebaik-baiknya.

Mereka ada untuk dicinta. 



Terbayanglah kekesalan yang hampir tercipta akibat
perbuatan dan tingkah nakal mau pun pembangkangan

mereka siang tadi. Terlintaslah amarah yang
nyaris meluap saat mereka tak mendengar perintah mau pun

ketika peraturan terlanggar. Beruntung
kekesalan itu hanya sempat mampir di kepala dan tak sampai keluar

makian kasar yang pasti akan melukai
telinga mereka.



Bersyukur amarah ini tak sekali pun sempat
membuat mereka melihat saya seperti monster yang menakutkan.

Mereka hanya anak-anak yang sangat pantas
dan bisa sangat dimaafkan ketika berbuat kesalahan. Jiwa mereka

masih sangat rapuh untuk menerima kalimat
dan perilaku kasar orang tua hanya karena kesalahan kecil yang

mereka pun mungkin tak sadar kalau itu
benar-benar sebuah kesalahan. 



Bisa jadi letak kesalahan justru terletak
pada orang tua yang terlalu kaku membuat peraturan, mengekang

kebebasan mereka sebagai individu yang
meski masih kecil tetap saja seorang manusia yang berhak dan bebas

memilih untuk melakukan yang terbaik
menurut mereka.

Tugas orang tua bukan melarang atau
memerintah, tapi lebih kepada mengarahkan agar mereka tetap berada pada

jalur yang sebenarnya. Menatap kembali wajah-wajah bersih itu
dalam tidur mereka yang mungkin 

sedang memimpikan Ayah dan Ibu yang tengah
menimang dan membuai penuh kasih,

tergambar jelas tak sedikit pun ada dosa di
diri mereka. Kalau mau menghitung-hitung, jangan-jangan

justru kita lah yang lebih banyak berbuat
kesalahan terhadap mereka dibanding jumlah kesalahan kecil mereka. 



Saya teringat banyak kejadian di luar.
Misalnya ketika di sebuah angkot seorang ibu memaki anaknya yang masih

berusia empat tahun -dari posturnya
seukuran anak saya- dengan kalimat yang sangat belum waktunya anak

sekecil itu mendapatkannya. Belum lagi tempelengan
yang sempat mampir di kepalanya. goblok lu ya, kalau

jatuh mampus luh, hanya karena ia
sempat melongok ke arah pintu angkot. Sebuah kesalahan kecil yang

mestinya bisa disikapi lebih bijak dengan sebuah
nasihat lembut. Atau ketika isteri saya bercerita

tentang seorang ibu dari teman sekolah anak kami di
TK. Anaknya
terjatuh saat berlari, Nyungsep sekalian

biar bonyok tuh muka. Udah dibilangin jangan
lari, itu pun masih ditambah satu tamparan di kepala. Yang

pasti itu tak meredakan tangis si anak, bahkan membuat
memar di lututnya semakin perih terasa hingga ke hati.



Mengusap bulir keringat di kening mereka
dan membelai rambutnya saat tidur membuahkan pertanyaan di benak

ini, haruskah bintang-bintang sejernih ini
mendapatkan perlakuan sekasar itu? Lihat saja senyum mereka saat 

terlelap, dan dengarkan hati mereka
bernyanyi dalam mimpi. Anda akan mendengarkan nyanyian riangnya jika Anda
memperlakukannya sepanjang hari seperti halnya Anda tengah menciptakan sebuah
mimpi indah untuknya. 



Namun jangan terperanjat ketika tengah
malam tidur Anda terusik saat ia mengigau dan berteriak ketakutan. 

Hanya rintihan yang bisa terdengar dari
mimpinya karena sepanjang hari ia hanya mendapatkan kecemasan 

dan ketakutan dari kalimat kasar, delikkan
mata dan ayunan keras tangan Anda ke tubuh mereka. 



Tak seekor nyamuk pun pernah saya
persilahkan untuk menyentuh setiap inci kulit mereka. Lalu kenapa masih

ada yang tega mencederai anak-anak, padahal dalam
berbagai dongeng mereka selalu mendengar bahwa yang

kasih dan cintanya tak terbanding itulah Ayah dan Ibu.



Coba sentuh dengan lembut wajah halusnya saat tidur,
itu akan membuatnya bermimpi indah seolah tengah

terbaring di pangkuan bidadari. Anak-anak tak pernah membenci orang
tuanya, bahkan

saat mereka mendapatkan perlakukan kasar
dari orang tua pun, tetap saja nama Ayah atau Ibu yang mereka

panggil saat menangis. Anak-anak tak pernah
berdosa terhadap orang tuanya, justru kebanyakan orang tua

yang berdosa kepada mereka dengan makian
kasar dan pukulan menyakitkan. Anak-anak tak pernah benar-benar

membuat orang tua kesal, orang tua lah yang
teramat sering membuat mereka kecewa mendapati Ayah dan Ibunya

tak seindah syair lagu yang selalu
diajarkan guru di sekolah. 



Ah, kadang orang tua baru menyadari bahwa anak-anak
hadir untuk dicinta saat ia terbaring lemah di salah

satu tempat tidur di bangsal anak-anak. Atau ketika Tuhan mencabut amanah itu dari kita.
Menangiskah kita?















=
Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day! -- Ida  Krisna

Jangan lupa untuk