Tabloid Kontan
No. 36, Tahun X, 12 Juni 2006   

Nasional

Cuma Sejengkal pun bisa Memicu Konflik
Pro-kontra amendemen UU Pokok agraria terus menggema


Badan Pertanahan Nasional merencanakan amendemen UU Pokok agraria
Nomor 5 Tahun 1960. Pagi-pagi, rencana itu sudah mendapat tentangan
banyak kalangan. Soalnya, undang-undang (UU) yang lama saja belum
semuanya diberlakukan secara konsekuen.

Ulin Ni'am Yusron

Sak dumuk bathuk, sak nyari bumi. Pepatah Jawa itu mengungkapkan
betapa gawatnya perkara yang menyangkut tanah. Walau demi sejengkal
tanah, nyawa bisa menjadi taruhannya, begitulah kurang lebih maknanya.
Dan, di negeri kita ini, perebutan dan sengketa tanah masih menjadi
menu sehari-hari.

Akhir bulan lalu, misalnya, semangat para petani Kecamatan Cisompet,
Kabupaten Garut, kembali bergelora. Mereka ogah dituding mencaplok
tanah milik PT Perkebunan Nusantara VIII Bumisari Lenra. Para petani
itu merasa sudah mengerjakan lahan yang menjadi objek sengketa selama
puluhan tahun, secara turun-temurun, jauh sebelum PTPN VIII berdiri.

Sengketa tanah juga terjadi pada awal Mei lalu di Sulawesi Tengah.
Sebanyak 200 warga Lalundu, Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala,
bersitegang dengan PT Astra Argo Lestari Palu. Para petani menuntut PT
Astra Argo Lestari mengembalikan 2.798 hektare tanah warga yang,
menurut mereka, diambil secara paksa sejak tahun 1990 sampai 2004.

Dengan skala kekuatan yang berbeda-beda, aksi petani bertema lahan
pertanian seperti itu akan terus terjadi di berbagai tempat di seluruh
Nusantara. Banyak kalangan menilai bahwa pangkal semua sengketa itu
adalah makin sempitnya kepemilikan tanah oleh petani. Padahal, bagi
kaum paling terpinggirkan dalam roda pembangunan di Indonesia itu,
tanah merupakan satu-satunya faktor produksi yang bisa membuat mereka
bertahan dari impitan industrialisasi.

Di tengah situasi kepepet itulah, rencana pemerintah untuk melakukan
amendemen terhadap UU Pokok agraria No. 5/1960 mengemuka. "Sekarang
tahapnya masih pembahasan antardepartemen," kata Binsar Simbolon,
Kasubdit Perundang-undangan BPN.

Tak ayal, bak sekam membara disiram minyak, kemarahan para petani pun
menyeruak. Walau belum diberlakukan secara konsekuen dan menyeluruh,
UU agraria yang ada sekarang masih terhitung perangkat hukum yang
paling memihak petani di Indonesia. UU yang sudah berumur lebih dari
30 tahun itu sebetulnya mengamanatkan pemerintah untuk membagi-bagi
tanah dalam rangka reformasi agraria (land reform).

Belum dilaksanakan kok mau direvisi

Kalau mau jujur, penolakan terhadap rencana amendemen UU agraria tentu
tak semata-mata berasal dari petani. Boro-boro membandingkan
pasal-pasal di UU lama dan draf RUU yang baru, untuk memikirkan cara
agar tetap bisa makan esok hari pun, mereka belum tentu mampu. Adalah
para aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang telaten mencermati
rencana pemerintah itu.

Sebagian besar LSM yang selama ini mendampingi petani sudah
membulatkan pendapat pada satu suara: menolak amendemen itu. Walau
mengakui bahwa draf amendemen UU agraria sudah baik, mereka sangsi
upaya revisi itu bisa melahirkan UU yang benar-benar berpihak pada
petani.

Konsorsium Pembaruan agraria (KPA) menilai amendemen ini masih berada
di persimpangan jalan. "Bisa bagus kalau taat asas mempertahankan
semangat kerakyatan. Tapi, kalau amendemen ini mengubah semangat
kerakyatan menjadi semangat pro-modal besar, itu merugikan dan harus
ditolak," kata Usep Setiawan, Koordinator KPA.

Para petani yang bergabung dalam berbagai serikat juga memasang sikap
setali tiga uang. "Kalau dibuka sedikit saja kemungkinan revisi, itu
bisa jadi arus balik," tambah Donny Pradana, Ketua Serikat Tani
Nasional. "Jalankan saja UU Pokok agraria yang ada secara konsekuen.
Kita mana bisa tahu bahwa UU ini sudah banyak kelemahan kalau belum
pernah dilaksanakan," timpal Erpan Faryadi, Koordinator Komite
Persiapan Nasional Aliansi Gerakan Reforma agraria (Agra).

Menghimpun masukan banyak pihak

Salah satu pangkal persoalan amendemen ini adalah kecurigaan petani.
Mereka beranggapan pemerintah cenderung menempatkan tanah sebagai
komoditas ekonomi. Kecurigaan semacam itu muncul dari berbagai
peristiwa yang lahir belakangan ini. Terbitnya Inpres No. 3/2006 yang
menganggap persoalan tanah sebagai penghambat investasi serta kerja
sama RI dengan Bank Dunia untuk program land management policy and
development project (LMPDP) juga menjadi pemicu lahirnya embrio
kekhawatiran itu.

Proyek LMPDP yang didanai Bank Dunia dan memakan dana senilai US$ 65,6
juta sebenarnya bertujuan mendukung program pemerintah untuk
mengurangi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan mempromosikan kegunaan
tanah secara penuh dan berkelanjutan. Namun, niat baik itu justru
menimbulkan kekhawatiran akan menyudutkan hak-hak petani.

Kekhawatiran itu juga terpicu oleh sebagian isi draf yang bocor. Kata
Erpan, draf amendemen secara tegas menyatakan bahwa hak pakai orang
asing atau lembaga asing atas tanah akan makin dipermudah.

BPN sendiri sebenarnya tak asal melakukan amendemen ini. "Sebelumnya,
kami sudah melaksanakan konsultasi publik di berbagai daerah, seperti
di Batam, kemudian wilayah Indonesia barat, Indonesia Timur, Bandung,
dan di berbagai tempat lain," kata Binsar. Konsultasi publik itu
bertujuan mencari masukan sebanyak-banyaknya dari kalangan akademisi,
praktisi, masyarakat, dan LSM.

Binsar juga berusaha menepis bahwa amendemen ini nanti akan memojokkan
posisi petani. "Justru intinya adalah penguatan hak-hak rakyat atas
tanah. Reformasi agraria atau redistribusi tanah itu hanya salah
satu," katanya.

Soal keraguan bahwa pasal-pasal baik yang dijanjikan belum tentu
terlaksana, dia berusaha menunjukkan bukti lain. "Itu sudah
dilaksanakan. Sudah berapa juta hektare tanah yang diredistribusikan.
Redistribusi itu sudah berlangsung, terutama terhadap tanah-tanah
tidak bertuan," tuturnya. Hanya, itu tidak terlalu kelihatan karena
lahannya sendiri sudah semakin sempit.

+++++

Yang Baru dari Draf Amendemen

Ada beberapa perubahan terhadap pasal-pasal dalam UU Pokok agraria
yang lama. Pada pasal 10, misalnya, ada penambahan bahwa pemerintah
melindungi tanah-tanah pertanian beririgasi serta sarana dan prasarana
dan mengawasi pengalihan fungsinya.

Pemerintah juga melindungi tanah-tanah yang ditetapkan sebagai situs
purbakala, cagar alam, konservasi, serta tanah-tanah yang menurut
sifat dan fungsinya dipergunakan untuk jenis tanaman tertentu yang
secara teknis tidak bisa dipindahkan.

Ketentuan baru yang memancing syak wasangka juga ada. Bunyinya, alih
fungsi atau konversi lahan pertanian diperbolehkan asalkan pengurangan
jumlah atau luas tanah harus diimbangi dengan tersedianya tanah
pertanian pengganti yang setara dalam jumlah atau luas dan
kualitasnya.

Draft amendemen ini sebenarnya lebih ramah dalam soal penggunaan tanah
untuk kepentingan umum. Aturan lama mengatur bahwa untuk kepentingan
umum, hak atas tanah bisa dicabut dengan memberi ganti rugi yang
layak.

Nah, dalam amendemen, rumusan kalimat itu berubah menjadi untuk
kepentingan umum, perolehan bidang tanah yang secara sah dipunyai
seseorang atau badan hukum dilaksanakan melalui musyawarah untuk
mencapai kesepakatan mengenai penyerahan hak kepada pihak yang
memerlukan maupun pemberian imbalan.

Hanya, ini buntut yang tak disukai para penentang amendemen, rumusan
itu masih ada embel-embelnya: apabila tanah yang diperlukan untuk
kepentingan bangsa dan negara tidak bisa dicarikan gantinya, sementara
musyawarah tidak berhasil mencapai kesepakatan, maka hak atas tanah
bisa dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak.

-- 
-------
Komite Pimpinan Pusat
Serikat Tani Nasional
[Sementara] Jl. Panataran 17 Blok N3 Perum Cimanggu Permai I Bogor 16133
Telp/fax + 62 252 336906, Mobile +62 817 6913 860
Email : [EMAIL PROTECTED]
-------




Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, Imperialisme, Neo-Liberalisme, 
Bangun Sosialisme!

Situs Web: http://come.to/indomarxist
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke