Purnama:
Saat ini beliau lebih banyak berdiam di Vihara Sakyawanaram, Pacet.
Bhante Ashin masih tetap hidup sederhana dibiliknya yang kecil di
vihara tersebut. Di usianya yang sudah senja ini, beliau memang
sudah tidak banyak membabarkan Dharma lagi. Namun beliau
tetap `mengajarkan' kepada kita semua, umat Buddha Indonesia,
melalui sikap dan tingkah laku beliau sehari-hari.
Abin:
Purnama,
Ini artikel tulisan anda atau anda comot tulisan orang?
Bhante Ashin bukannya sudah meninggal bertahun-tahun lalu?
Purnama Sucipto Gunawan [EMAIL PROTECTED]
Others, 12/03/2007 04:03 AM GMT
Sent by: MABINDO@yahoogroups.com
To: MABINDO@yahoogroups.com
cc:
Subject:[MABINDO] Buddhayana Indonesia
Dear all member;
Dengan rasa hormat saya; saya menulis artikel ini tidak untuk
diperdebatkan atau dipermasalahkan.
Dengan sengaja saya menulis ini. Karena artikel ini sangat bagus
kita baca untuk pengetahuan kita. Budhayana Indonesia adalah aliran
Buddha yang lahir di bumi pertiwi ini Indonesia. Dengan Tokoh
Tionghoa dan Tokoh Buddhis kita yang luar biasa yaitu
Bhikku Ashin Jinarakkhita.
The Boan An (lahir di Bogor pada 23 Januari 1923; juga dikenal
dengan panggilan Su Kong) adalah bhikkhu Indonesia pertama dalam 500
tahun saat ia ditahbiskan pada tahun 1953.Beliau menyelesaikan
sekolah dasarnya di Kota Kembang - Bogor, lalu melanjutkan sekolah
menengahnya di PHS Jakarta, kemudian HBS B di Jakarta. Beliau
melanjutkan pendidikan tingginya di THS Bandung (sekarang ITB) pada
jurusan Ilmu Pasti Alam. Beliau tidak sempat menamatkan
pendidikannya di THS karena perkuliahan dihentikan ketika Jepang
masuk ke Indonesia, juga beliau belajar kimia di Groningen, Belanda.
Namun pada Juni 1953 beliau ditahbiskan dalam tradisi Mahayana di
Jakarta. Semasa kecil beliau hidup prihatin. Untuk membantu
meringankan beban kedua orang tuanya beliau bekerja sebagai loper.
Walaupun demikian jiwa sosialnya sudah terlihat, beliau sering
membagikan makanan kecil yang dibeli dari hasil jerih payahnya
kepada teman-teman sepermainannya.
Ketika masih berusia belasan tahun, beliau sudah menjadi seorang
vegetarian. Beliau juga tertarik pada dunia spiritual, beliau sering
belajar kepada para suhu di kelenteng-kelenteng, haji, pastur, dan
tokoh-tokoh teosofi. Beliau mengenal agama Buddha dari tokoh-tokoh
Teosofi dan dari perkumpulan Tiga Ajaran.
Filsafat modern maupun kuno sudah menjadi makanan sehari-harinya.
Jika anak-anak lainnya senang bermain-main, Bo An, demikian nama
kecil beliau, lebih suka mengembangkan kehidupan batinnya, misalnya
dengan bertapa di Gunung Gede. Ketika menjelang dewasa beliau aktif
dalam usaha pemberantasan buta huruf dan ikut dalam kegiatan dapur
umum untuk menolong rakyat sekitar yang kelaparan.
Pembimbingnya menganjurkan agar beliau belajar lebih lanjut di Myanmar,
karena itu pada tahun yang sama beliau masuk Sasana Yeiktha di Yangon
untuk belajar meditasi satipatthana di bawah bimbingan Mahasi Sayadaw.
Pada tahun berikutnya beliau ditahbiskan menjadi bhikkhu dan mengambil
nama Ashin Jinarakkhita. Beliau menjadi bhikkhu Indonesia pertama dalam
500 tahun. Pada tahun 1955 beliau kembali ke Jawa dan dengan kerja keras
membangun kembali vihara-vihara dan biara-biara Buddhis.Pada tanggal 17
Januari 1955 beliau pulang ke Indonesia. Kembalinya beliau ke Indonesia
membawa kegairahan tersendiri bagi simpatisan Buddhis di Indonesia.
Beliaulah putra pertama Indonesia yang menjadi bhikkhu sejak keruntuhan
Kerajaan Majapahit. Di Jakarta beliau tidak berdiam diri. Beliau segera
merencanakan untuk mengadakan tour Dharma ke berbagai daerah di Indonesia.
Akhir tahun 1955 dimulai tour Dharma ke pelosok-pelosok tanah air.
Beliau memulainya dari daerah Jawa Barat. Dalam perjalanannya itu
beliau mengunjungi setiap daerah yang ada penganut agama Buddha-nya,
tidak peduli di kota-kota besar maupun di desa-desa terpencil.
Kunjungan beliau memberi arti tersendiri bagai umat Buddha Indonesia
di berbagai daerah yang baru pertama kali melihat sosok seorang
bhikkhu. Tour Dharma ini tidak terbatas di Pula Jawa saja. Bali,
Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan pulau-pulau lainnya juga beliau
kunjungi. Pendek kata, hutan diterobosnya, gunung didaki, laut
diseberangi, untuk membabarkan Dharma yang maha mulia ini kepada
siapa saja yang membutuhkannya.
Setelah semakin banyak umat Buddha, dan semakin banyak murid beliau
yang ditahbiskan menjadi upasaka, Bhante Ashin mendirikan
Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI), pada bulan Juli 1955
di Semarang. Pada tahun 1979 PUUI berganti nama menjadi Majelis
Buddhayana Indonesia.
Dalam setiap kesempatan berkunjung ke berbagai daerah tersebut
Bhante Ashin selalu mengingatkan umatnya untuk tidak bertindak masa
bodoh terhadap kebudayaan dan ajaran agama Buddha yang sudah sejak
dulu ada di Indonesia. Galilah yang lama, sesuaikan dengan jaman dan
lingkungan. Beliau menegaskan bahwa usaha mengembangkan agama