[media-dakwah] OOT Keikhlasan Hati orang Kecil

2007-02-07 Terurut Topik lina alwi
Hari Senin pagi 5 Februari 2007, perjalanan dari Lebak Bulus ke kawasan Blok M 
relatif lebih lancar daripada biasanya. Mungkin karena sebagian orang masih 
mendapat kesulitan untuk keluar rumah menuju kantor, akibat banjir besar yang 
melanda Jakarta sejak hari Kamis yang lalu.
   
  Biasanya, saya berangkat dari rumah ke kantor melalui jalan Tebah, di 
belakang Pasar Mayestik lalu masuk ke jl Bumi dan Jalan Kerinci lalu keluar di 
Jalan Pakubuwono VI. Namun pagi ini, saya sengaja melintasi jalan Pati Unus 
untuk berbelok ke arah Jl. Paukubuwono VI karena ingin membeli pisang terlebih 
dahulu.
   
  Di depan rumah makan Warung Daun ada penjaja pisang barangan. Di situlah saya 
biasa membeli pisang setiap minggu. Perempuan penjajanya sudah tahu bahwa saya 
akan membeli 3 sisir pisang. Satu sisir matang dan 2 sisir lainnya mengkal atau 
terkadang masih kehijauan. begitu juga rencananya pagi ini. Saat saya 
menghentikan mobil, dengan sigap dia memilih-milih pisang dan menyodorkannya 
kepada saya. Saya mengeluarkan uang selembar 50 ribu. Itulah lembaran yang ada 
di dalam dompet di samping beberapa lebar ribuan di dalam kotak uang untuk 
pembayar ongkos parker, yang tak cukup untuk membayar 3 sisir pisang. Agak ragu 
perempuan itu menatap saya ;
   
  “Ibu … apa bisa diberikan uang pas saja?” tanyanya.
  Saya melihat isi dompet dan tas... ternyata sama sekali tidak ada. Maklum 
awal bulan begini, isi dompet sedang sekarat. Kosong setelah digunakan 
kewajiban rutin, dari belanja bulanan, membayar gaji pembantu sampai dengan 
uang sekolah anak.
  ”Aduh maaf ... nggak ada uang pas...!”
  ”Saya tukar di warung dulu ya bu...” pintanya, meminta kesediaan saya 
menunggu. Saya melirik di sekitar jalan raya tersebut. Tidak ada warung sama 
sekali. Tentu saya harus menunggunya agak lama, sampai dia kembali dengan uang 
tukarannya. Dan saya merasa enggan menunggunya. Apalagi jalan Pakubuwono VI di 
pagi hari cukup ramai.
  ”Kalau nggak ada kembalinya, saya ambil dua sisir saja ya ... saya punya uang 
kecil untuk itu...”, usul saya menutupi keengganan menunggunya mencari tukaran 
uang. Cepat saya hitung uang receh di mobil yang terdiri dari uang kertas dan 
koin. Semuanya berjumlah enam belas ribu. Masih kurang dua ribu.
  ”Nah... lihat deh, uang saya nggak cukup. Saya ambil dua sisir saja ya...”
  ”Jangan bu  , ambil saja semuanya. Ibu kan besok lewat lagi, jadi besok 
saja bayar kekurangannya!” begitu katanya, seraya mengembalikan lembar uang 50 
ribu kepada saya.
  ”Aduh ... saya belum tentu lewat sini lagi lho besok. Jadi biar saya ambil 2 
sisir saja. Saya bisa mampir kapan-kapan kesini.”
  ”Nggak apa-apa bu ... kapan ibu lewat saja, bayarnya..”, sahutnya.
  Saya mengambil lembaran uang tersebut dan segera berlalu darinya. Di belakang 
sudah banyak mobil menunggu.
   
  Tiba di kantor, sambil menunggu komputer menyala baru saya sadari, betapa 
lugu dan naifnya penjaja pisang itu. Dia rela mengambil resiko ”kehilangan” 
keuntungan sebesar dua ribu rupiah. Bayangkan seandainya saya tidak lagi lewat 
tempatnya berjualan. Dua ribu memang kecil nilainya dibandingkan dengan 
pengembalian uang sebesar 32 ribu yang harus diberikannya kepada saya. Tetapi 
saya yakin, uang dua ribu itu begitu besar artinya bagi seorang penjaja pisang 
di pinggir jalan. Toh dia rela dan ikhlas ”kehilangan” sementara uang tersebut 
dan begitu mempercayai saya, perempuan yang kebetulan secara rutin membeli 
dagangannya. Sementara saya, tidak ikhlas menunggunya menukarkan uang atau 
bersikap seperti yang dilakukannya Apalah susahnya mengatakan 
  ”Ambil saja dulu uang itu. Besok saya lewat lagi dan kembalikan saja uang 
saya, besok”
  Ternyata saya sama sekali  tidak memiliki keikhlasan dan kepercayaan 
kepadanya seperti apa yang diperlihatkannya kepada saya. Malu rasanya menyadari 
hal itu. Padahal dulu, sebelum pindah ke Lebak Bulus, saya selalu mempercayai 
penjaja sayur yang biasa datang ke rumah atau pembantu rumah. Setiap hari, saya 
selalu meletakkan uang di kotak yang tersimpan di atas lemari es, untuk belanja 
sehari-hari, yaitu sayuran dan bumbu dapur serta ongkos transport Muslimin ke 
sekolah. Tanpa sekalipun meminta rincian pengeluaran. Saya mempercayai mereka 
sepenuhnya. Kalau pembantu mengadu bahwa Muslimin mengambil uang lebih dari 
jatahnya, saya dengan enteng berkata :
  ”Biar saja... uang itu tidak akan membuat Muslimin menjadi kaya raya mendadak 
atau saya menjadi jatuh miskin. Yang pasti, orang yang mengambilnya tidak akan 
mendapat berkah Allah SWT”
   
  Sekarang, saat tinggal di Lebak Bulus, saya menitipkan uang belanja sayuran 
kepada ibu saya. Entah bagaimana beliau mengurusnya. Saya tidak lagi menaruh 
uang di atas kulkas untuk belanja. Mungkinkah karena hal kecil itu saya menjadi 
kehilangan sensitifitas untuk mempercayai orang kecil? Astaghfirullah ... 
betapa picik dan sombongnya saya Ampun Tuhan. Sungguh saya menyesal 
hari ini... saya sudah terjerat pada fenomena low trust society  tidak 

Re: [media-dakwah] Polling: Setujukah anda Aa Gym berpoligami?

2006-12-05 Terurut Topik lina alwi
Bangsa Indonesia ini aneh bin Ajaib...
Aa Gym kawin lagi, dibikin heboh ... semua mailing list membahasnya malah ada 
yang berinisiati bikin polling lagi, infotainment apalagi, bahkan sampai 
presiden memaksa menteri mengkaji lagi peraturan pemerintah tentang 
perkawinan.
 
Ada apa sebenarnya.
Biar ajalah, Aa Gym mau kawin lagi dengan satu, dua, tiga bahkan dengan 
berapapun yang dia mau.  Dia tidak wajib bertanggung jawab kepada publik. 
Tanggung jawabnya adalah sama Allah SWT, apakah dia berlaku adil sama 
istri2nya, apakah niat dia kawin lagi memang Lillahi Ta'ala atau hanya sekedar 
mengumbar nafsu. Kenapa kita ribut dengan masalah pribadi seperti itu? Masih 
banyak masalah mendasar yang menjangkiti umat Islam, soal kemiskinan, kebodohan 
dll, soal persepsi/cap buruk Barat terhadap Islam yang jauh lebih penting, 
dibandingkan dengan urusan pribadi seorang Abdullah Gymnastiar.

Saya bukan pendukung poligami, tapi saya juga tidak setuju kalau wilayah 
pribadi diobok2 oleh orang banyak. Lha... istrinya (teh Ninih) aja setuju, 
walau kita nggak tahu bagaimana proses dan perasaan yang sebenarnya. Kok kita 
rame2 
salam
 
 Harlina R. Koestoer 


http://shaphira.multiply.com


 


 


 



- Original Message 
From: Anto Sulistianto [EMAIL PROTECTED]
To: 
Sent: Wednesday, December 6, 2006 12:25:05 PM
Subject: Re: [media-dakwah] Polling: Setujukah anda Aa Gym berpoligami?

Bukankah sudah diterangkan oleh Ibu Suhana, alasan
penolakan Rasulullah atas permintaan Poligami dari Ali
r.a.

Quote :

Rasulullah melarang Ali untuk berpoligami saat itu,
karena yg mau dipoligami oleh Ali adalah anak dari
musuhnya Allah yaitu putri Abu Jahal. hmm..kira2 yg
aku ingat kata2 yg diucapkan oleh Rasulullah pada saat
fatimah menceritakan perihal Ali yg ingin menikahi
putri Abu Jahal dan Rasul langsung pergi naik ke
mimbar dan berkata

Aku tidak pernah mengharamkan yg halal dan
menghalalkan yg haram, tapi sungguh tidak akan pernah
kuijinkan Ali menyandingkan putriku dengan putri dari
musuh Allah, kecuali Ali menceraikan terlebih dahulu
Fatimah putriku. Sakitnya fatimah adalah sakitnya aku


Unquote.

Wassalam,
Anto

--- emma [EMAIL PROTECTED] co.id wrote:
 Teks-teks hadis poligami sebenarnya mengarah
 kepada kritik, pelurusan, dan pengembalian pada
 prinsip keadilan. Dari sudut ini, pernyataan
 poligami itu sunah sangat bertentangan dengan apa
 yang disampaikan Nabi. Apalagi dengan melihat
 pernyataan dan sikap Nabi yang sangat tegas menolak
 poligami Ali bin Abi Thalib RA. Anehnya, teks hadis
 ini jarang dimunculkan kalangan propoligami.
 Padahal, teks ini diriwayatkan para ulama hadis
 terkemuka: Bukhari, Muslim, Turmudzi, dan Ibn Majah.
 Nabi SAW marah besar ketika mendengar putri beliau,
 Fathimah binti Muhammad SAW, akan dipoligami Ali bin
 Abi Thalib RA. Ketika mendengar rencana itu, Nabi
 pun langsung masuk ke masjid dan naik mimbar, lalu
 berseru: Beberapa keluarga Bani Hasyim bin
 al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan
 putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah,
 aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan
 mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali
 bin Abi Thalib menceraikan putriku, kupersilakan
 mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu
 bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya
 adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya
 adalah menyakiti hatiku juga. (Jami' al-Ushul, juz
 XII, 162, nomor hadis: 9026). 
 
 Sama dengan Nabi yang berbicara tentang Fathimah,
 hampir setiap orangtua tidak akan rela jika putrinya
 dimadu. Seperti dikatakan Nabi, poligami akan
 menyakiti hati perempuan, dan juga menyakiti hati
 orangtuanya.

 _ _ _ _ _ _
Yahoo! Music Unlimited
Access over 1 million songs.
http://music. yahoo.com/ unlimited




 

Need a quick answer? Get one in minutes from people who know.
Ask your question on www.Answers.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been removed]