[media-dakwah] Hadits Dha'if tidak Dapat dijadikan Hujah
Hadits Dhaif Tidak Dapat Dijadikan Hujjah Oleh : Abu Tauam Berdasarkan sanadnya atau orang yang merawikannya maka oleh Imam Abu Isa At Tirmidzi (209 H 279 H) derajat hadits dibagi menjadi 3 macam yaitu shahih, hasan dan dhaif. Sebelumnya pada era Imam Ahmad bin Hambal (164 H 241 H) derajat hadits hanya dibagi 2 yaitu shahih dan dhaif, sedangkan hadits dhaif dibagi menjadi 2 lagi yaitu hasan dan dhaif. Maka yang dimaksud oleh Imam Ahmad bin Hambal membolehkan menggunakan hadits dhaif dalam fadhaa-ilul amal ataupun targhib wat tarhib adalah hadits dhaif yang hasan bukan hadits dhaif yang dhaif walaupun tingkat kedhaifannya ringan. Demikianlah penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim Al Jauziyah. Salah satu alasan yang kuat sebuah hadits dikatakan dhaif adalah karena ada salah seorang perawi hadits atau lebih memiliki kelemahan, diantara adalah orang tersebut hapalannya kurang kuat, memiliki sifat pendusta, majhul atau tidak diketahui identitasnya dan lain sebagainya. Berikut contoh haditsnya : Dari Anas bin Malik, ia berkata, Senantiasa Rasululullah SAW berqunut pada shalat shubuh sehingga beliau berpisah dari dunia (HR. Ahmad, Baihaqi, Daruquthni, Hakim, Abdur Razzaq dan Abu Nuaim) Pada sanad hadits tentang qunut terus menerus pada waktu shalat shubuh di atas terdapat rawi yang bernama Abu Jafar Ar Razi yang dilemahkan oleh para ahli hadits : Imam Ahmad bin Hambal dan An Nasai berkata, Ia (Ar Razi) bukan orang yang kuat riwayatnya. Imam Abu Zurah berkata, (Ar Razi) banyak salahnya Imam Al Fallas berkata, Ar Razi buruk hafalannya Imam Ibnul Madini berkata, Ar Razi kepercayaan akan tetapi sering keliru dan suka salah (Al Mizanul Itidal 3 : 319) Ibnu Hibban, Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim telah melemahkan hadits Abu Jafar Ar Razi ini. Hadits yang kedua, Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Apabila engkau telah selesai berdoa, maka usapkanlah mukamu dengan kedua telapak tanganmu itu (HR. Ibnu Majah no. 1181) Hadits tersebut diatas dhaif karena ada seorang rawi bernama Shalih bin Hassan Al Nadhary. Tentang dia para ulama mengomentari : Imam Bukhari berkata, Mungkarul hadits (Orang yang diingkari haditsnya) Imam Abu Hatim berkata, Mungkarul hadits, dhaif Imam Ahmad bin Hambal berkata, Tidak ada apa apanya (maksudnya lemah) Imam An Nasai, Matruk (orang yang ditinggalkan haditsnya) Imam Ibnu Main, Dia itu dhaif Imam Abu Dawud telah melemahkannya. Kemudian hadits yang berikutnya, Aisyah ra berkata, Aku melihat Rasulullah SAW ketika beliau hampir wafat, disisinya ada sebuah wadah berisi air, kemudian beliau memasukan tangannya ke dalam wadah tersebut, kemudian mengusap mukanya dengan air sambil membaca, Ya Allah berilah pertolongan kepadaku dalam beratnya kematian atau sakaratul maut (HR. At Tirmidzi) Hadits tersebut dhaif karena ada perawi yang bernama Musa bin Sarjis yang majhul atau yang tidak dikenal identitasnya. Disamping ada rawi yang majhul, matan (isi/redaksi) berbeda dengan hadits yang lain yang lebih shahih, Rasulullah SAW bersabda, Tidak ada Tuhan selain Allah, sesungguhnya bagi kematian itu adalah sakarat (rasa sakit yang sangat) (HR. Bukhari) ( Kitab Dhaif Sunan At Tirmidzi no. 164 dan Takhrij Riyaadhus Shalihin no. 912) Demikian juga hadits yang isinya atau matannya bertentangan dengan Al Quran atau hadits yang lebih kuat periwayatannya maka hadits tersebut derajatnya dhaif, hadits ini juga sering disebut sebagai hadits syadz. Berikut contoh hadits yang bertentangan dengan Al Quran yang terdapat Kitab Hayatush Shahabah, Ketika Rasulullah SAW kembali dari Thaif dan penduduknya yang telah beliau seru kepada Islam tapi mereka menolak dan menyakiti beliau. Beliau SAW duduk dan berkata, Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu lemahnya kekuatanku, sedikitnya usahaku dan hinanya aku atas manusia. Kepada siapa Engkau meninggalkanku ?, kepada musuh yang memandangku dengan muka masam ataukah . Hadits tersebut di atas sangat bertentangan dengan Al Quran yaitu pada ayat, Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tidak pula benci kepadamu (QS Adh Dhuha ayat 3) maka dari itu hadits tersebut dikategorikan sebagai hadits dhaif. Termasuk dikategorikan hadits dhaif jika suatu hadits memiliki sifat mursal yaitu tabiin meriwayatkan langsung dari Rasulullah SAW seperti hadits berikut ini, Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasannya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi was sallam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan, Allahumma laka shumtu (HR Abu Dawud no. 2358, Baihaqi 4/239 dan lainnya) Hadits tersebut di atas dikatakan mursal karena Muadz bin Zuhrah adalah seorang tabiin bukan seorang sahabat, jadi ada sanadnya yang terputus antara sahabat dan tabiin sehingga haditsnya dikategorikan dhaif. Istilah
[media-dakwah] Hadits Dha'if tidak dapat dijadikan Hujah/dalil
Hadits Dhaif Tidak Dapat Dijadikan Hujjah Oleh : Abu Tauam Al Khalafy Berdasarkan sanadnya atau orang yang merawikannya maka oleh Imam Abu Isa At Tirmidzi (209 H 279 H) derajat hadits dibagi menjadi 3 macam yaitu shahih, hasan dan dhaif. Sebelumnya pada era Imam Ahmad bin Hambal (164 H 241 H) derajat hadits hanya dibagi 2 yaitu shahih dan dhaif, sedangkan hadits dhaif dibagi menjadi 2 lagi yaitu hasan dan dhaif. Maka yang dimaksud oleh Imam Ahmad bin Hambal membolehkan menggunakan hadits dhaif dalam fadhaa-ilul amal ataupun targhib wat tarhib adalah hadits dhaif yang hasan bukan hadits dhaif yang dhaif walaupun tingkat kedhaifannya ringan. Demikianlah penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim Al Jauziyah. Salah satu alasan yang kuat sebuah hadits dikatakan dhaif adalah karena ada salah seorang perawi hadits atau lebih memiliki kelemahan, diantara adalah orang tersebut hapalannya kurang kuat, memiliki sifat pendusta, majhul atau tidak diketahui identitasnya dan lain sebagainya. Berikut contoh haditsnya : Dari Anas bin Malik, ia berkata, Senantiasa Rasululullah SAW berqunut pada shalat shubuh sehingga beliau berpisah dari dunia (HR. Ahmad, Baihaqi, Daruquthni, Hakim, Abdur Razzaq dan Abu Nuaim) Pada sanad hadits tentang qunut terus menerus pada waktu shalat shubuh di atas terdapat rawi yang bernama Abu Jafar Ar Razi yang dilemahkan oleh para ahli hadits : Imam Ahmad bin Hambal dan An Nasai berkata, Ia (Ar Razi) bukan orang yang kuat riwayatnya. Imam Abu Zurah berkata, (Ar Razi) banyak salahnya Imam Al Fallas berkata, Ar Razi buruk hafalannya Imam Ibnul Madini berkata, Ar Razi kepercayaan akan tetapi sering keliru dan suka salah (Al Mizanul Itidal 3 : 319) Ibnu Hibban, Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim telah melemahkan hadits Abu Jafar Ar Razi ini. Hadits yang kedua, Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Apabila engkau telah selesai berdoa, maka usapkanlah mukamu dengan kedua telapak tanganmu itu (HR. Ibnu Majah no. 1181) Hadits tersebut diatas dhaif karena ada seorang rawi bernama Shalih bin Hassan Al Nadhary. Tentang dia para ulama mengomentari : Imam Bukhari berkata, Mungkarul hadits (Orang yang diingkari haditsnya) Imam Abu Hatim berkata, Mungkarul hadits, dhaif Imam Ahmad bin Hambal berkata, Tidak ada apa apanya (maksudnya lemah) Imam An Nasai, Matruk (orang yang ditinggalkan haditsnya) Imam Ibnu Main, Dia itu dhaif Imam Abu Dawud telah melemahkannya. Kemudian hadits yang berikutnya, Aisyah ra berkata, Aku melihat Rasulullah SAW ketika beliau hampir wafat, disisinya ada sebuah wadah berisi air, kemudian beliau memasukan tangannya ke dalam wadah tersebut, kemudian mengusap mukanya dengan air sambil membaca, Ya Allah berilah pertolongan kepadaku dalam beratnya kematian atau sakaratul maut (HR. At Tirmidzi) Hadits tersebut dhaif karena ada perawi yang bernama Musa bin Sarjis yang majhul atau yang tidak dikenal identitasnya. Disamping ada rawi yang majhul, matan (isi/redaksi) berbeda dengan hadits yang lain yang lebih shahih, Rasulullah SAW bersabda, Tidak ada Tuhan selain Allah, sesungguhnya bagi kematian itu adalah sakarat (rasa sakit yang sangat) (HR. Bukhari) ( Kitab Dhaif Sunan At Tirmidzi no. 164 dan Takhrij Riyaadhus Shalihin no. 912) Demikian juga hadits yang isinya atau matannya bertentangan dengan Al Quran atau hadits yang lebih kuat periwayatannya maka hadits tersebut derajatnya dhaif, hadits ini juga sering disebut sebagai hadits syadz. Berikut contoh hadits yang bertentangan dengan Al Quran yang terdapat Kitab Hayatush Shahabah, Ketika Rasulullah SAW kembali dari Thaif dan penduduknya yang telah beliau seru kepada Islam tapi mereka menolak dan menyakiti beliau. Beliau SAW duduk dan berkata, Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu lemahnya kekuatanku, sedikitnya usahaku dan hinanya aku atas manusia. Kepada siapa Engkau meninggalkanku ?, kepada musuh yang memandangku dengan muka masam ataukah . Hadits tersebut di atas sangat bertentangan dengan Al Quran yaitu pada ayat, Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tidak pula benci kepadamu (QS Adh Dhuha ayat 3) maka dari itu hadits tersebut dikategorikan sebagai hadits dhaif. Termasuk dikategorikan hadits dhaif jika suatu hadits memiliki sifat mursal yaitu tabiin meriwayatkan langsung dari Rasulullah SAW seperti hadits berikut ini, Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasannya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi was sallam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan, Allahumma laka shumtu (HR Abu Dawud no. 2358, Baihaqi 4/239 dan lainnya) Hadits tersebut di atas dikatakan mursal karena Muadz bin Zuhrah adalah seorang tabiin bukan seorang sahabat, jadi ada sanadnya yang terputus antara sahabat dan tabiin sehingga haditsnya dikategorikan dhaif. Istilah hadits mursal hampir sama dengan hadits munqati,