----- Original Message -----
  From: Ahmad Ridha
  To: [EMAIL PROTECTED]
  Sent: Monday, May 22, 2006 5:28 PM
  Subject: [semenit] Fwd: Metode berdakwah yang diridloi Allah Ta'ala



  ---------- Forwarded message ----------
  From: aku_raji <[EMAIL PROTECTED]>
  Date: May 21, 2006 4:03 AM
  Subject: Metode berdakwah yang diridloi Allah Ta'ala

  
  Metode berdakwah yang diridloi Allah Ta'ala

  Penulis: Al Ustadz Muhammad Afifuddin

  قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا
  أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ;

  Katakanlah (hai Muhammad): "Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang
  mengikutiku berdakwah ke jalan Allah dengan bashirah (petunjuk dan
  ilmu), maha suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang yang
  musyrik." (Yusuf: 108)

  Makna Lafadz
  (هذه سبيلي) : - Berkata Ibnu Zaid: "urusanku, sunnahku dan manhajku."

  - Berkata Rabi' bin Anas: "Dakwahku." (At-Thabari 7/315)

  - Berkata Muqatil: "Agamaku."

  - Berkata Al-Qurthubi: "semua makna di atas adalah satu, yaitu
  (jalan dakwah yang ditempuh oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
  yang bisa mengantarkan ke surga)." (Tafsir Jami' li Ahkamil Qur`an
  9/179).

  (على بصيرة) : - Berkata Ibnu Jarir At-Thabari: "di atas keyakinan dan
  ilmu." (At-Thabari 7/315)

  - Berkata Qatadah: "di atas petunjuk." (Ad-Durrul Mantsur 4/93)

  - Berkata Abdur Rahman As-Sa'di: "di atas ilmu dan keyakinan dengan
  tanpa ada keraguan dan pertentangan." (Tafsir Karimir Rahman fi
  Tafsiri Kalam 4/93)

  - Berkata Abu Bakar Al-Jazairi: "di atas ilmu dan keyakinan terhadap
  Dzat yang aku (Nabi) berdakwah kepada-Nya serta terhadap hasil dan
  buah dakwah ini." (Aisarut Tafaasir 2/653)

  (ومن اتبعني) : - Berkata Ibnu Jarir At-Thabari: "orang yang
  mengikutiku, membenarkan dan beriman kepadaku." (At-Thabari 7/315)

  (سبحان الله) : - Berkata Ibnu Katsir: "yakni aku (Nabi) mensucikan
  Allah (dari sifat-sifat negatif dan sifat-sifat ketidaksempurnaan),
  aku agungkan Allah dan aku sucikan Allah dari sekutu-sekutu,
  persamaan-persamaan, tandingan-tandingan, anak, bapak, istri dan
  wazir." (Ibnu Katsir 2/652)

  (وما أنا من المشركين) : - Berkata Ibnu Jarir: "dan aku (nabi) berlepas
  diri dari ahli syirik, aku bukan dari mereka dan merekapun bukan
  dari golonganku." (At-Thabari 7/315)

  Tafsir Ayat

  Berkata Ibnu Katsir dalam tafsirnya 2/652:

  "Allah Ta'ala berfirman kepada utusan-Nya (Nabi Muhammad
  shallallahu 'alaihi wa sallam) yang diutus kepada manusia dan untuk
  memerintahkan kepadanya agar mengkabarkan kepada manusia (dan jin)
  bahwa ini adalah jalannya, yaitu berdakwah kepada kalimat "Laa Ilaha
  Illallah wahdahu laa syarika lahu" (tiada sesembahan yang hak
  kecuali Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya). Beliau (rasul)
  berdakwah ke jalan Allah dengan bashirah, keyakinan dan kejelasan,
  dan semua yang mengikutinya juga berdakwah kepada apa yang
  didakwahkan oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dengan
  bashirah, keyakinan dan kejelasan akal serta syari'at."

  Ibnu Jarir dalam kitabnya Syarhul Manazil mengatakan:
  "Allah menghendaki dengan pemahamanmu terhadap dalil ini supaya kamu
  sampai kepada derajat ilmu tertinggi, yaitu bashirah yang merupakan
  derajat khusus, yang membedakan para shahabat dengan umat-umat yang
  lainnya. Maka ayat ini menunjukkan bahwa pengikut Rasulullah adalah
  ahli bashirah (yang punya bashirah) yang berdakwah ke jalan Allah.
  Adapun orang-orang yang bukan ahli bashirah maka mereka bukan
  pengikut Rasulullah yang hakiki. Dan kalaupun mau dikatakan pengikut
  beliau, maka hanya semata-mata penisbatan dan pengakuan semata."
  (lihat Fathul Majid hal. 101)


  Apa Hukumnya Berdakwah?

  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Daqaiqut Tafsir 3/288-289
  berkata: "Berdakwah ke jalan Allah merupakan kewajiban setiap orang-
  orang yang mengikuti beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka
  itu adalah umat beliau yang berdakwah ke jalan Allah seperti dakwah
  beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.... Dan kewajiban ini juga
  merupakan kewajiban seluruh umat. Inilah yang dinamakan oleh para
  ulama dengan fardhu kifayah yang bila sudah ada satu kelompok yang
  menegakkannya maka gugurlah kewajiban yang lainnya." Allah berfirman:

  وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
  وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ;
  "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
  kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan yang mencegah dari
  yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung." (Ali Imran: 104)

  Seluruh umat beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menduduki
  tempatnya dalam dakwah ke jalan Allah. Oleh karena itulah, ijma'
  (kesepakatan) mereka merupakan hujjah yang qath'i (pasti) karena
  mereka tidak akan berkumpul di atas kesesatan. Apabila mereka
  berselisih pendapat dalam suatu masalah, maka mereka mengembalikan
  apa yang mereka perselisihkan itu ke Allah (Al-Qur'an) dan Rasul-Nya
  (As-Sunnah). Dan masing-masing dari umat beliau mendapat kewajiban
  untuk berdakwah dengan segenap kemampuannya (kalau tak ada yang
  berdakwah). Maka, apa yang telah dia dakwahkan menjadi gugur
  (kewajibannya) atas yang lain dan apa yang dia tidak mampu maka dia
  tidak dituntut untuk mengerjakannya. Dan sesungguhnya dakwah itu
  sendiri adalah amar ma'ruf dan nahi munkar.

  Syaikh Abdul Aziz bin Bazz dalam kitabnya Fadhlu ad-Da'wah ilallah
  wa Hukmuha hal. 14-16:

  "Telah dijelaskan oleh para ulama bahwa dakwah ke jalan Allah adalah
  fardhu kifayah, kalau ditinjau dari segi wilayah dan daerah yang
  membutuhkan adanya kegiatan dakwah. Maka dakwah ini hukumnya fardhu
  kifayah. Tetapi apabila sudah ada salah seorang yang menegakkannya,
  maka itu sudah cukup dan gugurlah kewajiban dakwah bagi yang lain.
  Dan apabila di suatu wilayah penduduknya tidak menegakkan dakwah
  dengan sempurna, maka semua penduduk tersebut berdosa dan semuanya
  dibebani kewajiban dakwah menurut kadar kemampuannya.

  Adapun kalau ditinjau dari segi keseluruhan negeri maka harus ada
  satu kelompok yang menegakkan dakwah ke jalan Allah di segenap
  penjuru daerah. Menyampaikan risalah agama Allah dan menjelaskan
  perintah-perintah Allah dengan metode yang memungkinkan. Karena
  Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus para dai dan
  mengirimkan surat-surat kepada para raja dan pemimpin serta mengajak
  mereka ke jalan Allah. Kadang-kadang dakwah ini menjadi fardhu 'ain
  yaitu apabila kamu berada di suatu tempat yang tak ada padanya orang
  yang menegakkan dakwah selain kamu. Hal ini sama seperti amar ma'ruf
  nahi munkar, karena hukumnya bisa fardhu 'ain dan bisa juga fardhu
  kifayah. Apabila kamu berada di suatu tempat di mana tidak ada
  padanya orang yang mampu menegakkan dakwah dan menyampaikan perintah-
  perintah Allah selain kamu, maka wajib atas kamu untuk menegakkan
  dakwah ini. Tetapi kalau sudah ada orang yang menegakkan dakwah dan
  beramar ma'ruf nahi munkar, maka dakwah ini menjadi sunnah atas
  kamu, dan apabila kamu bersemangat untuk menegakkan dakwah, maka
  kamu termasuk orang-orang yang berlomba di dalam kebaikan dan
  ketaatan."

  Manhaj Para Nabi dan Rasul dalam Berdakwah

  Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali berkata dalam kitabnya Manhajul
  Anbiya' fid Dakwah ilallah hal. 41-44: "Allah Subhanahu wa Ta'ala
  berfirman:

  وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ
  هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلاَلَةُ فَسِيرُوا فِي الأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ
  عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ ;
  "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
  (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah saja dan jauhilah thaghut itu.'
  Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh
  Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti
  kesesatan baginya, maka berjalanlah kamu di muka bumi dan
  perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan
  (Rasul-Rasul)." (An-Nahl: 36)

  وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُونِ

  "Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan
  Kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq
  melainkan Aku, maka sembahlah Aku." (Al-Anbiya': 25)

  يَاأَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ &#64831;&#1637;&#1633;&#64830;
  وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ ;
  "Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan
  kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa
  yang kamu kerjakan. Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama
  kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka bertakwalah
  kepada-Ku." (Al-Mukminun: 51-52)

  Al-Hafiz Ibnu Katsir berkata:
  "Agama kalian wahai para Nabi adalah satu, yaitu berdakwah untuk
  beribadah hanya kepada Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya." (Ibnu
  Katsir 3/ 257)

  Adapun dalam As-Sunnah yang semakna dengan ayat di atas adalah sabda
  Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

  أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيْسَى بْنِ مَرْيَمَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاْلأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلاَّتٍ،
  أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِيْنُهُمْ وَاحِدٌ ;
  "Aku adalah manusia yang paling layak dengan Isa bin Maryam di dunia
  dan akhirat. Dan para Nabi itu saudara 'allat, ibu mereka berbeda-
  beda tapi agama mereka satu." [HR. Bukhari (3443), Muslim 4/1837,
  dan Ahmad 2/319, 406, 483]

  Ini adalah dakwah seluruh para Nabi, khususnya para Ulul 'Azmi di
  antara mereka. Dakwah mereka semua berjalan di atas satu manhaj dan
  mereka memulai dakwahnya dengan satu hal, yaitu tauhid, karena
  tauhid ini adalah permasalahan terbesar umat manusia dari jaman ke
  jaman. Dakwah yang dilakukan para Nabi dan Rasul tersebut
  membuktikan bahwa tauhid-lah satu-satunya jalan yang harus ditempuh
  dalam mendakwahi manusia ke jalan Allah. Dakwah kepada tauhid juga
  merupakan sunnatullah yang telah digariskan untuk para Nabi-Nya dan
  pengikut-pengikut mereka yang sejati, tidak boleh ditukar dan tidak
  boleh menyimpang daripadanya."

  Dalam tafsir Ibnu Katsir hal. 123-125 dinyatakan:
  "Tidak diperbolehkan secara syara' maupun akal untuk menyimpang dari
  manhaj ini dan memilih manhaj yang lain, karena beberapa sebab:
  (1) Manhaj ini (dakwah kepada tauhid) adalah jalan yang paling lurus
  yang telah digariskan oleh Allah untuk seluruh para Nabi, dari yang
  awal sampai yang akhir. Allahlah peletak manhaj ini dan Allahlah
  yang menciptakan manusia. Dia adalah Dzat yang Maha Tahu akan
  kemaslahatan rohani dan jiwa mereka.

  (2) Para Nabi dan Rasul telah mempraktekkan manhaj ini dengan
  sungguh-sungguh dan ini menunjukkan suatu bukti nyata bahwa manhaj
  ini bukan hasil ijtihad. Oleh karena itu, kita tidak menjumpai di
  dalamnya:
  a) seorang Nabi yang memulai dakwahnya dengan tasawuf.
  b) seorang Nabi yang memulai dakwahnya dengan filsafat dan ilmu
  kalam.
  c) seorang Nabi yang memulai dakwahnya dengan politik.

  Justru kita dapati bahwa mereka menempuh satu manhaj dan perhatian
  mereka pun hanya satu, yaitu tauhidullah (mentauhidkan Allah).
  Inilah yang mereka letakkan di peringkat pertama.

  (3) Apabila kembali kepada Al-Qur'an, kita akan temui bahwa semua
  rasul, aqidahnya adalah Aqidah Tauhid dan dakwahnya dimulai dengan
  tauhid. Tauhid ini merupakan masalah terpenting dan terbesar dari
  apa yang mereka bawa. Kita akan jumpai pula bahwa Allah Subhanahu wa
  Ta'ala memerintahkan kepada Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam
  untuk mengikuti dan menempuh manhaj para Rasul terdahulu. Apabila
  kita menelaah perjalanan dakwah Nabi kita, niscaya akan kita jumpai
  bahwa dakwah beliau dari awal hingga akhir difokuskan kepada masalah
  tauhid dan memberantas syirik beserta fenomena-fenomena dan sebab-
  sebab yang menjerumus kepadanya."

  Semua itu adalah gambaran sekilas tentang manhaj para Nabi dan Rasul
  dalam berdakwah ke jalan Allah yang wajib bagi semua du'at (para
  da'i) untuk ittiba' dan menempuh apa yang mereka tempuh. Untuk lebih
  rincinya, bisa dilihat di buku karya Syaikh Rabi' bin Hadi Al-
  Madkhali yang berjudul Manhajul Anbiya' fid Dakwah ilallah.

  Bagaimanakah Metode Dakwah yang Benar ?

  Allah Azza wa Jalla berfirman:

  اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
  
  "Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan dengan
  pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik...."
  (An-Nahl: 125)

  Berkenaan dengan ayat ini, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah berkata: "Allah
  menyebutkan jenjang-jenjang dakwah dan menjadikannya tiga bagian
  menurut keadaan mad'u (obyek dakwah), karena sesungguhnya mad'u itu
  kadang-kadang:

  1) Orang yang mencari dan cinta kebenaran, dia akan lebih
  mementingkan kebenaran daripada yang lainnya kalau dia
  mengetahuinya. Maka orang seperti ini diseru dengan al-hikmah
  (ilmu), tidak membutuhkan pengarahan ataupun bantahan.

  2) Orang yang sibuk dengan sesuatu yang menyelisihi kebenaran, tapi
  kalau dia mengetahuinya maka dia akan mengikutinya. Maka orang yang
  seperti ini membutuhkan mau'izhah (pengarahan) berupa kabar gembira
  dan ancaman.

  3) Orang yang menentang dan berpaling dari kebenaran. Maka orang
  semacam ini dibantah dengan cara yang baik, kalau-kalau dia mau
  ruju' (kembali kepada kebenaran). Tetapi kalau tidak mau maka dibawa
  kepada algojo/eksekutor (dalam pemerintahan Islam, red) jika
  memungkinkan." (Lihat Fathul Majid hal. 101)

  Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As-Sa'di berkata:
  "Termasuk al-hikmah adalah berdakwah dengan ilmu, bukan dengan
  kebodohan. Juga di antaranya memulai dari perkara yang paling
  penting (yakni tauhid), dengan masalah yang mudah dicerna dan
  dipahami, serta dengan cara yang lemah lembut. Tetapi, apabila cara
  ini tidak berhasil, gunakanlah metode berikutnya yaitu mau'izhah
  hasanah (pengarahan yang baik). Cara ini disertai dengan targhib
  (kabar gembira) dan tarhib (ancaman). Tetapi jika mad'unya merasa
  dirinya benar atau dia penyeru kepada kebatilan, maka bantahlah dia
  dengan cara yang baik, yaitu dengan cara yang tepat yang membuat dia
  mau memenuhi panggilan dakwah." (Taisirul Karimir Rahman fi Tafsiri
  Kalamil Mannan 4/254-255)

  Akhlak Seorang Da'i

  Akhlak da'i yang baik, dapat kita ketahui dari kriteria yang
  diberikan oleh Syaikh bin Bazz dalam kitabnya Fadhlud Dakwati
  ilallah hal. 32-34. Beliau berkata: "Adapun akhlak dan sifat yang
  harus dipunyai oleh seorang da'i di dalam berdakwah banyak sekali,
  antara lain:

  a. Ikhlas.
  Wajib atas seorang da'i untuk ikhlas karena Allah (di dalam
  berdakwah), tidak riya', sum'ah (cari popularitas) ataupun pujian
  orang. Sebagaimana firman Allah yang artinya:

  "Katakanlah (hai Muhammad): Inilah jalanku, aku berdakwah ke (jalan)
  Allah...." (Yusuf: 108)

  b. Memiliki ilmu tentang apa yang didakwahkannya.

  قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ ;
  "Katakanlah (hai Muhammad): "inilah jalanku, aku berdakwah ke
  (jalan) Allah dengan bashirah...." (Yusuf: 108)

  Wajib bagi setiap da'i untuk mengilmui apa yang dia dakwahkan dan
  melihat dalil-dalilnya, maka apabila telah jelas bagi dia kebenaran
  dan dia mengetahuinya maka dia dakwahkan, apakah itu berbentuk
  perbuatan ataupun sesuatu yang dilarang untuk dikerjakan.

  c. Ramah dan lemah lembut di dalam berdakwah.

  "Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
  baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik...." (An-Nahl: 125)

  d. Mengamalkan dan menjadi suri teladan yang baik dari apa yang dia
  dakwahkan. Tidak seperti orang yang mendakwahkan sesuatu kemudian
  dia meninggalkannya atau melarang sesuatu kemudian dia malah
  mengerjakannya. Sebab, ini adalah keadaannya orang-orang yang
  merugi. Allah berfirman:

  يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لاَ تَفْعَلُونَ ; كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ
  تَقُولُوا مَا لاَ تَفْعَلُونَ ;
  "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan yang tidak
  kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
  mengatakan apa-apa yang tidak kamu perbuat." (Ash-Shaf: 2-3)

  Menanggapi tentang akhlak yang harus dimiliki para da'i Syaikh
  Shalih bin Fauzan di dalam mukaddimah kitab Manhajul Anbiya' fid
  Dakwah ilallah mengatakan:

  1. Mengilmui apa yang dia dakwahkan, karena orang jahil tidak berhak
  untuk menjadi da'i. Allah berfirman:

  قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ;
  "Katakanlah (hai Muhammad), "inilah jalanku, aku dan orang-orang
  yang mengikutiku berdakwah ke (jalan) Allah dengan bashirah."
  (Yusuf: 108)

  2. Mengamalkan apa yang dia dakwahkan.
  Ini dimaksudkan agar dia menjadi suri teladan yang baik, yang
  amalannya membenarkan perkataannya, sehingga ahlul batil tidak
  mempunyai hujjah untuk melawannya. Allah berfirman tentang Nabi
  Syu'aib bahwa dia berkata kepada kaumnya:

  وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلاَّ الإِصْلاَحَ مَا
  اسْتَطَعْتُ...;

  "... Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan)
  apa yang aku larang, aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan)
  perbaikan selama aku masih berkesanggupan ...." (Hud: 88)

  3. Ikhlas dalam berdakwah.
  Yaitu karena Allah semata, tidak ingin riya, popularitas, pangkat,
  kepemimpinan, dan tidak pula karena tujuan-tujuan duniawi yang
  lainnya, karena kalau diselipi dengan maksud-maksud di atas tadi,
  maka dakwahnya bukan karena Allah melainkan karena kepentingan
  pribadi.

  4. Memulai dari yang terpenting kemudian yang penting (berikutnya).
  Yaitu memulai dengan perbaikan aqidah, dengan memerintahkan untuk
  ikhlas dalam beribadah kepada Allah dan melarang dari perbuatan
  syirik. Kemudian juga memerintahkan shalat, zakat, amalan-amalan
  wajib dan melarang dari perkara-perkara haram yang lainnya. Sebab,
  inilah jalan yang ditempuh oleh para Rasul. Allah berfirman yang
  artinya:

  "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
  (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah saja dan jauhilah thaghut
  itu...." (An-Nahl: 36)

  "Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan
  Kami wahyukan kepadanya: "bahwasanya tidak ada sesembahan yang hak
  kecuali Aku, maka sembahlah Aku." (Al-Anbiya': 25)

  Sejarah perjalanan dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
  merupakan contoh yang baik dan manhaj dakwah yang paling lengkap,
  karena beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tinggal di Mekkah selama
  13 tahun untuk menyeru umat manusia kepada tauhid dan melarang
  mereka dari perbuatan syirik. Ini dilakukan sebelum menyeru kepada
  shalat (lima waktu), zakat, puasa, dan haji. Dan ini sebelum
  melarang mereka dari zina, riba, mencuri dan bunuh diri.

  5. Bersabar terhadap apa yang menimpa dirinya dalam berdakwah ke
  jalan Allah.
  Seorang da'i harus sabar dalam berdakwah karena perjalanan dakwah
  tidak selamanya mulus dan tidak semudah yang dibayangkan. Jalan
  dakwah itu penuh dengan rintangan dan marabahaya. Contoh-contoh da'i
  yang baik tentu saja adalah para Rasulullah shalawatullah wa
  salamuhu alaihim. Allah berfirman:

  وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا

  "Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) Rasul-Rasul sebelum kamu,
  akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang
  dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada
  mereka...." (Al-An'am: 34)

  6. Berbudi pekerti yang luhur dan menggunakan hikmah dalam dakwahnya.
  Dengan cara ini, dakwah sering kali lebih mudah diterima. Dan ini
  sesuai pula dengan apa yang Allah perintahkan kepada Nabi Musa dan
  Nabi Harun ketika mereka berdakwah kepada Fir'aun, orang yang paling
  kafir di muka bumi saat itu karena mengaku sebagai Tuhan. Allah
  berfirman:

  فَقُولاَ لَهُ قَوْلاً لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى;

  "Maka bicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
  lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (Thaha: 44)

  Demikian pula apa yang difirmankan Allah pada Nabi Muhammad,
  bagaimana beliau harus berdakwah kepada umatnya:

  فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ;

  "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
  terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar
  tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (Ali Imran: 159)

  7. Bertekad bulat dengan cita-cita yang kuat.
  Seorang da'i tidaklah boleh putus asa dalam berdakwah dan tidak pula
  boleh putus asa dari pertolongan dan bantuan Allah, walaupun ia
  telah berdakwah dalam jangka waktu yang lama. Cukuplah bagi dia,
  para Rasul sebagai suri teladannya. Ingatlah bagaimana sikap Nabi
  Nuh yang selama 950 tahun menyeru kaumnya ke jalan Allah. Ingatlah
  pula apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
  sallam ketika kaumnya dengan kejamnya menganiaya beliau, sampai-
  sampai beliau didatangi malaikat penjaga gunung yang meminta izin
  untuk menjatuhkan batu-batuan kepada mereka. Rasulullah pada saat
  itu hanya menjawab (yang maknanya): "Jangan, (biarlah) aku
  tangguhkan mereka. Mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari anak cucu
  mereka, orang-orang yang beribadah kepada Allah saja dan tidak
  menyekutukannya dengan sesuatupun."

  Inilah beberapa akhlak yang harus dimiliki oleh setiap da'i. Para
  da'i yang tidak memiliki sifat dan akhlak di atas, dakwahnya niscaya
  akan kandas dan usahanya akan menjadi sia-sia.

  Fadhilah (Keutamaan) Dakwah

  1. Allah berfirman:

  وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ ;
  "Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
  ke jalan Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata: "Sesungguhnya
  aku termasuk orang-orang yang berserah diri (muslim)." (Fushshilat:
  33)

  Setelah membaca ayat ini, Hasan Al-Bashri berkata:
  "Orang ini adalah kekasih Allah, wali Allah, dan pilihan Allah. Ia
  adalah orang yang paling dicintai Allah. Allah kabulkan doanya dan
  menyeru manusia kepada apa yang (menyebabkan dia) dikabulkan doanya
  oleh Allah. Dan dia beramal shalih ketika dikabulkan doanya sambil
  berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri
  (muslim)." Maka orang ini adalah khalifah Allah." (At-Thabari 11/109-
  110)

  2. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Ali bin
  Abi Thalib:

  لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ ;
  "...Sungguh jika Allah memberi hidayah kepada seorang laki-laki
  disebabkan (dakwah) kamu, niscaya itu lebih baik bagimu daripada
  unta merah (harta kekayaan yang termahal)." [HR. Bukhari 7/58,
  Muslim (2406) dan Imam Ahmad 5/333]

  3. Dari Uqbah bin 'Amr Al-Anshari Al-Badri radhiallahu 'anhu beliau
  berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

  مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ ;
  "Barangsiapa menunjukkan (orang) kepada kebaikan, maka baginya
  seperti pahala orang yang melakukannya." (HR. Muslim 1893)

  4. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah
  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

  مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُوْرِهِمْ
  شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ
  مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا ;
  "Barangsiapa menyeru kepada huda (petunjuk) maka baginya pahala
  seperti pahala orang yang mengikutinya, tidak akan dikurangi dari
  pahala mereka (pengikutnya) sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru
  kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang yang
  mengikutinya, tidak dikurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun."
  [HR. Muslim (2674)]


  Tujuan Dakwah Salafiyyah

  Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz hafizhahullah berkata dalam
  bukunya Fadhlud Da'wah ilallah hal. 32:

  "Tujuan dakwah adalah mengeluarkan manusia dari gelapnya kekufuran
  dan keragu-raguan kepada cahaya kebenaran yang jelas dan murni. Di
  samping itu, juga membimbing mereka kepada kebenaran sehingga mereka
  mengetahuinya dan mengamalkannya. Pada akhirnya, mereka selamat dari
  api neraka dan kemurkaan Allah. Tujuan dakwah juga mengeluarkan
  orang kafir dari gelapnya kekufuran kepada cahaya iman dan petunjuk;
  mengeluarkan orang jahil dari kegelapan kebodohannya kepada cahaya
  ilmu, dan mengeluarkan ahli maksiat dari kegelapan kemaksiatannya
  kepada cahaya ketaatan. Inilah seluruh tujuan dakwah, sebagaimana
  yang difirmankan Allah:

  اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ;
  "Allah pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka
  dari kegelapan (kufur) kepada cahaya (iman)..." (Al-Baqarah: 257)

  Wallahu a'lam bis-Shawab

  Maraji:

  1. Tafsir At-Thabari oleh Ibnu Jarir At-Thabari

  2. Tafsir Ibnu Katsir oleh Ibnu Katsir

  3. Ad-Durrul Mantsur oleh Imam Suyuthi

  4. Jami' li Ahkamil Qur'an oleh Imam Qurthubi

  5. Aisarut Tafasir oleh Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi

  6. Taisirul Karimir Rahman oleh Syaikh Abdur Rahman As-Sa'di

  7. Daqa'iqut Tafsir oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah

  8. Manhajul Anbiya' fid Da'wah ilallah oleh Syaikh Rabi' bin Hadi Al-
  Madkhali

  9. Fadhlud Da'wah Ilallah oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin
  Bazz.

  


  = Zuhud - Cermin Kebangkitan Islam =



------------------------------------------------------------------------------
  YAHOO! GROUPS LINKS

    a..  Visit your group "semenit" on the web.
     
    b..  To unsubscribe from this group, send an email to:
     [EMAIL PROTECTED]
     
    c..  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.


------------------------------------------------------------------------------




[Non-text portions of this message have been removed]





Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke