[mediamusliminfo] Fenomena Ibadatul-Autsaan
Fenomena Ibadatul-Autsaan Ibadah bila dilihat dari sisi lughowi mempunyai arti ketundukan dan kerendahan, sedangkan menurut makna istilahi ibadah adalah sebutan yang menyeluruh untuk setiap apa yang dicintai Allah dan diridhoiNya dari ucapan-ucapan dan amalan-amalan lahir maupun batin. (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Majmu'ul Fatawa: 10/149) Adapun al-autsaan diambil dari asal kata al-watsan, yaitu sebuah nama yang digunakan untuk menyebutkan semua jenis peribadahan, seperti do'a, istighotsah yakni minta kelapangan dari segala kesempitan hidup, kondisi yang tidak menentu, kekacauan, ketakutan dan yang lainnya, kemudian isti'anah yakni meminta pertolongan dalam mendatangkan segala kemaslahatan dan menolak berbagai macam mudharat, lalu at-tabarruk, yakni dengan istilah orang sekarang: ngalap berkah dan lain-lainnya dari jenis ibadah yang diperuntukkan kepada selain Allah, seperti kuburan yang dianggap keramat, batu ajaib, paranormal, khodam setia atau rijalul ghoib (jin muslim atau kafir) dan seterusnya. Sebagian orang barangkali beranggapan kalau watsan atau autsaan adalah patung dan berhala, sehingga praktek ibadatul autsaan hanyalah ditujukan bagi mereka-mereka penyembah patung atau berhala. Cara pandang model ini jelas keliru, sebab Allah telah berfirman dalam Al Qur`an mengenai perkataan Ibrahim kepada kaumnya, "Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah autsaan, dan kamu membuat dusta." (QS Al Ankabuut: 17). Allah juga berfirman, "Mereka menjawab: Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya." (QS Asy Syu'araa: 71). "Ibrahim berkata: Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu?" (QS Ash Shaffaat: 95). Maka, diketahuilah dari sini bahwa watsan atau autsaan digunakan untuk menyebutkan patung-patung dan selainnya yang diibadahi di samping Allah. (Fathul Majid: 292, cet. Al Bayaan) Karena itu, siapapun orangnya yang berdo'a dan meminta pertolongan dalam mengatasi problema hidup kepada selain Allah -dalam perkara yang tidak dimampui oleh seorang pun dari makhluk dan menjadi kekhususan kekuasaan Allah-, maka dia telah terjerumus dalam praktek ibadatul-autsaan. Di tengah-tengah sulitnya mencari penghidupan, ekonomi yang morat-marit, status sosial selalu menjadi ukuran, gaya hidup yang bonafid jadi idaman. Ketika kelezatan dunia menjadi target utama, maka orang-orang yang lemah keimanannya dan lemah pendiriannya mulai goyah terseok-seok ke sana ke mari ingin segera meraih kemudahan dan kelezatan dunia yang sebetulnya tak lebih dari sekedar fatamorgana. Namanya juga memanfaatkan situasi dan kondisi sekaligus nyari rezeki. Paranormal, orang-orang pintar yang juga serba kesusahan segera bereaksi, seolah kehadiran mereka sebagai satu-satunya jalan keluar meski harus melakukan praktek syirik dan mengajak orang berbuat musyrik. Mereka membuka layanan praktek ibadatul-autsaan 1x24 jam dengan kata-kata dan janji-janji manis sebagai daya tarik laris. Praktek yang dibukanya biasanya berkisar seputar: berhubungan dengan rijalul ghoib (jin muslim atau kafir), tarik rejeki, penglaris usaha, penolak bala, jauhkan perselingkuhan, tampil cantik dan menarik, datangkan aura pesona, perjodohan dan banyak lagi yang lainnya. Mendapati kenyataan yang demikian ini, akan bertambahlah keimanan dan keyakinan serta kehati-hatian dalam mengarungi kehidupan dan mengaplikasikan nilai-nilai agama dalam keseharian bagi siapa yang membaca sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Akan ada di antara kalian yang mengikuti tata cara beragama orang-orang sebelum kalian, sampai-sampai kalau mereka masuk lubang biawak kalian pun turut memasukinya." Para sahabat bertanya, "Apakah mereka itu Yahudi dan Nashrani?" Rasulullah menjawab, "Siapa lagi jika bukan mereka?!" (HR Bukhari Muslim) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan dalam hadits ini bahwa apa yang pernah dilakukan oleh orang Yahudi dan Nashrani akan kembali dilakukan oleh ummat ini, satu peringatan agar kita selaku ummatnya selalu mawas diri jangan sampai terperangkap ke dalam praktek ibadah mereka. Tak salah bila kemudian Imam Sufyan ibnu Uyainah memvonis siapa saja yang berilmu namun rusak ada kemiripan dengan Yahudi dan ahli ibadah namun rusak ada kemiripan dengan Nashrani. Ibadatul-autsaan bila ditelusuri dari awal historinya, jelas bukan bermula dari ummat ini, ia hanyalah warisan dari ummat-ummat yang menyimpang seperti disinggung dalam hadits di atas, ironinya justru umat ini yang malah gemar dan semarak mempraktekkan. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim dari Ikrimah bahwa Huyay bin Ahthab dan Ka'ab ibnul Asyrof datang ke Mekkah, maka berkumpullah orang-orang musyrikin di sekitarnya dan berkata, "Kalian (berdua) ahli kitab dan ahli ilmu, kabarkan kepada kami tentang kami dan Muhammad." Huyay dan Ka'ab bertanya, "Apa bedanya kalian dan Muhammad?" Mereka menjawab, "Kami adalah orang yang menyambung hubungan silaturrahim, menyediakan makanan dan minuman (bagi yang membutuhkan), menghilangkan kesusa
[mediamusliminfo] Hukum Mayoritas dalam Syariat Islam
Hukum Mayoritas dalam Syariat Islam Telah menjadi sunnatullah kalau kebanyakan manusia merupakan para penentang kebenaran. Maka menjadi ironi, ketika kebenaran kemudian diukur dengan suara mayoritas. Apa Itu Hukum Mayoritas? Yang dimaksud dengan hukum mayoritas dalam pembahasan kali ini adalah suatu ketetapan hukum di mana jumlah mayoritas merupakan patokan kebenaran dan suara terbanyak merupakan keputusan yang harus diikuti meski bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sejauh mana keabsahan hukum mayoritas ini? Untuk mengetahui jawabannya, perlu ditelusuri terlebih dahulu oknum (pengusung)nya, yang dalam hal ini adalah manusia, baik tentang hakikat dirinya, sikapnya terhadap para rasul, maupun keadaan mayoritas mereka, menurut kacamata syariat. Dengan diketahui keadaan oknum mayoritas, maka akan diketahui pula sejauh mana keabsahan hukum tersebut. Hakikat Jati Diri Manusia Manusia adalah satu-satunya makhluk Allah yang menyatakan diri siap memikul ‘amanat berat’ yang tidak mampu dilakukan oleh makhluk-makhluk besar seperti langit, bumi, dan gunung-gunung. Padahal makhluk yang bernama manusia ini berjatidiri dzalum (amat zalim) dan jahul (amat bodoh). Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah tawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (al-Ahzab: 72) Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di berkata, “Allah mengangkat permasalahan amanat yang Dia amanatkan kepada para mukallafin (makhluk yang dibebani hukum syariat), yaitu amanat menjalankan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala yang diharamkan, baik dalam keadaan tampak maupun tidak tampak. Dia tawarkan amanat itu kepada makhluk-makhluk besar; langit, bumi, dan gunung-gunung sebagai tawaran pilihan, bukan keharusan, ‘Bila engkau menjalankan dan melaksanakannya niscaya ada pahala bagimu, dan bila tidak niscaya kamu akan dihukum.’ Maka makhluk-makhluk itu pun enggan untuk memikulnya karena khawatir akan mengkhianatinya, bukan karena menentang Rabb mereka dan bukan pula karena tidak butuh terhadap pahala-Nya. Kemudian Allah tawarkan kepada manusia, maka ia pun siap menerima amanat itu dan siap memikulnya dengan segala kezaliman dan kebodohan yang ada pada dirinya. Maka amanat berat itu pun akhirnya dipikul olehnya.” (Taisirul Karimirrahman, hlm. 620) Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Mahakuasa lagi Mahabijaksana, tidaklah membiarkan manusia mengarungi kehidupan dengan memikul amanat berat tanpa bimbingan Ilahi. Maka Dia pun mengutus para rasul sebagai pembimbing mereka dan menurunkan Kitab Suci agar manusia berpegang teguh dengannya dan mengambil petunjuk darinya. Allah berfirman: “Sungguh Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata, serta Kami turunkan bersama mereka Kitab Suci dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (al-Hadid: 25) Sikap Manusia terhadap Para Rasul yang Membimbing Mereka Namun, demikianlah umat manusia. Para rasul yang membimbing mereka itu justru ditentang, didustakan, dan dihinakan. Allah berfirman: “Yang demikian itu dikarenakan telah datang para rasul kepada mereka dengan membawa bukti-bukti nyata, lalu mereka kafir (menentang para rasul tersebut), maka Allah mengazab mereka. Sesungguhnya Dia Mahakuat lagi Mahadahsyat hukuman-Nya.” (Ghafir: 22) “Jika mereka mendustakan kamu (Muhammad), maka sesungguhnya para rasul sebelummu pun telah didustakan (pula). Mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zabur dan Kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.” (Ali ‘Imran: 184) “Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang bersekutu sesudah mereka telah mendustakan (rasul), dan tiap-tiap umat telah merencanakan makar terhadap rasul mereka untuk menawannya. Dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu, oleh karena itu Aku azab mereka. Maka betapa (pedihnya) azab-Ku.” (Ghafir: 5) “Dan sungguh telah diperolok-olok beberapa rasul sebelum kamu. Maka turunlah kepada orang yang mencemoohkan para rasul itu azab atas apa yang selalu mereka perolok-olokkan.” (al-Anbiya: 41) Bagaimanakah Keadaan Mayoritas Mereka? Bila kita merujuk kepada Al-Qur’anul Karim, maka kita akan dapati bahwa keadaan mayoritas umat manusia adalah: 1. Tidak beriman Allah berfirman: “Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu benar-benar dari Rabbmu, tetapi mayoritas manusia tidak beriman.” (Hud: 17) 2. Tidak bersyukur Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi mayoritas manusia tidak bersyukur.” (al-Baqarah: 243) 3. Benci kepada kebenaran Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kalian, tetapi mayoritas dari kalian membenci kebenaran itu.” (az-Zukhruf: 78) 4. Fasiq (keluar dari ketaatan) Allah berfirman: “Dan sesungguhny
[mediamusliminfo] Bentuk-Bentuk Sesembahan Yang Harus Dijauhi Oleh Ahlut Tauhid Dan Sepuluh Hal Pembatal Keislaman Kita
Bentuk-Bentuk Sesembahan Yang Harus Dijauhi Oleh Ahlut Tauhid Dan Sepuluh Hal Pembatal Keislaman Kita A. BENTUK-BENTUK SESEMBAHAN YANG HARUS DIJAUHI OLEH AHLUT TAUHID Di dunia ini banyak sekali bentuk-bentuk berhala atau sesembahan yang di agungkan dan di puja-puja oleh umat manusia. Padahal, inilah yang seharusnya diperangi dan di jauhi oleh Ahlut Tauhid (orang-orang yang benar-benar bertauhid). Adapun bentuk-bentuk berhala atau sesembahan tersebut adalah : Pertama : Al-Ilaahatu min Duunillah (semua bentuk sesembahan atau yang di pertuhankan selain Allah) Yaitu segala sesuatu yang diminta tolong untuk mendatangkan manfaat atau menolak bala’ (marabahaya) selain Allah. Bentuknya banyak sekali, diantaranya : Pohon-pohon yang di keramatkan, batu-batuan (arca atau patung) yang disembah, jin-jin dan setan, orang-orang yang telah mati, kuburan-kuburan para wali atau kyai yang di keramatkan, keris pusaka, cincin akik dan segala jenis jimat, dan lain-lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu, apabila di katakan kepada mereka : “(Ucapkanlah) Laa ilaaha illalloh (tidak ada tuhan yang berhak di sembah selain Allah)”, maka mereka menyombongkan diri seraya berkata : “Apakah kita harus meninggalkan sesembahan (tuhan-tuhan) kita (selain Allah), hanya untuk menuruti penyair yang gila ini ? “ (QS. Ash-Shoffaat : 35-36). Dalam ayat yang mulia ini, kita tahu bahwa orang-orang musyrik itu memiliki banyak tuhan. Dan ketika mereka di ajak untuk menjauhi segala bentuk sesembahan atau tuhan-tuhan selain Allah itu, mereka enggan dan menyombongkan diri, karena hati mereka telah terpaut dengan sesembahan itu. “Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apa pun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudaratan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfaatan pun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (Al Furqaan: 3) “Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran itu, berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu: "Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa yang hak, maka adakah bagi kami pemberi syafa'at yang akan memberi syafa'at bagi kami, atau dapatkah kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?." Sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.” (Al A'raaf: 53) “Dan apabila orang-orang yang mempersekutukan (Allah) melihat sekutu-sekutu mereka, mereka berkata: "Ya Tuhan kami mereka inilah sekutu-sekutu kami yang dahulu kami sembah selain dari Engkau." Lalu sekutu-sekutu mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya kamu benar-benar orang-orang yang dusta.". Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu dan hilanglah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan.” (An Nahl: 86-87) “Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata: "Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu katakan?". Berkatalah orang-orang yang telah tetap hukuman atas mereka; "Ya Tuhan kami, mereka inilah orang-orang yang kami sesatkan itu; kami telah menyesatkan mereka sebagaimana kami (sendiri) sesat, kami menyatakan berlepas diri (dari mereka) kepada Engkau, mereka sekali-kali tidak menyembah kami." (Al Qashash: 62-63) Kedua : “At-Thowaaghiit “ (para thoghut) Yakni segala sesuatu yang di sembah, di ikuti dan di taati melebihi batas kedudukannya sebagai hamba Allah. Bentuknya banyak sekali, tetapi tokoh – tokoh utamanya ada lima, yakni : 1. Iblis la’natullah ‘alaih ( semoga Allah terus menerus melaknatinya ) 2. Orang yang di sembah, diagungkan dan di puja-puja oleh orang lain dan dia ridha (senang) dengan perbuatan tersebut, baik orangnya ini masih hidup atau sudah mati. 3. Orang yang mengajak atau memerintahkan orang lain untuk menyembah dirinya (menyembah orang yang memerintahnya), baik ajakannya ini disambut / di ikuti oleh orang atau tidak. 4. Orang yang mengaku-ngaku tahu hal-hal yang ghoib. Namanya banyak sekali, baik itu tukang dukun, tukang ramal, paranormal, orang pinter, orang yang sakti mandraguna dan yang sejenisnya. 5. Orang yang menghukumi sesuatu selain dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. (lihat penjelasan tokoh – tokoh utama thoghut ini dalam kitab Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 153 – 155, karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah). Sementara itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “……(karena itu) barang siapa kufur (ingkar) kepada thoghut, dan hanya beriman kepada Allah saja, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada ikatan tali yang amat kuat (yakni kalimat Laa ilaaha illalloh), yang tidak akan putus …..”(QS. Al-Baqoroh : 256). “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah be