[mediamusliminfo] Tumpahnya Darah Kaum Muslimin

2014-02-16 Terurut Topik Dedy Iskandar
*Tumpahnya Darah Kaum Muslimin*



Dari Abdullah bin Mas'ud Radiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasululah
Shalallahu 'alaihi Wassalam bersabda : "Tidak halal darah seorang muslim
yang bersaksi tiada ilah (sesembahan) yang haq diibadahi kecuali Allah dan
Muhammad adalah Rasulullah, kecuali dengan salah satu dari tiga perkara :
orang muhson (yang sudah menikah) yang berzina, jiwa dengan jiwa (qishos)
dan yang meninggalkan agamanya, yaitu keluar dari jama'ah (HR. Bukhori
Muslim dan yang lainnya)



Hadits ini termasuk kaidah-kaidah dasar yang sangat penting yang menyangkut
urusan yang sangat berbahaya karena berkaitan dengan masalah yang sangat
vital yaitu penumpahan darah. Yang padanya diterangkan apa yang halal dan
apa yang terlarang. Sebab hukum asal darah kaum muslimin adalah "ishmah"
(terjaga). (Kitab Fathul Majid li Syarhil Arba'in 150 dan Qowaid hal 129).



*HARAM MENUMPAHKAN DARAH MUSLIMIN*



Hadits tersebut menerangkan bahwa darah seorang muslim yang menegakkan
kewajiban Islam adalah terjaga. Hal ini juga dinyatakan dalam banyak nash
Al-Qur'an dan As-Sunnah di antaranya :



1. Allah Ta'ala mengancam orang yang membunuh seorang muslim tanpa alasan
yang benar, berupa adzab yang pedih, gugur amalannya di dunia dan di
akhirat serta tiada penolong baginya di akhirat kelak. Allah Ta'ala
berfirman : "Sesungguhnya orang-orang yang menentang ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi tanpa alasan yang benar dan membunuh orang-orang yang
menyuruh manusia berbuat adil, maka kabarkan bagi mereka akan menerima
siksaan yang pedih, mereka itu adalah orang-orang yang gugur amalannya di
dunia dan di akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong"
(Ali Imron : 21-22)



2. Allah Ta'ala murka dan melaknat serta menyediakan adzab yang besar bagi
orang yang membunuh seorang muslim tanpa alasan yang benar, sebagaimana
firman-Nya : "Barangsiapa yang membunuh seorang muslim dengan sengaja maka
balasannya ialah jahannam. Ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya
dan mengutuknya serta menyediakan adzab yang besar baginya." (An-Nisa :93)



3. Rasulullah menerangkan bahwa membunuh jiwa tanpa alasan yang benar
termasuk salah satu dari tujuh perkara yang menghancurkan dan membinasakan.
Beliau bersabda :"Jauhilah tujuh hal yang menghancurkan, para sahabat
berkata apa saja itu, wahai Rasulullah ? Beliau bersabda : berbuat syirik
kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan
alasan yang benar, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, melarikan
diri saat berkecamuknya perang melawan musuh dan menuduh berbuat mesum atas
wanita mukminah (yang baik dan menjaga dirinya)" (HR Bukhori 3/159, Muslim
1/277).



4. Dan Beliau juga bersabda membandingkan antara nilai terbunuhnya seorang
muslim dengan hancurnya dunia ini "Hancurnya dunia ini lebih ringan di sisi
Allah daripada terbunuhnya seorang muslim" (HR Tirmidzi, dishohihkan oleh
Syaikh Al-Albani, Shohihul Jami')



Maka seorang muslim terpelihara darahnya dan tetap terjaga hingga hilangnya
syarat-syarat yang bisa menjaga dirinya dari hal itu (Qowaid, Nadhim
Sulthon :129-130)



*KAPAN DIBOLEHKAN MENUMPAHKAN DARAH MUSLIMIN ?*



Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa perkara-perkara yang dapat
menggugurkan perlindungan tersebut adalah :



*1. Zina bagi seorang yang muhson*



Para Ulama telah ijma' (sepakat) bahwa orang yang telah menikah kemudian
berzina hukumnya dirajam sampai mati seperti yang dilaksanakan Nabi
terhadap Ma'iz dan wanita ghomidiyah (HR. Muslim, Kitabul Hudud bab 5)



Sejarah hukum bagi pezina



Pada mulanya Allah menyuruh agar para wanita yang berzina dikurung sampai
mati kemudian Allah berikan jalan keluarnya." (QS. An-Nisaa' : 15) (Iqadhu
Himam Salim Al-Hilali 192 Fiqhus Sunnah juz 8)



Ubadah bin Shamit radliyallahu 'anhu berkata :



Bila turun wahyu, Nabi Allah akan merasa berat dan wajahnya berubah. Pada
suatu hari turun wahyu kepadanya. Setelah itu Beliau berkata : "Ambillah !
Allah telah memberikan jalan keluar untuk mereka yang telah berzina. Yang
telah menikah dicambuk seratus kali kemudian dirajam dengan batu dan yang
belum menikah dicambuk seratus kali kemudian diasingkan setahun" (HR.
Muslim no. 13)



Dari sini juga para Ulama sepakat tentang wajibnya cambuk bagi pezina yang
belum menikah sebanyak seratus kali dan diasingkan setahun sebagai
kesempurnaan had (hukumannya) (Subulus Salam, Ash-Shan'ani 4/4, Nailul
Author Asy-Syaukani 77-78).



*2. Qishosh "jiwa dengan jiwa"*



Para Ulama kaum muslimin telah ijma' bahwa orang yang telah membunuh
seorang dengan sengaja maka ia berhak dibunuh (diqishosh) (Al-Baqarah : 178)



*Yang terbebas dari hukum Qishosh*



1. Seorang ayah bila membunuh anaknya, maka sang ayah tidak dibunuh. Ini
adalah madzhab jumhur, hujjah mereka adalah sabda Nabi : "Seorang ayah
tidak dibunuh karena membunuh anaknya." (Shohihul Jami' no 7662, Fiqhus
Sunnah 2/526).



2. Seorang muslim membunuh orang kafir, maka seorang muslim tersebut tidak
diqishash.



·Kalau yang dibunuh adalah kafir harb

[mediamusliminfo] Pembatal-Pembatal Keimanan

2014-02-16 Terurut Topik Dedy Iskandar
*Pembatal-Pembatal Keimanan*



Di negeri kita, banyak sekali terdapat acara ritual persembahan baik berupa
makanan atau hewan sembelihan untuk sesuatu yang dianggap keramat. Seperti
di daerah pesisir selatan pulau Jawa, banyak masyarakat memiliki tradisi
memberikan persembahan kepada "penguasa" laut selatan. Begitupun di tempat
lain, yang intinya adalah agar yang "mbau rekso" berkenan memberikan
kebaikan bagi masyarakat setempat. Dilihat dari kacamata agama, acara ini
sebenarnya sangat berbahaya, karena bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam.



Iman menurut Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah memiliki cabang yang banyak. Di
antara cabang-cabang iman tersebut ada yang merupakan rukun, ada yang wajib
dan ada pula yang mustahab. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:



"Iman mempunyai 63 atau 73 cabang, paling utamanya adalah kalimat tauhid La
ilaha illallah dan paling rendahnya adalah menyingkirkan gangguan dari
jalan, dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan." (HR. Muslim,
An-Nasa`i, dan lainnya dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)



Dalam hadits yang mulia ini Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan
tiga perkara yang terkait dengan keimanan. Pertama adalah ucapan, yakni
kalimat tauhid La ilaha illallah dan inilah hal yang rukun. Kedua adalah
amalan, yakni menyingkirkan gangguan dari jalan dan inilah hal yang
mustahab. Sedangkan yang ketiga adalah amalan hati, yakni malu dan ini
termasuk hal yang wajib.



Lawan dari iman adalah kufur. Sebagaimana keimanan mempunyai banyak cabang,
maka kekufuran pun memiliki cabang yang banyak. Namun tidak setiap yang
mengerjakan salah satu dari cabang-cabang keimanan menyebabkan pelakunya
dikatakan mukmin, seperti halnya tidak setiap yang melakukan salah satu
dari cabang kekufuran lantas pelakunya dikatakan kafir.



Untuk lebih memperjelas hal di atas, salah satu contohnya adalah orang yang
menyambung tali silaturrahmi (perbuatan ini merupakan cabang keimanan). Ia
belumlah dapat dikatakan mukmin karena amalan tersebut, sampai ia
mengerjakan rukun-rukun iman. Demikian halnya dengan yang meratapi mayit di
mana perbuatan ini adalah salah satu dari cabang kekafiran. Tidaklah setiap
orang yang melakukan hal tersebut menjadi kafir keluar dari Islam.



Pembaca, iman itu bukanlah sesuatu yang sempit penggunaannya. Artinya,
tidaklah seseorang itu dikatakan mukmin manakala terkumpul padanya sifat
atau ciri-ciri keimanan, lalu tidak dikatakan mukmin manakala tidak
terdapat padanya sifat keimanan secara lengkap. Pola pikir semacam ini
adalah pemikiran dua kelompok sempalan Islam yaitu Khawarij dan Mu'tazilah.



Adapun Ahlus Sunnah, mereka menyatakan seseorang bisa saja dalam dirinya
ada sifat-sifat keimanan, kemudian kemunafikan atau kekufuran. Dan ini
bukanlah hal yang mustahil. (Uraian di atas diambil dari kaset ceramah
Asy-Syaikh Shalih Alusy Syaikh berjudul Nawaqidhul Iman)



Oleh karena itu, seseorang dinyatakan beriman atau menyandang nama iman
adalah dengan kalimat yang agung yaitu kalimat tauhid La ilaha illallah.
Kalimat ini sebagai akad keimanan.



Akad keimanan ini tidak akan lepas dari diri seseorang kecuali dengan
perkara yang betul-betul kuat dan jelas-jelas dapat menggugurkannya, bukan
lantaran perkara-perkara yang masih meragukan atau bahkan mengandung
kemungkinan-kemungkinan.



Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu mengatakan:

"Sesungguhnya vonis kafir atau kekafiran itu tidak terjadi dengan sebab
persoalan yang masih mengandung kemungkinan." (As-Sharimul Maslul hal. 963,
melalui nukilan dari Wajadilhum billati hiya Ahsan hal. 91)



Keimanan adalah ikatan, sedangkan pembatal adalah hal yang melepaskan atau
memutuskan ikatan tersebut. Jadi yang dimaksud pembatal-pembatal keimanan
adalah perkara atau perbuatan-perbuatan yang menjadikan pelakunya kafir
keluar dari Islam.



Iman seperti yang telah lewat penyebutannya adalah ucapan, amalan, dan
keyakinan. Dengan demikian, pembatal keimanan pun tidak lepas dari tiga
perkara ini, yakni qauliyyah (ucapan), 'amaliyyah (perbuatan), dan
i'tiqadiyyah (keyakinan).



*PEMBATAL IMAN KARENA QAULIYYAH*



Pembatal keimanan karena qauliyyah letaknya adalah lisan, yakni seseorang
mengucapkan kalimat-kalimat yang menyebabkan batal keimanannya dan menjadi
kafir karenanya.



Banyak orang yang memiliki persepsi bahwa ucapan-ucapan yang mengandung
kekafiran, seperti mencela Allah Subhanahu wa Ta'ala atau Rasul Shallallahu
'alaihi wa sallam, atau mencela dien dan semisalnya, tidaklah menjadi sebab
pelakunya kafir keluar dari Islam, selama di dalam hatinya masih ada
keimanan. Anggapan ini tentu saja keliru karena bertentangan dengan nash
dan apa yang telah ditetapkan ahlul ilmi.



Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:



"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: 'Sesungguhnya Allah
itu ialah Al-Masih putera Maryah'." (Al-Ma`idah: 17)



"Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: 'Sesungguhnya Allah
adalah salah satu dari yang tiga'." (Al-Ma`idah: 73)



Ibnu Taimiyyah rahimahu