[milis-nakita] AMANDEL {02}

2007-01-17 Terurut Topik shinta
 
AMANDEL BISA MENURUNKAN KECERDASAN

Jika amandel terlalu besar dan tak dioperasi, akan mengganggu perkembangan 
anak. Selain menurunkan kecerdasan, juga bisa timbul komplikasi tak ringan, 
bahkan menularkan penyakit pada orang lain. 

Kita sering mendengar tentang penyakit amandel, entah dari cerita ibu-ibu, 
teman kerja, kerabat, atau yang lain. Katanya, jika anak sering minum es, makan 
cokelat, dan sebagainya, nanti bisa kena penyakit amandel. Kalau sudah begitu, 
biasanya anak jadi bodoh, tak mau makan, sering demam, sering nyeri menelan. 
Katanya lagi, untuk sembuh harus dioperasi. 

Tanggapan orang tua pun beragam bila anaknya dicurigai kena penyakit amandel. 
Ada yang tak peduli dan menganggap sepele, ada pula yang langsung panik. 
Sebenarnya, apa, sih, penyakit amandel? Benarkah penyakit ini bisa membuat anak 
jadi bodoh? Bagaimana pula penangannya? Nah, berikut ini penjelasan ahlinya, 
dr. H. Djoko Srijono Sp.THT dari RSIA Hermina Jatinegara Jakarta. Yuk, kita 
simak bersama! 

PENGENAL JENIS KUMAN 

Amandel atau dalam istilah ilmu kedokteran disebut tonsil adalah bagian dari 
organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong menyerupai bakso, melekat pada dinding 
kanan-kiri dari tenggorok. Jadi, di tenggorok ada dua buah amandel. Jika si 
kecil diminta membuka mulutnya lebar-lebar, kita bisa melihat amandel itu di 
tenggorok. 

Sebenarnya masih ada satu amandel lagi yang disebut adenoid, terletak di rongga 
belakang hidung. Tentu kita tak bisa melihatnya secara langsung karena letaknya 
yang tersembunyi. 

Setiap anak pasti punya amandel karena memang diperlukan oleh tubuh. Pasalnya, 
amandel merupakan bagian dari sistem yang membentuk kekebalan tubuh manusia 
(sistem imunitas). Pada bayi baru lahir, kekebalan tubuhnya masih sangat lemah, 
karena kekebalan yang diwariskan ibunya amat sedikit. Hingga, untuk pertahanan 
tubuhnya, bayi harus membentuk kekebalannya sendiri yang disesuaikan dengan 
jenis-jenis penyakit yang ada di lingkungan sekitarnya. 

Biasanya sebagian besar penyakit yang akan menyerang manusia ditularkan lewat 
udara pernafasan atau makanan. Nah, baik udara pernafasan maupun makanan yang 
masuk ke tubuh manusia, keduanya pasti lewat tenggorok dimana di sana terletak 
amandel. Di sinilah amandel berfungsi sebagai radar atau sensor untuk mengenali 
jenis kuman yang masuk ke dalam tubuh bersama udara atau makanan. 

Selanjutnya tubuh akan membuat kekebalan sesuai informasi yang diberikan oleh 
amandel, disebut imuno-globulin. Mungkin Ibu dan Bapak pernah mendengar istilah 
IgA (imuno-globulin A), IgG, IgM. Itulah sistem kekebalan yang dibentuk oleh 
tubuh anak untuk menghadapi penyakit yang akan menyerangnya. 

Jadi, pada saat kanak-kanak, amandel diperlukan untuk giat bekerja. Tak heran 
bila akan terlihat amandelnya besar. 

KECERDASAN MENURUN 

Yang jadi masalah, jika amandelnya terlalu besar (hipertropi) karena berarti 
sudah merupakan penyakit. Sebab, amandel yang terlalu besar akan menghalangi 
makanan dan udara yang lewat tenggorok. Padahal, makanan yang cukup diperlukan 
untuk pertumbuhan badan anak dan organ tubuh; sedangkan otak juga perlu oksigen 
yang cukup dari udara pernapasan untuk keperluan metabolisme. 

Amandel yang menghalangi jalan makanan akan menunjukkan gejala sulit makan pada 
anak. Jika dipaksakan, ia muntah. Tentunya, kalau anak sulit makan, pertumbuhan 
tubuhnya akan terhambat. Hingga, bila dibandingkan dengan anak lain seusianya, 
akan terlihat lebih kecil. 

Sedangkan amandel yang menghalangi jalan napas, menunjukkan gejala mendengkur 
pada anak saat tidur. Bahkan yang berat, anak tiba-tiba terbangun dan 
tergagap-gagap saat tidur lelap akibat sulit bernafas. Hal ini terjadi karena 
saat tidur lelap, otot-otot tenggorok menjadi sangat rileks hingga amandel yang 
sudah terlalu besar itu akan menutup tenggorok secara total. Akibatnya, jalan 
napas pun tertutup. 

Nah, tertutupnya jalan napas ini selain menimbulkan gejala tadi, juga 
menyebabkan anak kekurangan oksigen. Akibatnya, jaringan tubuh dan otak tak 
bisa berfungsi maksimal. Itu sebab, anak yang amandelnya terlalu besar akan 
terlihat lesu, lemas, kurang afktif, dan suka mengantuk. Daya pikirnya pun akan 
terganggu lantaran otaknya tak bisa berfungsi maksimal, hingga kecerdasannya 
bisa menurun. 

SARAN INFEKSI 

Selain amandel yang terlalu besar, amandel juga bisa menjadi sarang infeksi 
atau dalam ilmu kedokteran disebut fokal infeksi. Bila dilihat dengan 
mikroskop, pada amandel terdapat banyak kantong-kantong yang disebut kripte. 
Kripte ini dilapisi oleh kulit yang tebal. Nah, penyakit yang terbawa udara 
atau makanan dapat masuk dan bersarang di sana hingga menjadi sarang infeksi. 

Dengan demikian, jika badan lemah- ­mungkin akibat badan lelah, makan es batu 
atau makanan lain yang merangsang-, sarang infeksi di amandel akan menyebarkan 
bakteri ke sekitarnya, hingga terjadilah infeksi akut. Anak menjadi demam, 
nyeri tenggorok, batuk, dan tak mau makan. Hal ini akan selalu terjadi berulang 
walau

[milis-nakita] AMANDEL {02}

2007-01-16 Terurut Topik Era maya
Dear Nakita-ers,

Hati-hati dengan amandel.

Artikel berikut pernah dimuat di Nakita, semoga bisa membantu.

 

Regards

Mama Fadly

 AMANDEL BISA MENURUNKAN KECERDASAN

 Jika amandel terlalu besar dan tak dioperasi, akan mengganggu
perkembangan anak. Selain menurunkan kecerdasan, juga bisa timbul
komplikasi tak ringan, bahkan menularkan penyakit pada orang lain. 

Kita sering mendengar tentang penyakit amandel, entah dari cerita
ibu-ibu, teman kerja, kerabat, atau yang lain. Katanya, jika anak sering
minum es, makan cokelat, dan sebagainya, nanti bisa kena penyakit
amandel. Kalau sudah begitu, biasanya anak jadi bodoh, tak mau makan,
sering demam, sering nyeri menelan. Katanya lagi, untuk sembuh harus
dioperasi. 

Tanggapan orang tua pun beragam bila anaknya dicurigai kena penyakit
amandel. Ada yang tak peduli dan menganggap sepele, ada pula yang
langsung panik. Sebenarnya, apa, sih, penyakit amandel? Benarkah
penyakit ini bisa membuat anak jadi bodoh? Bagaimana pula penangannya?
Nah, berikut ini penjelasan ahlinya, dr. H. Djoko Srijono Sp.THT dari
RSIA Hermina Jatinegara Jakarta. Yuk, kita simak bersama! 

PENGENAL JENIS KUMAN 

Amandel atau dalam istilah ilmu kedokteran disebut tonsil adalah bagian
dari organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong menyerupai bakso, melekat
pada dinding kanan-kiri dari tenggorok. Jadi, di tenggorok ada dua buah
amandel. Jika si kecil diminta membuka mulutnya lebar-lebar, kita bisa
melihat amandel itu di tenggorok. 

Sebenarnya masih ada satu amandel lagi yang disebut adenoid, terletak di
rongga belakang hidung. Tentu kita tak bisa melihatnya secara langsung
karena letaknya yang tersembunyi. 

Setiap anak pasti punya amandel karena memang diperlukan oleh tubuh.
Pasalnya, amandel merupakan bagian dari sistem yang membentuk kekebalan
tubuh manusia (sistem imunitas). Pada bayi baru lahir, kekebalan
tubuhnya masih sangat lemah, karena kekebalan yang diwariskan ibunya
amat sedikit. Hingga, untuk pertahanan tubuhnya, bayi harus membentuk
kekebalannya sendiri yang disesuaikan dengan jenis-jenis penyakit yang
ada di lingkungan sekitarnya. 

Biasanya sebagian besar penyakit yang akan menyerang manusia ditularkan
lewat udara pernafasan atau makanan. Nah, baik udara pernafasan maupun
makanan yang masuk ke tubuh manusia, keduanya pasti lewat tenggorok
dimana di sana terletak amandel. Di sinilah amandel berfungsi sebagai
radar atau sensor untuk mengenali jenis kuman yang masuk ke dalam tubuh
bersama udara atau makanan. 

Selanjutnya tubuh akan membuat kekebalan sesuai informasi yang diberikan
oleh amandel, disebut imuno-globulin. Mungkin Ibu dan Bapak pernah
mendengar istilah IgA (imuno-globulin A), IgG, IgM. Itulah sistem
kekebalan yang dibentuk oleh tubuh anak untuk menghadapi penyakit yang
akan menyerangnya. 

Jadi, pada saat kanak-kanak, amandel diperlukan untuk giat bekerja. Tak
heran bila akan terlihat amandelnya besar. 

KECERDASAN MENURUN 

Yang jadi masalah, jika amandelnya terlalu besar (hipertropi) karena
berarti sudah merupakan penyakit. Sebab, amandel yang terlalu besar akan
menghalangi makanan dan udara yang lewat tenggorok. Padahal, makanan
yang cukup diperlukan untuk pertumbuhan badan anak dan organ tubuh;
sedangkan otak juga perlu oksigen yang cukup dari udara pernapasan untuk
keperluan metabolisme. 

Amandel yang menghalangi jalan makanan akan menunjukkan gejala sulit
makan pada anak. Jika dipaksakan, ia muntah. Tentunya, kalau anak sulit
makan, pertumbuhan tubuhnya akan terhambat. Hingga, bila dibandingkan
dengan anak lain seusianya, akan terlihat lebih kecil. 

Sedangkan amandel yang menghalangi jalan napas, menunjukkan gejala
mendengkur pada anak saat tidur. Bahkan yang berat, anak tiba-tiba
terbangun dan tergagap-gagap saat tidur lelap akibat sulit bernafas. Hal
ini terjadi karena saat tidur lelap, otot-otot tenggorok menjadi sangat
rileks hingga amandel yang sudah terlalu besar itu akan menutup
tenggorok secara total. Akibatnya, jalan napas pun tertutup. 

Nah, tertutupnya jalan napas ini selain menimbulkan gejala tadi, juga
menyebabkan anak kekurangan oksigen. Akibatnya, jaringan tubuh dan otak
tak bisa berfungsi maksimal. Itu sebab, anak yang amandelnya terlalu
besar akan terlihat lesu, lemas, kurang afktif, dan suka mengantuk. Daya
pikirnya pun akan terganggu lantaran otaknya tak bisa berfungsi
maksimal, hingga kecerdasannya bisa menurun. 

SARAN INFEKSI 

Selain amandel yang terlalu besar, amandel juga bisa menjadi sarang
infeksi atau dalam ilmu kedokteran disebut fokal infeksi. Bila dilihat
dengan mikroskop, pada amandel terdapat banyak kantong-kantong yang
disebut kripte. Kripte ini dilapisi oleh kulit yang tebal. Nah, penyakit
yang terbawa udara atau makanan dapat masuk dan bersarang di sana hingga
menjadi sarang infeksi. 

Dengan demikian, jika badan lemah- -mungkin akibat badan lelah, makan es
batu atau makanan lain yang merangsang-, sarang infeksi di amandel akan
menyebarkan bakteri ke sekitarnya, hingga terjadilah infeksi akut. Anak
menjadi demam, nyeri t

[milis-nakita] AMANDEL {02}

2007-01-16 Terurut Topik Intan, Indah Nuragustin
Pak,
Ini artikel tentang amandel. Sumber : dokter tonang.
Salam,
 
Kapan Operasi Amandel ?
 
"Kapan operasi amandel" sering menjadi pertanyaan. Amandel (tonsil)
sebenarnya adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh. Karena posisinya,
banyak benda asing yang melaluinya dan bisa menimbulkan infekis. Tonsil
berperan seperti "penjaga pintu" yang akan menahan setiap serangan.
Karena itu tonsil akan membesar sebagai reaksi pertahanan bila ada
infeksi. 

Dengan demikian, pada dasarnya pembesaran tonsil adalah reaksi positif.
Pada anak yang sehat pun, tonsil bisa membesar. Puncak pembesaran ada
usia 9-10 tahun, kemudian perlahan akan menyusut. Karena itu, sebisa
mungkin tindakan operasi pengangkatan tonsil dihindari. Lebih baik
mencari apa yang sering membuat tonsil membesar. 

Tapi memang tonsil bisa membesar dan melekat dengan jaringan sekitarnya,
permukaannya menjadi keriput tidak rata, kripte (kerut-kerut di
permukaan) tampak melebar, dan dipenuhi dengan detritus (bercak kotoran
putih-putih seperti butiran beras). Pada kondisi demikian, infeksi pada
tonsil harus diperhatikan dengan serius karena dapat berfungsi sebagai
sarang penyebar infeksi berat. Penjalarannya bisa menimbulkan antara
lain demam rheumatik yang dapat mengenai persendian dan jantung,
nefritis (infeksi pada ginjal), infeksi pada mata atau radang pada
selaput otak.

Pembesaran tonsil diukur menurut derajatnya terhadap uvula (jaringan
kecil di bagian atas pintu masuk dari mulut ke faring). Semakin besar,
akan makin mendekati uvula. Ada yang membagi menjadi 4 skala, ada yang
membagi 3 skala. 

Untuk menentukan tindakan operasi (tonsillectomy), ada 2 kelompok
kriteria. Kriteria yang bersifat absolut (segera dilakukan): 


1.  Bila pembesaran sudah menimbulkan obstruksi/hambatan jalan nafas
berat, gangguan menelan berat, menimbulkan gangguan tidur (sleep apnea),
atau ada komplikasi kardiopulmoner (akibat penyebaran infeksi oleh
bakteri streptococcus) 
2.  Adanya peritonsiler abses yang tidak bisa diatasi dengan
medikamentosa (dengan obat) dan drainage (pengambilan cairan isi
absess). 
3.  Tonsilitis yang sampai menimbulkan kejang demam, atau carrier
difteri (sekarang sudah jarang). 
4.  Kondisi tonsil sedemikian rupa yang sampai memerlukan tindakan
biopsi untuk penentuan kondisi jaringan menggunakan pemeriksaan
patologi. 

 
Sedang kriteria yang bersifat relatif (dipertimbangkan):


1.  Frekuensi serangan infeksi tonsil : 7 kali/tahun; 5 kali/tahun
selama 2 tahun; 3 kali/tahun selama 3 tahun. 
2.  Adanya bau mulut atau nafas yang terus menerus akibat tonsilitis
kronis yang tidak membaik dengan terapi obat 
3.  Tonsilitis kronis atau berulang oleh bakteri streptokokus yang
sudah resisten terhadap antibiotika beta-laktamase 
4.  Adanya pembesaran tonsil satu sisi (unilateral) dengan
kecurigaan sifat neoplastik (tumor/keganasan)

Dari dua kelompok tersebut, ada yang bersifat obyektif oleh
dokter/pemeriksaan medis (menentukan sifat infeksi tonsil, menilai
kondisi jaringan tonsil dari kripte, debris, dll), tapi ada juga yang
bersifat subyektif (gangguan pernafasan, gangguan menelan, gangguan
tidur). Yang subyektif ini dirasakan sendiri oleh pasiennya, dalam hal
ini dinilai oleh orang tuanya. 

Ada juga pertimbangan bahwa fungsi tonsil adalah bagian dari sistem
pertahanan tubuh. Bagaimana kalau dioperasi? Suatu penelitian tahun 2003
di International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology
  membandingkan kelompok dengan tonsilektomi dan
tanpa tonsilektomi pada masa anak-anaknya, sampai 20 tahun paska
operasi. Hasilnya tidak ada perbedaan signifikan. Tapi memang ini baru
20 tahun, tentu kalau mungkin diteruskan sampai jangka lebih panjang. 

Suatu penelitian lain di jurnal yang sama menyebutkan perbedaan profil
imunitas pada anak-anak usia 3-15 tahun, antara yang menjalani
tonsilektomi dan tidak. Perbedaan didapatkan pada masa 6 bulan pertama
paska operasi. Setelah 6 bulan, profil imunitasnya menjadi tidak
berbeda.

Ada amandel yang mengecil sendiri setelah bertambah umur?

Suatu penelitian lain, masih di jurnal yang sama, sekelompok anak
didiagnosa untuk menjalani tonsilektomi, tetapi diputuskan ditunggu 1
tahun kemudian, untuk sementara hanya observasi dan obat. Dari kelompok
tersebut, sekitar 30% diantaranya tidak jadi menjalani operasi karena
kondisi tonsilnya membaik. Salah satu alasan pembatalan operasi adalah
terjadi resolusi (pengecilan) tonsil yang semula membesar. 

Tahun 2004 kemarin, seorang dokter THT di UNS Solo menulis disertasi
  tentang
profil imun akibat tonsilektomi pada anak-anak, dan memang tidak
mendapatkan perbedaan antara kelompok yang menjalani tonsilektomi maupun
yang tidak. Namun memang ini pun sifatnya baru jangka pendek, belum bisa
kalau jangka puluhan tahun ke depan misal

[milis-nakita] amandel {02}

2006-02-19 Terurut Topik eggy noverti
Thanks yaaMbak Uttiek atas infonya     eggy thea  uttiek <[EMAIL PROTECTED]> wrote:Dear nakita-ers,Semoga membantuSalam,Uttiek  AMANDEL BISA MENURUNKAN KECERDASAN   Jika amandel terlalu besar dan tak dioperasi, akan mengganggu perkembangan anak. Selain menurunkan kecerdasan, juga bisa timbul komplikasi tak ringan, bahkan menularkan penyakit pada orang lain. Kita sering mendengar tentang penyakit amandel, entah dari cerita ibu-ibu, teman kerja, kerabat, atau yang lain. Katanya, jika anak sering minum es, makan cokelat, dan sebagainya, nanti bisa kena penyakit amandel. Kalau sudah begitu, biasanya anak jadi bodoh, tak mau makan, sering demam, sering nyeri menelan. Katanya lagi, untuk sembuh harus dioperasi. Tanggapan orang tua pun beragam bila anaknya dicurigai kena penyakit 
 amandel.
 Ada yang tak peduli dan menganggap sepele, ada pula yang langsung panik. Sebenarnya, apa, sih, penyakit amandel? Benarkah penyakit ini bisa membuat anak jadi bodoh? Bagaimana pula penangannya? Nah, berikut ini penjelasan ahlinya, dr. H. Djoko Srijono Sp.THT dari RSIA Hermina Jatinegara Jakarta. Yuk, kita simak bersama! PENGENAL JENIS KUMAN Amandel atau dalam istilah ilmu kedokteran disebut tonsil adalah bagian dari organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong menyerupai bakso, melekat pada dinding kanan-kiri dari tenggorok. Jadi, di tenggorok ada dua buah amandel. Jika si kecil diminta membuka mulutnya lebar-lebar, kita bisa melihat amandel itu di tenggorok.
 Sebenarnya masih ada satu amandel lagi yang disebut adenoid, terletak di rongga belakang hidung. Tentu kita tak bisa melihatnya secara langsung karena letaknya yang tersembunyi. Setiap anak pasti punya amandel karena memang diperlukan oleh tubuh. Pasalnya, amandel merupakan bagian dari sistem yang membentuk kekebalan tubuh manusia (sistem imunitas). Pada bayi baru lahir, kekebalan tubuhnya masih sangat lemah, karena kekebalan yang diwariskan ibunya amat sedikit. Hingga, untuk pertahanan tubuhnya, bayi harus membentuk kekebalannya sendiri yang disesuaikan dengan jenis-jenis penyakit yang ada di lingkungan sekitarnya. Biasanya sebagian besar penyakit yang akan menyerang manusia ditularkan lewat udara pernafasan atau makanan. Nah, baik udara pernafasan maupun makanan yang masuk ke tubuh manusia, keduanya pasti lewat tenggorok dimana di sana terletak amandel. Di sinilah amandel berfungsi sebagai radar atau sensor untuk mengenali jenis kuman yang masuk ke dalam tubuh bersama udara atau makanan. Selanjutnya tubuh akan membuat kekebalan sesuai informasi yang diberikan oleh amandel, disebut imuno-globulin. Mungkin Ibu dan Bapak pernah mendengar istilah IgA (imuno-globulin A), IgG, IgM. Itulah sistem kekebalan yang dibentuk oleh tubuh anak untuk menghadapi penyakit yang akan menyerangnya. Jadi, pada saat kanak-kanak, amandel diperlukan untuk giat bekerja. Tak heran bila akan terlihat amandelnya besar. KECERDASAN MENURUN Yang jadi masalah, jika amandelnya terlalu besar (hipertropi) karena berarti sudah merupakan penyakit. Sebab, amandel yang terlalu besar akan menghalangi makanan dan udara yang lewat tenggorok. Padahal, makanan yang cukup diperlukan untuk pertumbuhan badan anak dan organ tubuh; sedangkan otak juga perlu oksigen yang cukup dari udara pernapasan untuk keperluan metabolisme. Amandel yang menghalangi jalan makanan akan menunjukkan gejala sulit makan pada anak. Jika dipaksakan, ia muntah. Tentunya, kalau anak sulit makan, pertumbuhan tubuhnya akan terhambat. Hingga, bila dibandingkan dengan anak lain seusianya, akan terlihat lebih kecil. Sedangkan amandel yang menghalangi jalan napas, menunjukkan gejala mendengkur pada anak saat tidur. Bahkan yang berat, anak tiba-tiba terbangun dan tergagap-gagap saat tidur lelap akibat sulit bernafas. Hal ini terjadi karena saat tidur lelap, otot-otot tenggorok menjadi sangat rileks hingga amandel yang sudah terlalu besar itu akan menutup tenggorok secara total. Akibatnya, jalan napas pun tertutup. Nah, tertutupnya jalan napas ini selain menimbulkan gejala tadi, juga menyebabkan anak kekurangan oksigen. Akibatnya, jaringan tubuh dan otak tak bisa berfungsi maksimal. Itu sebab, anak yang amandelnya terlalu besar akan terlihat lesu, lemas, kurang afktif, dan suka mengantuk. Daya pikirnya pun akan terganggu lantaran otaknya tak bisa berfungsi maksimal, hingga kecerdasannya bisa menurun. SARAN INFEKSI Selain amandel yang terlalu besar, amandel juga bisa menjadi sarang infeksi atau dalam ilmu kedokteran disebut fokal infeksi. Bila dilihat dengan mikroskop, pada amandel terdapat banyak kantong-kantong yang disebut kripte. Kripte ini dilapisi oleh kulit yang 
 tebal.
 Nah, penyakit yang terbawa udara atau makanan dapat masuk dan bersarang di sana hingga menjadi sarang infeksi. Dengan demikian, jika badan lemah- ­mungkin akibat badan lelah, makan es batu atau makanan lain yang merangsang-, sarang infeksi di amandel akan menyebarkan bakteri ke sekitarnya, hing