Rabu, 09/05/2007
Pailit berlalu, prospek Sentul City cerah
Cetak
Anda masih ingat tentang kasus pemailitan konsumen terhadap pengembang
perumahan Bukit Sentul? Akibat ingkar janji dalam menyerahkan rumah pesanan
dengan tepat waktu, konsumen pun menyeret pengembang itu ke meja hijau.
Pengembang yang sahamnya dimiliki oleh Tjahjadi Kumala, Bambang Trihatmodjo,
dan Grup Lippo itu pun dinyatakan bangkrut pada Oktober 2005.
Pada Mei 2006, manajemen selamat dari predikat pailit setelah sebulan
sebelumnya pengembang bersama dengan 95% konsumen perumahan mewah itu satu
suara untuk menyepakati sebuah rencana komposisi. Dalam rencana yang kemudian
diratifikasi oleh pengadilan, perusahaan sepakat untuk menyelesaikan 438 rumah
pada April 2008.
Konsumen pun diwajibkan untuk membayar dimuka maksimal 25% dari nilai tanah
atau tanah dan bangunan dalam enam kali cicilan terhitung sejak pembangunan
mencapai tahap separuh penyelesaian.
Dengan adanya kesepakatan tersebut, BNP Paribas Securities Indonesia melihat
prospek cerah ada dalam genggaman pengembang yang kini menyandang nama PT
Sentul City Tbk itu.
Analis BNP Paribas Kim Kwie Sjamsudin dalam riset perdananya mengenai emiten
itu, mengatakan suntikan modal sebesar Rp815 miliar dari sejumlah investor baru
melalui penawaran umum terbatas (rights issue) pada Oktober 2006 telah
menyambung hidup perseroan.
Dana tersebut dinilai lebih dari cukup untuk menutupi biaya pengembangan
proyek perumahan Argenia dan juga sebagai modal kerja proyek baru lain di masa
datang. Pasca-rights issue, perseroan kelebihan kas.
Perseroan yang tercatat sebagai perusahaan properti publik pertama pada 1993
itu mengalokasikan dana sebesar Rp300 miliar untuk membangun infrastruktur
cluster Argenia seluas 118 hektare berikut 438 rumah yang akan diserahkan
kepada pembeli lama. Di saat yang sama, perseroan juga membangun 532 lot rumah
yang akan dijual kepada konsumen baru.
Hingga per Maret 2007, perseroan telah menyerahkan sebanyak 71 rumah kepada
pembeli lama sebagai bagian dari pemenuhan janji. Sebagian lainnya akan
diserahkan secara bertahap dalam beberapa bulan ke depan hingga tuntas
keseluruhan pada November.
Untuk mencapai itu semua pengembang pun menggandeng 15 perusahaan konstruksi.
Berdasarkan pengamatan dari kunjungan ke lokasi bersama sejumlah analis dari
sekuritas lain, Kim memperkirakan perseroan dapat memenuhi seluruh janjinya
pada April 2008.
Sejumlah faktor pendukung seperti penurunan suku bunga, pertumbuhan permintaan
masyarakat kelas menengah akan perumahan, dan rencana pengembangan proyek jalan
tol lingkar luar Bogor yang bakal melewati kawasan Sentul serta upaya keras
pengembang dalam mempromosikan perumahan membuat Kim menetapkan rekomendasi
beli terhadap saham berkode BKSL ini. Dia juga menetapkan target harga Rp500,
dari harga saham per 2 Mei yang sebesar Rp350.
Harga saham BKSL terus melesat hingga pada perdagangan Jumat lalu mencetak
level tertinggi dalam sejarah Rp455. Namun, kemarin harga saham itu melorot
lagi menjadi Rp420. Dengan level harga tersebut maka kapitalisasi pasar Sentul
City mencapai Rp3,99 triliun.
Dengan kapitalisasi pasar yang besar BNP Paribas, yang saat ini merupakan
satu-satunya yang meng-cover saham BKSL, yakin ke depan akan ada lebih banyak
analis yang mengamati saham emiten properti ini.
Kami memperkirakan nilai Sentul City dari total nilai aset bersih sebesar
Rp7,1 triliun atau Rp743 per saham. Kami menggunakan harga tanah yang
konservatif sebesar Rp1,1 juta per m2 untuk cadangan lahan kotor perseroan
seluas 1.909 hektare, dengan luas area yang dapat dijual sebanyak 1.145
hektare, papar Kim dalam ulasan risetnya, yang terbit 3 Mei.
Nilai tersebut dianggap konservatif mengingat harga tanah dalam cluster estat
perseroan yang dikembangkan oleh pengembang Indonesia-Prancis PT Les Nouveaux
Constructeurs telah mencapai Rp1,6 juta per m2.
Kim juga sudah memperhitungkan biaya pengembangan lahan guna mendapatkan
estimasi nilai aset bersih yang dinyatakan kembali (restated net asset
value/RNAV).
Estimasi RNAV yang digunakannya sejalan dengan taksiran angka keluaran
Colliers International bulan lalu. Saham BKSL diperdagangkan dengan diskon 53%
terhadap estimasi RNAV, dibandingkan rata-rata diskon yang dialami emiten
sektor properti yang sebesar 28%.
Kami percaya saham ini layak diperdagangkan dengan diskon yang lebih besar
dibandingkan dengan rata-rata sektor karena perseroan mempunyai profil yang
jauh lebih tinggi. Kami yakin diskon saat ini masih mengimplikasikan valuasi
yang sulit, kata Kim.
Adapun target harga dan prediksi laba dari BNP Paribas itu terkendala oleh
risiko keterlambatan perseroan dalam menyerahkan rumah bagi pembeli lama.
Keterlambatan ataupun sengketa lebih lanjut dapat memicu kasus pemailitan
berikutnya.
Ancaman lain datang jika perseroan gagal mendapatkan pinjaman untuk mendukung
langkah pengembangan proyek