Bara Century, memanggang sana-sini



 




Bank
Century sudah lebih 9 bulan di-bailout, tapi bara masalahnya justru
memanggang para pejabat di Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan
Lembaga Penjamin Simpanan dalam 1 pekan terakhir. Bau ketidakberesan
meruap di sana-sini.
Bergegas
Gubernur BI Boediono turun dari mobil dinas di lobi gedung Departemen
Keuangan, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta. Dia diikuti Deputi Senior
Gubernur Miranda Swaray Goeltom dan Deputi Gubernur Siti Ch. Fadjrijah.
Sejumlah
pejabat bank sentral dengan level lebih rendah juga turut serta. Ada
Direktur Direktorat Humas dan Perencanaan Strategis BI Dyah Makhijani.
Kabiro Humas Filianingsing Hendarta malah sempat menenteng termos air
panas. "Ini mau camping," candanya.
Filianingsih,
malam itu, boleh saja berusaha berkelakar. Kejadian itu sekitar pukul
20.00 WIB, 20 November 2008. Namun, prolog drama yang menegangkan
justru telah terjadi beberapa hari sebelumnya, yakni pada 13 November,
saat PT Bank Century Tbk dikabarkan gagal kliring dan membatasi
penarikan dana nasabah.
Tak
berapa lama, sejumlah pejabat Departemen Keuangan, seperti Dirjen Pajak
Darmin Nasution, Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani, Ketua
Bapepam-LK dan Dirut PT Bank Mandiri Tbk Agus Martowardojo berdatangan.
Pemilik Bank Century Robert Tantular, Dirut Hermanus H. Muslim dan
Wadirut Hamidy juga telah diundang.
Hujan
sejak sore belum sepenuhnya berhenti, saat pukul 20.30, rapat tertutup
yang melibatkan para pejabat penting sektor keuangan digelar.
Segelintir wartawan yang menunggu mahfum, pasti kondisi Bank Century
sudah gawat.
Waktu
terus berlalu, tetapi tak ada tanda-tanda rapat selesai. Pemilik dan
direksi Bank Century bahkan tak ikut dalam pertemuan itu. Mereka,
sebagaimana dikatakan Robert Tantular pada satu kesempatan, dibiarkan
menunggu lontang-lantung di ruangan lain. Hamidy tampak beberapa kali
keluar untuk merokok.
Bila
di luar sisa hujan meninggalkan hawa dingin, tidak demikian halnya
dengan di dalam Gedung E Depkeu tempat pertemuan berlangsung. Rapat
dipimpin oleh Menkeu Sri Mulyani, yang juga Ketua Komite Stabilitas
Sistem Keuangan. Rapat berlangsung panas.
"Semua
kata binatang sampai keluar," tutur Darmin, melukiskan betapa alotnya
rapat itu, saat sudah menjabat Deputi Gubernur Senior BI, Jumat, pekan
lalu.
Dia
mengatakan rapat terpecah dalam dua kubu perlu atau tidaknya Bank
Century diselamatkan. Semua 'sakit' gara-gara rapat itu, tutur Darmin.
Perundingan
alot, belum ada tanda-tanda berakhir walau hari telah berganti dan baru
benar-benar berhenti pukul 07.00 keesokan harinya. Dengan alasan
berisiko sistemik, pemerintah kemudian memilih menyelamatkan bank yang
sudah bermasalah sejak 2005 tersebut.
Syahdan,
beberapa pekan setelah pertemuan lintas malam itu, Maryono meminta izin
merokok saat mulai menjelaskan kondisi terakhir Bank Century. Mantan
petinggi Bank Mandiri itu diserahi tugas memimpin Century sejak diambil
alih Lembaga Penjamin Simpanan. Dari awal Maryono tahu, mengurusi bank
yang telah dinyatakan gagal tersebut bukan hal yang mudah.
"Begitu
ditunjuk, saya mengumpulkan jajaran manajer ke atas, di situ kami
mendapatkan komitmen dukungan untuk memperbaiki bank ini," tuturnya.
Maryono
bertutur, periode 3 bulan pertama pemulihan adalah masa survival bagi
Bank Century. Dia mengakui telah terjadi penarikan dana yang cukup
besar dalam 1 bulan terakhir disertai temuan kredit macet tidak
sedikit.
Pernyataan
ini terbukti dari hasil audit, hingga akhir 2008, dana pihak ketiga
Bank Century tinggal Rp5 triliun, dari sebelumnya di level Rp10
triliun. Maryono berusaha meyakinkan para nasabah, bila Bank Century
sekarang berbeda dan dikelola dengan lebih baik.
Perlahan,
operasional Bank Century berjalan normal. Mengakhiri Semester I/2009,
bank itu sudah membukukan laba bersih Rp139 miliar. Hanya saja kerugian
pada 2008 memang tidak kepalang tanggung Rp7,2 triliun.
Rugi
sebesar itu meludeskan separuh aset Bank Century yang pada awal 2008
masih mengelola Rp14,25 triliun. Kerugian terjadi umumnya karena
pencadangan aset busuk baik surat berharga maupun kredit itu yang
menguras duit LPS hingga Rp6,76 triliun.
Jelas
dana yang begitu besar itu mengundang pertanyaan besar? Bagaimana bisa
terjadi, dan mengapa LPS begitu saja mengucurkan dana bailout hingga 4
kali dengan nilai besar.
"Usulan
bank sistemik dari BI. Jadi kemudian dia [BI] datang dengan
angka-angka. LPS tidak menghitung lagi karena bank gagal sistemik harus
diselamatkan," kilah Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani.
Bisnis
lalu menanyakan kepada BI. Menurut Deputi Direktur Pengawasan Bank I BI
Hery Krystiana bank sentral tidak bisa memperkirakan nilai kerugian
Bank Century sedari awal karena temuan kecurangan terjadi belakangan.
Cek kosong
Setelah
diputuskan harus diselamatkan, Bank Century bak cek kosong yang bebas
diisi oleh besaran dana berapa pun. Anehnya, tanpa catatan, LPS juga
menurut saja ketika BI menyodorkan angka yang berubah dari waktu ke
waktu, malah dengan rentang terendah Rp4 triliun-Rp9 triliun, sebelum
diambil angka tengah Rp7 triliun.
Ihwal
angka yang terus berubah inilah yang konon membuat Menkeu Sri Mulyani
meradang kepada para pejabat BI. Namun, semua telah terlambat, karena
toh dana cair, yang berarti ia memberi restu dana bailout sesuai yang
diminta.
Namun,
kesan penyelamatan serampangan tak bisa dihilangkan. Alasan banyak
deposito jatuh tempo dan banyak tagihan tidak bisa ditagih dalam waktu
bersamaan sangat mencurigakan. Apalagi belakangan diketahui, tak semua
aset benar-benar busuk, sehingga terbuka kemungkinan untuk ditagih.
Salah
satunya adalah surat berharga di Dresdner Bank senilai US$156 juta yang
ternyata dananya masih ada. Belum lagi dengan debitur L/C yang sempat
dikira ngemplang ternyata sanggup bayar US$65 juta dan tagiah serupa
US$95 juta siap tagih.
Para
pengawas BI rupanya mau mudah saja menyehatkan Bank Century dengan
begitu saja memvonis suatu tagihan maupun kredit gagal bayar, sehingga
bisa dicatatkan sebagai rugi. Itulah salah satu penyebab, biaya bailout
membengkak nyaris terkendali.
Bandingkan
dengan klaim LPS yang menyatakan bahwa dana pihak ketiga Bank Century
layak bayar karena nilainya di bawah maksimum penjaminan Rp2 miliar
yang mencapai Rp5,3 triliun dari total dana Rp9,9 triliun ketika
pertama kali diambil alih.
Bila
bank ini ditutup, maksimum dana yang harus ditalangi LPS adalah Rp5,2
triliun, lebih kecil dari bailout. Hanya karena penilaian sebagai bank
sistemiklah, opsi likuidasi tidak diambil.
Darmin
juga menjelaskan, keputusan itu diambil dalam konteks krisis global
yang terjadi saat itu. "Bisa jadi, kalau ditutup, kerugiannya malah
lebih besar..siapa tahu," katanya.
Namun,
keyakinan BI bahwa risiko penutupan akan mengganggu sistem perbankan
secara umum juga layak diuji kesahihannya. Pasalnya, saat Bank IFI
ditutup beberapa bulan setelah bailout, dampaknya juga tak begitu
terasa. Apalagi jika merunut data, sepanjang 2008, tagihan antarbank
Bank Century tak pernah lebih rendah dibandingkan dengan kewajibannya.
Penetapan
"risiko sistemik" dalam penyelamatan Century, bisa jadi, adalah pangkal
dari ribut penyelamatan bank itu. Wacana bisa saja ditarik ke ranah
politik, guna meramaikan perebutan kursi kekuasaan menjelang pemilihan
anggota kabinet pemerintahah SBY-Boediono.
Wajar jika kemudian para pejabat yang 'camping' di Depkeu malam itu kini merasa 
gerah dan saling lempar bola ke sana ke mari.
Namun, substansinya tetap saja, seberapa sah dan seberapa dapat 
dipertanggungjawabkan, keputusan yang telah diambil itu.
Jika
itu persoalannya, kita tunggu jawabannya dari hasil audit investigasi
Badan Pemeriksa Keuangan, yang dijanjikan ketuanya, Anwar Nasution,
selesai sebelum Lebaran. (11)(hery.trianto@ bisnis.co.id) 
Oleh hery trianto
Wartawan Bisnis Indonesia








      

Kirim email ke