http://www.inilah.com/berita.php?id=12143
Ekonomi / Investasi Rabu, 13 Februari 2008 Divestasi Newmont di Simpang Jalan YUSUF KARIM, KONTRIBUTOR INILAH.COM INILAH.COM, Jakarta - Amanah pengalihan saham sesuai kontrak karya Newmont Nusa Tenggara (NNT) generasi IV yang diteken bersama pemerintah dalam ancaman. Pemicunya, surat peringatan dan batas waktu pelaksanaan divestasi perusahaan tambang AS itu hingga 22 Februari 2008. Jerih payah semua pihak yang terlibat prosesnya sejak 2006 ini akan ditentukan dalam hitungan hari. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, NNT, maupun masyarakat di sekitar penambangan berada dalam posisi penantian. Di satu sisi, terdapat hasil perundingan Newmont dan Kabupaten Sumbawa yang telah menandatangani perjanjian pembelian 2% saham senilai US$ 72,67 juta. Sebelumnya, 11 Februari, Bupati Sumbawa mengirimkan surat kepada Menteri ESDM yang berisikan hasil perundingan NNT dan pemda setempat. Pemkab Sumbawa telah menandatangani pembelian 2% saham senilai US$ 72,67 juta dengan pihak NNT. Sulit dibantah bahwa penyelesaian kesepakatan 2% adalah langkah maju dari proses perundingan yang telah menghabiskan waktu lama. Tapi, pada tanggal yang sama, pemerintah ternyata sudah mendesain dikeluarkannya surat peringatan untuk Newmont. Hal itu jelas mengagetkan banyak pihak. Ada persoalan apa antara pemerintah dalam hal ini Kantor Menteri ESDM dan NNT? Padahal, sebenarnya, Presdir NNT Martiono Hadianto yang juga mantan Dirjen Migas dan mantan Dirut PT Pertamina, telah dikenal kalangan birokrat maupun pelaku industri di sektor ini. Persaingan bisnis masih menjadi motivasi utama yang melandasi proses pengalihan saham ini. Misalnya, peran Trakindo Group yang sejak awal menawarkan skema pendanaan kepada pemerintah daerah untuk membeli saham NNT. Langkah ini yang menurut Kepala BKPM M Lutfi justru bertentangan dengan Foreign Corrupt Practice Act. Mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) itu mengingatkan agar perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia seperti Caterpillar, Newmont, dan Trakindo juga memenuhi hukum AS. Di lain sisi, ada Grup Bakrie yang memang telah lama mengincar saham milik NNT. Melalui anak perusahaan PT Bumi Resources Tbk dan PT Darma Henwa yang diduga berada di balik Pemprov NTB dan Pemkab Sumbawa Barat. Apa jadinya bila pemerintah bersikukuh memutuskan menghentikan kontrak karya Newmont? NNT jelas tidak akan tinggal diam. Russel Ball, bos Newmont Investment Limited, sudah siap membawa kasus ini ke arbitrase internasional. Pemerintah pun merasa di atas angin karena tahapan-tahapan divestasi ini harusnya diselesaikan Newmont pada 2006. Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengomentari kasus ini secara hati- hati. "Kami ingin fact finding bisa dilakukan bersama kejaksaan. Itu nanti diharapkan bisa menggambarkan bagaimana keadaan di lapangan tentang proses divestasi itu," ujarnya saat ditanya dalam acara BUMN Executive Club di Kantor Pusat PLN, Jalan Trunojoyo, Jakarta, Rabu (13/2). Purnomo menjelaskan, surat peringatan yang diberikan pemerintah kepada NNT memang mencantumkan batas waktunya. Selama batas waktu itu, pemerintah akan memonitor perkembangan divestasi di lapangan. "Sudah ada kesepakatan dengan Pemda bahwa dalam divestasi itu 3% akan diberikan kepada Pemkab Sumbawa Barat dan 10% untuk Pemkab Sumbawa dan Pemda NTT. Itu yang harus diselesaikan. Sebelum diterminasi, akan kami lihat dulu. Jadi, ada langkah dan proses pertama kami kirim surat lalai, kemudian kami kirim fact finding team," lanjut Purnomo. Langkah hati-hati Purnomo bukan tanpa sebab. Pasalnya, kasus Purnomo berperan penting dalam kasus didendanya pemerintah Indonesia ratusan juta dolar AS akibat pemutusan kontrak dengan Karaha Bodas Company (KBC). Purnomo menambahkan, sejauh ini pemerintah belum bisa memutuskan apakah divestasi NNT bisa diperpanjang waktunya. Pemerintah juga akan melihat di mana letak kemacetan divestasi itu. Kondisi ini sebenarnya tidak sulit bila pemerintah bisa melihat dengan jernih dan lepas dari kepentingan bisnis sekelompok golongan. [R1/E1/I3]