Harga kebahagiaan.

Anggaplah anda bisa memilih, gaji 50juta setahun sementara orang lain
bergaji 25juta, atau kondisi kedua anda bergaji 100juta setahun
sementara orang lain dapat 250juta.

Sebagian besar survey mendapatkan hasil mengejutkan. Banyak orang
lebih memilih kondisi pertama, walaupun telah diberitahu bahwa
harga-harga barang antara kedua kondisi tersebut adalah sama, dan
pilihannya berarti orang tersebut hanya mampu memiliki separuh dari
gaya hidup pilihan kedua. HL Mencken memberi sindiran "Seorang pria
makmur adalah pria yang memiliki penghasilan $100 pertahun lebih besar
dari suami iparnya.."

Mengapa memilih yang setengah penghasilan? Tampaknya salah satu kabut
kebahagiaan manusia ditutup oleh "anggapan manusia tentang posisinya
di masyarakat". Bahasa inggrisnya "where we are in the pecking order".
We want what other people have – our happiness depends on it. Pada
masa primitive perburuan, tak banyak kemakmuran yang bisa dikumpulkan
dan berakibat pada focus terhadap love, kerja keras untuk keluarga dan
juga komunitas. Bersosialisasi dengan anggota masyarakat dan teman
adalah jalan menuju kebahagiaan. Tapi begitu seseorang turun dalam
urutan tempat di sukunya, kebahagiaan langsung terjun bebas, bahkan
walaupun suku tempat orang tersebut berada adalah CEO dari Fortune
500. Barapa banyak yang tadinya bahagia sudah dapat 20% gain menjadi
sedih karena mendengar teman-teman lain mendapat gain 500% atau 1000%.
Aneh, tapi nyata. Can we be happy with what we have, or do we have to
loot every other person's things to make ourselves happy? Orang bijak
jaman dulu kalau mau belajar selalu mencari tempat bersepi, belajar
menjadi happy dengan melepaskan diri dari kekang pecking order ini…..
 (mungkin…)


Kirim email ke