Juli,

Anda harus baca artikel di bawah ini terutama yang saya *bold*
**
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
**
**  **  *Tak Kemilau di Kolam Udang*

Konsorsium Neptune menang tender pembelian tambak udang raksasa Dipasena.
Pesaingnya menuntut transparansi.

MANAJEMEN PT Kemilau Bintang Timur baru saja merampungkan presentasi, Rabu
sore pekan lalu. Di depan tim juri, salah satu calon investor PT Dipasena
Citra Darmaja ini mendedahkan rencananya mengelola perusahaan tambak udang
raksasa di Lampung itu, jika mereka keluar sebagai pemenang tender.

Semula mereka yakin benar tak bakal jadi pecundang. Namun keyakinan ini
berangsur surut ketika malam harinya bertiup kabar: Kemilau tak lolos
seleksi akhir presentasi proposal teknis pengelolaan perusahaan udang eks
milik Sjamsul Nursalim itu.

Benar saja, esoknya sebuah pengumuman terpampang di situs PT Perusahaan
Pengelola Aset (PPA) – penyelenggara tender. Pemenangnya adalah konsorsium
Neptune, dengan harga penawaran Rp 688 miliar.

Konsorsium Neptune dimotori oleh PT Central Proteinaprima Tbk. (CP Prima),
yang disinyalir kepanjganan tangan Charoen Pokphand Group, konglomerat
Thailand. Charoen pernah berniat masuk Dipasena pada Oktober 2005. Namun
ketika itu ia dikalahkan Recapital Advisors.

Manajemen Kemilau kontan meradang. "Kami terkejut," kata Direktur Kemilau
Heru Cahyono. "Sebab, penawaran kami jauh lebih tinggi." Harga yang diajukan
Rp 832 miliar. Masalahnya, kata seorang komisaris Kemilau, amplop harga
penawaran mereka tak pernah dibuka.

Setelah ditelusuri pangkal soalnya, Kemilau memang tak lolos seleksi akhir.
Itu sebabnya harga penawarannya tak dilirik lagi. "Kami merasa dijegal,"
kata Heru. Sebab, selain sudah mengantongi surat kesepakatan bersama dengan
para petambak udang, masalah pendanaan pun tak jadi soal buat Kemilau.

Dua raksasa keuangan asal Amerika Serikat, JP Morgan dan Matlin Patterson,
sudah mentakan komitmennya untuk menyuntikkan dana sedikitnya Rp 1,7 triliun
ke Dipasena. Pendanaan Kemilau pun ditopang oleh Fund Asia, yang dimotori
Robby Djohan dan Hendro Martowardojo, kaka Agus Martowardojo, Direktur Utama
Bank Mandiri.

Komitmen lainnya, Kemilau sanggup membayar gaji sekitar 8.000 karyawan
Dipasena pada akhir Mei ini. Untuk menjamin pasokan energi, ia pun telah
menggaet Medco Energi. Dengan sederet alasan itu, Kemilau mempertanyakan
keputusan PPA. "Kami legawa menerima kekalahan, asalkan ada penjelasan yang
transparan," ujar komisaris tadi.

Sekretaris Perusahaan PPA, Renny O. Rorong, membenarkan Kemilau tak lolos
seleksi akhir. "Mereka tidak mencapai bobot penilaian yang ditetapkan,"
ujarnya. Penilaian akhir ini mencakup tiga aspek: profil perusahaan,
komitmen pendanaan, dan rencana usaha. Meski begitu, ia tak menjelaskan
faktor yang melemahkan Kemilau.

Yang jelas, katanya, penjurian dilakukan oleh PPA bersama tim independen
yang beranggotakan Pradjoto, Chatib Basri, dan Made L. Nurdjana (Dirjen
Perikanan Departemen Kelautan). Disaksikan pula oleh tim Kejaksaan Agung dan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

*Soal tidak dibukanya amplop penawaran harga, Renny mengatakan bahwa Kemilau
tak lolos seleksi akhir. "Tahap itu harus dilalui dulu," ujarnya. Semua
peserta tender sejak awal sudah mendapat informasi adanya sejumlah tahap
ini.*

Semula ada empat calon investor yang siap bertanding. Namun Konsorsium
Laranda (Filipina) dan Thai Royal (Thailand) tak lolos saringan. "Laranda
tak menyetorkan security deposit Rp 25 miliar, sedangkan Thai Royal tak
mendapat dukungan dari induknya," kata sumber Tempo.

Tinggallah Neptune dan Kemilau. Nah, dalam presentasi proposal teknis,
menurut sumber Tempo di PPA, paparan rencana bisnis Kemilau tak cukup
meyakinkan. Direktur Utama PPA, M. Syahrial, bahkan sempat mempertanyakan
adanya perbedaan daata dalam presentasi dan proposal yang diserahkan.

"Dari segi performance, Neptune pun jauh lebih baik, dan business plan-nya
sangat detail," kata sumber tadi. Itulah yang membuat nilai akhir Kemilau
jeblok. "Kesimpulan ini dihasilkan baik oleh tim penilai PPA maupun tim
independen," ujarnya.

Heru menampik kesimpulan itu. Alasannya, PT Kelola Mina Laut, yang semula
merupakan induk Kemilau, sudah menggeluti bisnis hasil laut ini sejak 1994.
Mohammad Nadjikh, pendiri Kelola, bahkan pernah dianugerahi penghargaan oleh
pemerintah sebagai konstributor ekspor terbaik pada 2001.

Di jajaran komisaris Kemilau duduk pula anggota DPR Didik J. Rachbini dan
mantan Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. "Kami pun
sudah mendapat komitmen pembelian dari Red Chamber," kata Heru.

Apa pun keberatan Kemilau, keputusan telah diambil. Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati menegaskan, tender telah dilaksanakan menurut prosedur.
Dan pemenangnya, kata Sri, "Tidak hanya ditentukan oleh harga penawaran."
Jika begitu, penjelasan yang transparan kini ditunggu. Metta Dharmasaputra,
Anton Aprianto

[ Majalah Tempo, 3 Juni 2007 ]




Pada tanggal 29/05/07, Juliantika H <[EMAIL PROTECTED]> menulis:

   Baru baca TRUST ( www.majalahtrust.com ) terbaru halaman 24.

Disitu ada ditulis : Konsorsium Neptune (CPRO n gank) diputuskan sebagai
pemenang tender Dipasena sebelum amplop penawaran dari pesaingnya PT. Kemila
sempat dibuka karena langsung dibawa oleh notaris….



Aneh, padahal penawaran dari CPRO hanya Rp. 688.12M untuk 100% saham
Dipasena (karena Pemerintah melepas 25% kepemilikannya) dan ternyata
penawaran dari PT Kemila adalah Rp. 855M…



Keduanya jauh dibawah nilai jual Dipasena kepada PT. RECAPITAL 2 tahun
lalu senilai Rp. 1'5 T hanya untuk 75% saham Dipasena yang waktu itu dalam
keadaan "rongsok". Recapital sudah mengucurkan hamper Rp. 745 M dan sisanya
memang "tersendat" sehingga terpaksa pembelian tersebut dibatalkan oleh PPA
untuk ditender ulang.



Tetapi CPRO yang dimenangkan dengan hanya Rp. 688.12 M..?

Pemerintah BU..? ada apakah..?



Regards,



JH



Kirim email ke