sekedar buat baca2 untuk yg gak sempat browsing, dikopi tanpa ijin dari  
http://alumnistan.blogspot.com/2006/12/strategic-listing-ketika-emiten-hanya.html

--

"Strategic Listing", Ketika Emiten Hanya Ingin Memanipulasi Pasar
Senin, 23 Oktober 2006. Pasar modal di Indonesia memang sebuah anomali.  
Ketika indeks harga saham gabungan secara terus-menerus mencatat rekor  
tertinggi terbaru, jumlah pemodal di bursa saham ternyata tidaklah  
bertambah secara signifikan.

Mengapa investor tak tertarik dengan indeks tertinggi? Mungkin investor,  
baik asing maupun lokal, mulai bosan melihat tingkah emiten-emiten  
tertentu yang terus-menerus mengganggu integritas pasar.

Pada hakikatnya, pasar modal mempunyai empat fungsi. Pertama, pasar modal  
berfungsi sebagai sarana investasi bagi investor. Kedua, tujuan utama  
perusahaan yang mencatatkan dirinya di bursa adalah untuk fund raising,  
yaitu proses pengumpulan dana dari masyarakat sebagai pembiayaan jangka  
panjang bagi program kerja perusahaan ke depan. Ketiga, pasar modal juga  
berfungsi untuk pembentukan harga (price discovery), di mana permintaan  
dan penawaran berjumpa sehingga ditemukan harga wajar dari sebuah saham.

Terakhir, pasar modal mempunyai fungsi di dalam penegakan tata kelola  
(corporate governance) karena dengan terdaftarnya perusahaan di bursa, ia  
harus melaporkan seluruh laporan keuangan perusahaan secara transparan  
kepada publik. Di samping itu, banyak pihak yang mengawasi kinerja  
perusahaan itu, baik analis, investor, maupun regulator. Secara umum,  
keberadaan pasar modal akan membantu terlaksananya proses corporate  
governance.

Untuk dapat dicatatkan sebagai saham di bursa saham, keempat fungsi dari  
pasar modal harus berfungsi secara baik. Secara substantif, bursa adalah  
tempat investor dan emiten berinteraksi. Ketika sebagian porsi kepemilikan  
saham diberikan kepada publik dan terjadi transaksi di pasar, maka  
dikatakan bahwa saham itu likuid. Pada akhirnya akan terjadi proses  
pembentukan harga oleh pasar.

"Strategic listing"

Fenomena strategic listing, suatu fenomena strategi baru yang dilakukan  
oleh emiten nakal dengan tujuan tertentu di luar batas kebiasaan tujuan  
emiten pada umumnya, memang strategi klasik yang sering dilakukan emiten  
di beberapa belahan dunia, khususnya di negara berkembang, seperti  
Indonesia. Kisah manipulasi data volume perdagangan sudah tak asing lagi  
bagi para pengamat dan praktisi investasi di negara ini. Sebenarnya  
strategi ini bukan strategi baru, melainkan strategi klasik, tetapi  
terkadang bagi investor baru hal ini masih susah terbaca.

Merujuk pada beberapa fakta di lapangan, beberapa hal yang patut kita  
pertimbangkan bersama adalah strategic listing tidak menunjang pertumbuhan  
pasar modal Indonesia karena pihak bursa tidak memberikan sarana investasi  
yang sehat bagi para investor yang benar-benar berniat berinvestasi.

Hal ini dapat terlihat ketika proses penawaran perdana kepada publik (IPO)  
berlangsung. Investor terlihat ramai dan sesak, permintaan melebihi  
persediaan yang ada, tetapi disinyalir semua kesesakan tersebut semu.  
Sering kali investor terjebak dalam melihat hal ini, mereka hanya menilai  
dengan menggunakan apa yang mereka lihat, bukan berdasarkan analisis yang  
mendalam.

Pada proses IPO tiga tahun terakhir, terlihat beberapa perusahaan  
menawarkan porsi kepemilikan saham yang sangat kecil, secara resmi  
rata-rata yang ditawarkan mungkin terlihat 22,04 persen dari saham mereka  
kepada publik. Namun, disinyalir dan sudah menjadi rahasia umum bahwa  
saham-saham tersebut sebenarnya "dibeli kembali" hampir sepenuhnya oleh  
pemegang saham utama. Jumlah aktual free float saham yang sangat kecil ini  
ditambah dengan alokasi perusahaan tersebut kepada pemegang saham utama  
tentu saja, membatasi investor riil untuk melakukan investasi. Semua orang  
dapat dengan mudah melihat kelebihan permintaan (oversubscribed) dari  
antrean pemesanan yang kelihatan bukan berdasarkan pada alokasi saham yang  
sebenarnya terjadi kepada pembeli akhir.

Harga semu

Kisah strategi ini berlanjut ketika emiten sebenarnya hampir menguasai  
semua saham-sahamnya, dan hanya menyisakan sebagian kecil porsi  
kepemilikan sahamnya di tangan publik. Hal ini akan menyebabkan sedikitnya  
jumlah saham yang ada di publik sehingga tidak akan dapat  
merepresentasikan harga yang sebenarnya. Ada dua jenis saham yang  
mengalami strategic listing. Pertama, apabila pemegang saham mayoritas  
tidak terlalu peduli dan tidak aktif memperdagangkan sahamnya, maka  
saham-saham tersebut akan menjadi saham tidur. Saham tidur adalah saham  
yang likuiditasnya sangat rendah. Kedua, apabila pemegang saham  
melaksanakan proses jual beli melalui berbagai broker?karena sebenarnya  
mereka yang memegang kontrol?maka ini yang kita lihat sebagai saham  
goreng-gorengan di mana terjadi manipulasi harga.

Dari data yang didapat, beberapa emiten disinyalir membeli kembali saham  
mereka secara perlahan. Menurut pengamatan kami, setidaknya ada 10  
perusahaan publik yang diindikasikan telah melakukan strategic listing  
pada tiga tahun terakhir. Rata-rata hanya sekitar 19,5 persen dari total  
saham mereka diperdagangkan di pasar modal. Pembelian kembali saham ini  
akan menurunkan persentase saham float. Ketika kepemilikan saham bukan  
dipegang oleh publik, maka pemegang porsi mayoritas dengan mudahnya dapat  
memanipulasi jumlah perdagangan saham dan dapat mengarahkan ke mana harga  
akan dituju. Pergerakan saham yang disinyalir melakukan strategic listing  
cenderung tidak mengikuti pergerakan IHSG, pada tiga tahun terakhir IHSG  
naik 53,4 persen, sementara harga saham yang diindikasikan melalukan  
strategic listing naik sebesar 6,18 persen. Sering sekali strategic  
listing ini dilaksanakan karena perusahaan akan menjaminkan sahamnya  
kepada bank atau institusi keuangan lainnya.

Karena pergerakan harga tersebut tidak dilandasi berubahnya fundamental  
perusahaan tersebut, pembentukan harga yang tak wajar berpotensi merugikan  
investor baru, yang pada umumnya tertarik berinvestasi karena melihat  
pergerakan harga saham tersebut. Ini dapat terjadi jika pemegang saham  
utama melepaskan kepemilikannya pada saat harga saham sudah kemahalan  
(overvalue).

Strategic listing juga memberikan gambaran yang tidak akurat mengenai  
keadaan pasar modal akibat pembentukan harga yang tidak wajar atau semu  
sehingga IHSG tidak dapat mencerminkan secara akurat keadaan perekonomian.

Strategi itu juga menimbulkan kerugian kepada pihak lain. Juga dapat  
mengurangi efektivitas penerapan GCG. Pada dasarnya GCG merupakan sistem  
yang ditujukan untuk mengatur dan mengontrol perusahaan, dalam arti segala  
kegiatan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan agar tidak merugikan  
pemangku kepentingan (stakeholder). Mekanisme check and balance yang  
mendorong perbaikan tata kelola tidak akan berjalan efektif. Dampak dari  
ketidakefektifan ini tentu dapat sangat merugikan pihak lain dalam  
perusahaan tersebut.

Selain itu, perusahaan yang telah mencatatkan sahamnya pada bursa juga  
dapat menggunakan sahamnya sebagai jaminan. Mengingat harga saham  
perusahaan yang melakukan strategic listing dapat dimanipulasi, para  
pemegang saham dapat menjaminkan saham mereka dengan nilai yang lebih  
sehingga berpotensi merugikan bank, yang mendapatkan suatu comfort level  
dari fakta bahwa perusahaan itu mendapatkan pengawasan ketat sebagai  
anggota bursa.

Patut disayangkan sampai saat ini pengawasan dari pihak Bursa Efek Jakarta  
maupun Bapepam dalam hal strategic listing ini masih sangat lemah. Di  
Danareksa, banyak sekali calon emiten yang tanpa malu-malu meminta kami  
untuk membantu mereka di dalam melakukan praktik-praktik seperti ini.  
Kiprah para emiten nakal yang merugikan investor kecil sudah selayaknya  
dihentikan. Kelihaian para emiten nakal dalam melakukan strategic listing  
patut diacungi jempol, bahkan pihak regulator pun sering terkecoh dengan  
permainan cantik nan menawan sang maestro.

Fenomena strategic listing memang bukan strategi baru bagi para emiten di  
negara berkembang seperti Indonesia. Namun, seiring dengan tujuan utama  
kita untuk mengembangkan pasar modal yang sehat dan berwibawa diperlukan  
suatu langkah nyata pemerintah, terutama Bapepam, di dalam menjaga  
integritas pasar modal.

Sebagai regulator, Bapepam dapat mengimplementasikan peraturan yang telah  
ada karena aktivitas yang memengaruhi harga saham, seperti strategic  
listing bertentangan dengan UU No 8/1995 Pasal 91. Sudah jadi rahasia  
umum, perusahaan sekuritas mana saja yang menjadi spesialis dalam  
melakukan strategic listing dan saham mana yang masuk ke dalam kategori  
ini.

Pertanyaannya adalah apakah Bapepam dapat menegakkan benang basah. Bapepam  
sebagai regulator tentu juga mempunyai kewenangan menjamin bahwa alokasi  
saham tersebut dilaksanakan secara baik dan fair bagi semua investor

Pasar modal Indonesia pada dasarnya belum memiliki dasar permodalan yang  
kuat dan kurangnya edukasi kepada publik luas mengenai cara berinvestasi  
yang baik. Menjadi tanggung jawab kita semua untuk mengembangkan pasar  
modal serta mengedukasi publik agar tidak tertarik berinvestasi pada  
sesuatu yang terlihat baik dari permukaannya semata.

Lin Che Wei President Director PT Danareksa (Persero)
Aryani Prabowo, Utomo Yosowasito dan Umar Abdullah Berkontribusi dalam  
Penelitian Data


+ +
+ + + + +
Mohon saat meREPLY posting, text dari posting lama dihapus 
kecuali memang diperlukan.
+ + + + +
+ + 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/obrolan-bandar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/obrolan-bandar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke