Kiriman dari seorang temen..................

---------------------------------------------------------------------  
Dasar Teori Tentang Majnun
Emha Ainun Nadjib

Memang bukan Saridin namanya kalau tidak gila. Dan bukan gilanya Saridin
kalau definisinya sama dengan definisi Anda tentang gila. Wong sama saya
saja Saridin sering bertengkar soal mana yang gila dan mana yang tidak kok.
Padahal saya juga agak gila. Apalagi sama Anda. Anda kan jelas-
jelas waras.

Misalnya di jaman Demak bagian akhir-akhir itu saya menyatakan bersyukur
bahwa dakwah para Wali semakin produktif. Sunan Ampel yang berfungsi sebagai
semacam Ketua MPR, Sunan Kudus sebagai Menko Kesra, Sunan Bonang sebagai
Pangab, atau Sunan Kalijaga sebagai Mendikbud, benar-benar menjalankan suatu
managemen sejarah dan strategi sosialisasi nilai dengan metoda-metoda yang
canggih dan efektif.

Bukan hanya komunitas-komunitas Islam semakin menyebar dan meluas, tapi juga
mutu kedalaman orang beribadah semakin menggembirakan. Tapi Saridin
menertawakan saya.Dan bagi saya sangat menyakitkan karena tertawanya
dilambari aji-aji kedigdayaan batin: begitu suara tertawanya lolos dari 
terowongan tenggorokan Saridin, pepohonan bergetar-getar, burung-burung
beterbangan menjauh, awan-awan dan mega melarikan diri sehingga matahari
gemetar tertinggal sendirian di langit.

"Jangan sok kamu Din!" saya berteriak.

Saridin menghentikan tertawanya. Ia menjawab. "Bersyukur ya bersyukur, tapi
kalau saya, juga berprihatin." 

"Kenapa?" tanya saya.
"Diantara orang-orang yang beribadah kepada Tuhan itu banyak yang majnun!"
"Gila?"
"Ya, Majnun itu artinya ya gila, Majnun!"
"Majnun gimana?"
"Pengertian kita tentang junun atau kegilaan kayaknya berbeda. Bagi saya
gitu itu gila, tapi bagi kamu tidak."
"Gitu itu gimana yang kamu maksud?"

"Orang berdiri khusyuk dan bersedekap. Matanya konsentrasi ke kiblat.
Mulutnya mengucapkan hanya kepada-Mu aku menyembah, dan hanya kepada-Mu aku
memohon pertolongan....", tiba-tiba tertawanya meledak lagi, sehingga tanah
yang saya pijak terguncang, padahal tidak demikian. Orang itu 
tidak hanya kepada Tuhan menyembah. Wong jelas tiap hari dia menyembah para
priyayi, para priyagung, para Tumenggung atau Adipati. Minta tolongnya juga
kebanyakan tidak kepada Tuhan. Ia lebih banyak tergantung pada atasannya
dibanding kepada Tuhan. Meskipun dia tidak menyatakan, tapi terbukti jelas
dalam perilaku dia bahwa yang nomor satu bagi hidupnya bukan Tuhan,
melainkan penguasa-penguasa lokal dalam hidupnya. Entah penguasa politik,
atau penguasa ekonomi. Itu namanya majnun. Tuhan kok dibohongi. Dan caranya
membohongi Tuhan dengan kekhusyukan lagi! 
Kalau otaknya sehat, hal begitu tidak terjadi. Hanya otak gila saja yang
memungkinkan hal itu terjadi....."

Saya melengos. "Ah, kamu ini terlalu idealis. Normal dong kalau manusia
punya kelemahan yang demikian. Mana ada manusia yang sempurna. Orang kan
boleh berproses. Orang berhak belajar secara bertahap. Pengabdiannya kepada
Tuhan diolah dari belum utuh menjadi utuh pada akhirnya. Konsistensi
seseorang atas kata-kata yang diucapkannya kan bertahap, tidak bisa langsung
seratus persen!"

Kesal betul saya.
Tiba-tiba tertawanya meletus lagi, sehingga saya terjengkang lima depan
kebelakang. "Lho, ini masalah simpel. Kalau bilang jagung ya jagung, kalau
kedelai ya kedelai. Kalau ya itu ya ya. Kalau tidak itu ya tidak. Gampang
saja kan? Kalau seorang Imam terlanjur mengungkapkan statemen kepada Tuhan
'hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan'
- maka ia harus bertanggung jawab atas kata kami disitu. Artinya, pertama,
ia terlanjur berjanji kepada Tuhan. Kedua, ia harus bertanggung jawab
kolektif atas seluruh persoalan jamaahnya. Tidak hanya 
imam dan takwanya, tapi juga segala masalah kesehariannya, sampai soal nasi
dan problem-problem sosialnya....."

Sekarang giliran saya yang tertawa. Saya mendatangi Saridin dan berbisik di
telinganya: "Din, jangan terlalu serius dong. Dialognya yang santai saja!"

"Lho!", Saridin terhenyak,
"Justru karena ini untuk [buku] humor, maka saya pilihkan tema-tema lawakan.
Gimana sih Ente ini. Yang saya omongkan ini kan orang-orang yang melawak
kepada Tuhan. Orang-orang yang menyatakan sesuatu tapi tidak
sungguh-sungguh. Orang-orang yang ndagel di 
hadapan Tuhan, karena mungkin dipikirnya Tuhan itu butuh dagelan dan
disangkanya para Malaikat bisa tertawa!"

Saya jadi agak takut-takut. "Din, Saridin, kamu jangan begitu ah. Jangan
omong yang enggak-enggak. Kalau sama Tuhan yang serius dong!"
"Justru saya sangat serius kepada Tuhan, sehingga saya ceritakan mengenai
orang-orang yang melawak dihadapan-Nya!"
"Orang beribadah kok melawak!" saya membantah lagi.
"Lho, gimana sih, " ia menjawab "Orang tiap hari bersembahyang dan
mengajukan permintaan kepada Tuhan - 'Ya Allah anugerahilah aku jalan yang
lurus!' Dan Tuhan sudah selalu menganugerahkan apa yang orang minta. Orang
itu tidak pernah memakainya, tapi tiap hari ia memintanya lagi dan 
lagi kepada Tuhan. Kalau saya jadi Tuhan, pasti kesel dong...."

"Husysysy!!!" saya membentak.

"Husysy bagaimana!"

"Emangnya kamu Tuhan?"

"Siapa bilang saya Tuhan? Majnun kamu!"

"Emangnya Tuhan bisa kesel?"

"Maha Suci Allah dari kekesalan. Tapi apakah karena Tuhan mustahil kesal
maka menjadi alasan hamba-hamba-Nya untuk berbuat semaunya, untuk mendustai
Dia, untuk berbuat gila?"

"Wong gitu saja kok gila tho Din!"

"Lho! Orang sudah disuguhi kopi, tidak diminum, lha kok minta kopi lagi,
saya suguhi kopi lagi, lagi, lagi, lagi sampai meja penuh sesak oleh
gelas-gelas kopi, tapi lantas tidak diminum lagi, tapi dia minta lagi dan
minta lagi. Gila namanya kan?"

"Ah ya bukan gila. Itu paling-paling munafik namanya."

"Ya gila dong. Majnun. Orang yang punya logika, tapi berlaku tidak logis,
itu penyakit junun namanya. Orang yang tak menggunakan pengertian mengenai
konteks, proporsi dan lokasi-lokasi persoalan, itu virus junun yang
menyebabkannya. Orang bilang keadilan sosial, tapi kerjanya tiap hari menata
ketimpangan, itu majnun. Orang bilang semua perjuangan ini untuk rakyat,
padahal prakteknya tidak - itu namanya virus junun, lebih parah dari
HIV...."

Akhirnya saya kesal. Saya tinggalkan si Majnun ini!
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke