Assalamu 'alaikum warahmatullah wabarakatuh

Meneruskan apa yang ana dapatkan dari seorang ikhwan
([EMAIL PROTECTED] ) , sebuah dialog yang disusun berdasarkan diskusi
yang terjalin dengan aktivis-aktivis partai. 
Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan kepada kita semua dengan
maraknya partai-partai Islam saat ini. 
Wassalamu 'alaikum
-----------------------------------------------------------
Dilema Simalakama
Oleh : Abu Lubna

Pemuda Khoirul (K): Sungguh naif, ironis, mengherankan, sangat tidak masuk
akal...!!!

Pak Sholeh (S): Lho..lho...lho..ada apa Nak Khoirul? Apa yang sedang
mengganggu fikiranmu?

K: Itu lho Pak, sementara orang-orang kafir sedang sibuk mempersiapkan
Program "Jusuf 2004", yaitu sebuah program agar pada Pemilu nanti Presiden
kita dijabat oleh orang Kristen, eh malah ada orang yang membid'ahkan partai
politik, sungguh aneh!

S: Lho, tenang dulu Nak Khoirul, sabar. Ananda kan orang yang selalu berkata
agar menghargai pendapat orang lain, kenapa sekarang ananda tidak konsisten?


K: Astaghfirullah, Pak Sholeh benar. Saya cuma heran, kenapa mereka bisa
berpendapat seperti itu, padahal sebagian dari mereka itu kan cendekiawan,
intelektual, bahkan para ulama yang memperjuangkan Islam?

S: Tentunya mereka mempunyai alasan untuk berpendapat seperti itu. Dan
seperti Nak Khoirul sering katakan, pendapat seseorang itu harus kita
hargai. Betulkan? Baiklah, sekarang saya akan mencoba melihatnya dari sudut
pandang yang lain. Saya lihat, sebenarnya dalam permasalahan yang sedang
ananda fikirkan itu ternyata ada 2 permasalahan berbeda.

K: Maksud Bapak?

S: Yang pertama adalah permasalahan Program Jusuf 2004, yang kedua adalah
permasalahan pembid'ahan partai politik. Kedua permasalahan itu telah datang
pada masa yang berbeda, dan kedua-duanya tidak saling berkaitan pada
awalnya. Jadi tidak benar ketika ada Program Jusuf 2004, lalu ada
orang-orang yang mencounternya dengan mengatakan bahwa partai politik itu
bid'ah. Janganlah dikesankan seperti itu, ananda harus bijaksana dalam
menyimpulkan suatu permasalahan.

K: Jadi, bagaimana Bapak melihat permasalahan ini?

S: Permasalahan pembid'ahan partai politik itu telah dibahas para ulama
sejak zaman munculnya demokrasi, bahkan kalau diqiyaskan, masalah itu telah
dibahas dalam kitab-kitab ulama terdahulu. Para ulama tersebut tentunya
mempunyai dalil, argumen yang berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi dan
dengan beberapa catatan penting tentang demokrasi. Adapun permasalahan Jusuf
2004 adalah permasalahan baru, yang butuh untuk difikirkan dan dipecahkan
bersama, termasuk oleh para ulama tersebut. Saya yakin, sangat tidak mungkin
bagi para ulama yang memfatwakan bid'ahnya partai politik itu akan tinggal
diam atau bahkan menganjurkan untuk golput, sementara kaum kafir sedang
serius mengincar kursi presiden. Sekali lagi, ananda harus sedikit bijaksana
dalam berfikir, ananda harus tabayyun dengan mereka.

K: Baiklah, sebagai seorang muslim, apa yang akan Bapak lakukan dalam
mensikapi program "Jusuf 2004" itu?

S: Sesuai dengan kemampuan masing-masing, karena Allah tidak membebani
hamba-Nya kecuali dengan apa yang kira-kira menjadi kewajibannya. Sebagai
seorang ustadz, maka saya berkewajiban  untuk mengumumkan program
kristenisasi ini kepada kaum muslimin agar mereka tahu bahwa musuh sedang
mengincar kita. Kita harus marah di mimbar-mimbar, masjid-masjid dan majlis
ta'lim.

K: Lalu, apa tindakan konkritnya?

S: Nah, orang-orang kafir itu kan sasarannya adalah Pemilu, mereka pasti
akan menyusup kepada partai-partai yang berkedok nasionalisme dan mengelabui
kaum muslimin. Maka tidak ada cara lain kecuali kita serukan kepada kaum
muslimin agar mencoblos partai-partai Islam yang berjuang untuk Islam dan
membela kaum muslimin. 

K: Kalau begitu, partai-partai manakah yang Bapak anjurkan untuk dicoblos?

S: Tidak mengapa partai apapun, asalkan partai Islam. Namun sebaiknya kita
memilih partai yang kita lihat mempunyai jalan yang lebih dekat kepada
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.

K:  Saya setuju sekali Pak, tidakkah sebaiknya kita bergabung dengan mereka?

S: Ya ananda benar sekali, saya siap bergabung dengan mereka dalam segala
bentuk amar ma'ruf nahi munkar bil hikmah. Sedangkan memberitahukan kaum
muslimin tentang program Jusuf 2004 ini adalah juga bagian dari amar ma'ruf
nahi mungkar tadi. Sekali lagi insya Allah saya siap. Bukankah begitu yang
ananda maksud?

K: Maksud saya, kita bergabung dengan salah satu partai tersebut, memakai
baju mereka dan berdakwah dengan cara mereka.

S: Oh begitu maksud ananda. Baiklah, kalau begitu tolong ananda amati pada
partai manakah akan saya dapati sifat-sifat hizbullah, karena Allah hanya
memerintahkan saya untuk bergabung dengan partai tersebut.

K: Setahu saya, semua partai Islam mengatakan bahwa mereka memperjuangkan
Islam, tentunya mereka semuanya hizbullah.

S: Hizb-Allah itu cuma satu, karena dalam Al-Qur'an, Allah menggunakan kata
"Hizb" (singular) yang artinya "sebuah partai." 

K: Kalau begitu, tolong Bapak rincikan dulu sifat-sifat hizbullah itu, baru
nanti akan saya cocokkan dengan partai-partai yang ada.

S: Baiklah, sebenarnya banyak sifat-sifatnya, tapi saya akan sebutkan satu
sifat saja, yaitu mereka senantiasa menjaga dan mengusahakan persatuan kaum
muslimin, karena Allah telah memerintahkan kita untuk bersatu dan melarang
bercerai berai.

K: Setahu saya, semua partai Islam juga menyerukan kepada persatuan ummat.

S: Kalau memang mereka semua berkata begitu, lalu mengapa mereka tetap
berusaha mengeksistensikan partainya masing-masing. Kadang-kadang kalau ada
masalah, hanya nama partai yang diganti, tidak berusaha untuk mengajak semua
partai Islam untuk melebur. Apakah menurut ananda persatuan itu akan
terwujud dengan satu partai atau banyak partai? Bahkan di Indonesia, satu
partai saja bisa beranak jadi 2. Ananda harus selalu ingat, bahwa Persatuan
Islam itu ibarat sebuah lingkaran besar. Biarkanlah lingkaran besar kaum
muslimin itu tetap satu, jangan dibagi-bagi menjadi lingkaran-lingkaran
kecil.

K: Kalau begitu, saya yakin pasti Partai Pak Ahmad itulah partai Hizbullah,
karena dalam kampanye mereka, mereka lebih sering menyerukan kepada
persatuan kaum muslimin.

S: Saya ingin balik bertanya, apakah sewaktu mengatakan tentang persatuan
itu dalam kampanye mereka, mereka memakai suatu atribut khusus?

K: Ya, tentu mereka memakai lambang, bendera dan seragam mereka.

S: Nah, hal itu sudah cukup kita katakan bahwa mereka telah membuat sebuah
lingkaran kecil di dalam sebuah lingkaran besar. Karena lingkaran besar
Islam tidak mempunyai lambang, bendera dan seragam. Bahkan hal itu pun sudah
cukup untuk membuat orang Islam yang lain merasa berbeda dengan ummat Islam
yang memakai atribut dan seragam tersebut. 
 
K: Tapi Pak Ahmad sering mengatakan bahwa mereka tidak menuntut untuk
dipilih, yang penting kita memilih salah satu partai Islam. Bukankah ini
kalimat yang haq?

S: Seandainya mereka menyerukan agar Ummat Islam memilih mereka, atau
mengajak bergabung menjadi anggota partai mereka, maka inilah yang saya
namakan membuat lingkaran kecil. Namun apabila mereka menyerukan untuk
memilih partai apa saja asalkan partai Islam, maka perkataan ini adalah
hipokrit, karena jelas-jelas setiap partai itu mempunyai target. Adapun
target adalah harapan, harapan tentunya akan dibarengi dengan usaha untuk
mencapainya, yaitu mengajak manusia. Lalu untuk apa ditentukan target?
 
***
K: Kalau begitu, apa konsep Persatuan Islam menurut Bapak?

S: Yaitu sebuah lingkaran besar kaum muslimin yang mengatakan Lailaaha
illallah Muhammaddarrasulullah, menjalankan kitabullah, Sunnah Nabi serta
Ijma para shahabat. Maka mereka itu adalah saudara, sehingga wajib dibela.
Yang di luar lingkaran itu adalah musuh.
 
K: Kalau melihat konsep yang sederhana itu, saya berkesimpulan bahwa Islam
itu ya Islam, tidak butuh lagi dengan organisasi atau perkumpulan. Bukankah
begitu?

S: Organisasi/perkumpulan itu bisa saja diperlukan, yaitu sebagai sarana
bagi kita untuk mempermudah dakwah dan menyerukan manusia kepada lingkaran
besar Islam. Tapi kalau organisasi/perkumpulan/kelompok/partai itu didirikan
untuk mengajak manusia masuk kepada kelompok mereka, maka mereka telah
membuat sebuah lingkaran kecil di dalam lingkaran besar kaum muslimin.
Organisasi seperti inilah yang justru akan memecah belah ummat. Imam Malik
berkata, apabila anda melihat suatu kelompok dalam Islam yang menyerukan
Ummat Islam masuk kepada kelompoknya, bukan menyerukan kepada Islam, maka
ketahuilah bahwa kelompok itu adalah sesat. Ini bukan kata saya, ini kata
Imam Malik.

K: Tapi, pada kenyataanya ummat Islam itu sendiri telah
berkelompok-kelompok, dan setiap kelompok mempunyai ciri-ciri tertentu, apa
tanggapan Bapak?

S: Ananda jangan heran, itu adalah realita yang telah dikabarkan oleh Nabi.
Namun demikian, kita tidak boleh pasrah, kita dituntut untuk terus berusaha
kepada persatuan ummat dan jangan bercerai berai karena itu adalah perintah
Allah dalam Al-Qur'an.

K: Kalau begitu, bagaimana kalau kita rangkul saja semua kelompok-kelompok
Islam itu, mulai dari syi'ah yang menghujat para shahabat sampai semua
kelompok di kalangan ahlu sunnah, yang penting mereka mengaku Tuhan kami
adalah Allah dan Nabi kami adalah Muhammad. Lalu kita berjuang dalam sebuah
partai untuk kemenangan Islam dan untuk sementara tidak memperselisihkan
perbedaan.

S: Ide yang tidak terlalu jelek, saya hargai pendapat ananda. Namun
sayangnya, cara seperti itu tidak akan pernah berhasil di dalam konsep
demokrasi itu sendiri.

K: Maksud Bapak?

S: Coba ananda fikirkan, anggap saja dengan cara itu akhirnya ummat Islam
akan meraih suara terbanyak dan menang, lalu apa kira-kira yang akan
terjadi?
 
K: Tentunya kita bisa menerapkan hukum Islam dengan leluasa.

S: Hukum Islam yang bagaimana? Yang sesuai dengan Kitab wa sunnah seperti
pada zaman Nabi dulu, atau Hukum Islam yang bisa mengakomodasi seluruh
pemahaman yang ada pada kelompok-kelompok yang bersatu tadi? Karena ananda
harus ingat, di dalam konsep demokrasi, setiap orang berhak untuk menuntut
haknya. Kaum syi'ah akan meminta masjid untuk menghujat para shahabat, kaum
sunni quburiyyun akan tetap minta diperbolehkan berkunjung ke
kuburan-kuburan. Semua sekte yang telah berhasil memenangkan partai
tersebut, akan meminta hak untuk beribadah sesuai dengan cara mereka, atas
nama demokrasi.

K: Jadi menurut Bapak, tidak mungkin kita bisa menerapkan hukum Islam yang
shohih, setelah kita memenangkan pemilu tersebut?

S: Mustahil menurut konsep demokrasi. Karena persatuan Islam dengan cara itu
hanyalah persatuan jasadi, bukan persatuan Islam sesungguhnya. Setiap
kelompok yang berbeda-beda itu akan kembali menuntut haknya masing-masing
dengan mengatasnamakan demokrasi.
 
K: Kalau begitu, adakah cara lain untuk menunaikan perintah Allah agar kita
menuju persatuan Islam?

S: Seperti telah saya katakan, realitas perpecahan ummat ini telah
dikabarkan oleh Rasulullah pada 14 abad yang lalu, dan jalan keluarnya pun
telah pula dijelaskan oleh Beliau.

K: Apa jalan keluar menurut Beliau (Hadits)?

S: Pertama: Perintah untuk menjauhi semua kelompok yang ada. Kedua perintah
utk "ruju' (kembali) kepada sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin
sesudahku." 
Kalau dikatakan "kembali", maka hal itu akan mempunyai 2 makna. Pertama:
orangnya telah berjalan terlalu jauh, kedua: jalannya itu sendiri yang
kejauhan/salah jalan/rambu-rambunya rusak atau tersamar. Maka untuk membuat
"orangnya" bisa kembali, kita harus memberikan arahan kepadanya, yaitu
berupa petunjuk/pendidikan (tarbiyyah) agar orang tersebut bisa mencari
jalan pulang. Adapun terhadap "jalannya", maka kita harus benahi jalan itu,
bersihkan, murnikan (tasfiyyah) agar orang lain tidak kembali menempuh jalan
itu, walaupun orang munafik tidak menyukainya. Melalui hadits ini,
Rasulullah telah memberikan solusi metoda dakwah akhir zaman, ketika ummat
Islam telah berkelompok-kelompok. Inilah metoda dakwah menuju persatuan
hakiki, yaitu persatuan jasadi warruuhi.

K: Memang begitulah idealnya. Karena dengan bersatunya pemahaman, maka
otomatis jasadnyapun akan bersatu. Namun demikian, akan lama sekali rasanya
kemenangan itu tercapai?

S: Lama atau cepat bukan urusan kita. Itu urusan Allah. Kita tidak dituntut
untuk cepat-cepat. Bahkan kemenangan itu sendiripun bukan suatu tuntutan.
Kemenangan pada hakekatnya adalah pemberian dari Allah. Yang Allah tuntut
dari diri kita adalah bagaimana kita menunaikan jalan menuju kemenangan
tersebut sesuai dengan konsep nubuwwah.

K: Kalau begitu, kapan kita bisa mendirikan sebuah Daulah Islam?

S: Daulah hanyalah sebuah sarana dakwah, bukan tujuan dakwah. Sarana itu
memang harus kita capai, namun bukan dengan mengorbankan tujuan. Tujuan
dakwah adalah yang asasi. Tujuan dakwah adalah mentauhidkan Allah dan
"memurnikan" Islam, dengan cara menuntut dan menyebarkan ilmu, serta
mempersatukan ummat sesuai dengan konsep nubuwwah tadi. 

K: Tapi, bagaimana mungkin bapak bisa mengatakan bahwa "mendirikan daulah"
itu bukan salah satu tujuan dakwah?

S: Baiklah, apakah ananda ingat kisah Rasulullah dengan pamannya Abu Thalib?

K: Kisah yang mana Pak, ada beberapa kisah yang saya ingat.

S: Kalau seandainya mendirikan daulah, atau menjadi presiden, atau mencapai
kekuasaan adalah tujuan dakwah, maka Rasulullah telah memilih kesempatan itu
di awal masa datangnya Islam, tanpa harus berperang!. Ingatkah ananda,
ketika kaum kafir Quraisy melalu lisan Paman Nabi, Abu Thalib, menawarkan:
seandainya engkau menghendaki wanita, maka mereka akan mencari wanita-wanita
tercantik untuk dinikahkan dengan engkau, atau harta, maka mereka akan
mengumpulkan seluruh kekayaan Quraisy dan diberikan kepada engkau, atau
menjadi raja, maka mereka akan membai'at engkau menjadi raja. Namun apa
jawaban Beliau? 

K: Apa kata Beliau Pak?

S: Beliau bersabda: "Sekali-kali tidak wahai pamanku!, seandainya mereka
meletakkan matahari di tangan kananku, bulan di tangan kiriku, maka
sekali-kali aku tidak akan gentar, sampai Allah memenangkan urusanku, atau
aku binasa bersamanya."

K: Subhanallah, mengapa Beliau tidak memilih menjadi raja, bukankah beliau
politikus ulung?

S: Politikus ulung hanyalah julukan orang-orang, tapi beliau adalah seorang
Nabi. Seorang Rasul yang diturunkan dengan membawa konsep dakwah nubuwwah.
Kalau seandainya beliau adalah politikus, maka sudah tentu beliau akan
memilih menjadi raja. Karena dengan menjadi raja, maka harta akan Beliau
peroleh, wanita yang cantik akan mudah Beliau dapatkan, bahkan dakwah pun
akan lebih mudah disebarkan. Tapi sekali lagi, Beliau bukan seorang
politikus, Beliau adalah seorang Nabi, yang mendapat wahyu dan diperintah
oleh Allah 'azza wajalla.

K: Jadi, mencapai kekuasaan itu bukan tujuan dakwah?

S: Begitulah. Kalau seandainya hal itu merupakan tujuan, maka sesungguhnya
kesempatan itu sudah ada di depan mata Rasulullah, tanpa harus berperang,
tanpa harus ber-pemilu. Tapi beliau tidak mengambilnya. Dan seandainya kita
menyangka bahwa dengan kekuasaan, hukum Islam itu bisa ditegakkan, sudah
barang tentu Rasulullah pun telah lebih dulu menerima tawaran kaum Quraisy
itu. 

K: Oya, saya teringat sesuatu. Bukankah Rasulullah menolak tawaran tersebut
karena tawaran itu bersyarat? Yaitu agar Beliau meninggalkan dakwah
Islamiyyah?

S: Bukankah kekuasaan yang dicapai dengan demokrasi pun akan penuh dengan
syarat? Penuh kompromi? Penuh toleransi? Harus tetap menghargai orang yang
berbeda pendapat, menghargai orang yang tidak setuju dengan hukum rajam,
potong tangan, jilbab, bahkan menghargai hukum murtad dari agama Islam,
karena hal itu adalah hak asasi manusia. Kalau ternyata Rasulullah
meninggalkan pencapaian "kekuasaan yang bersyarat" itu, lalu mengapa kita
berani mengambilnya?

K: Saya kagum dengan argumentasi-argumentasi yang Bapak kemukakan, namun
masih ada sedikit syubhat dalam fikiran saya.

S: Silahkan ananda kemukakan.

K: Kalau pada zaman Nabi kan Beliau dituntut oleh Allah untuk memperjuangkan
Islam secara sempurna, apalagi beliau di bawah bimbingan Allah. Tapi saat
ini, kan agak susah utk memperjuangkan Islam yang sempurna, karena kita
bukan Nabi. Jadi melalui demokrasi, kita bisa mengakomodasi hukum Islam
sedikit demi sedikit.

S: Masalahnya Allah telah berfirman: Walaa talbisul haqqo bil baatili
(Janganlah kalian mencampuradukan yang haq dengan yang bathil). Sebuah
larangan yang sangat keras dari Allah. Memang, dengan demokrasi, sebagian
hukum Islam mungkin bisa diakomodasi, namun di saat yang sama, kita terpaksa
melanggar ayat tadi, karena harus bertoleransi dengan selain hukum Allah,
harus bersekutu dengan orang kafir dalam penentuan suatu hukum. Saya melihat
bahwa kemampuan akomodasi dengan cara demokrasi tidak akan sampai kepada
derajat kamil/kaffah, karena di sana ada kompromi, toleransi, tenggang rasa.


K: Lalu, cara apa yang bisa mengakomodasi hukum Islam secara kaffah?

S: Jihad fii Sabilillah. Dengan cara itulah Islam telah jaya pada zaman para
Nabi dan Rasul, dan dengan cara itu pulalah agama Islam ini akan kembali
jaya di akhir zaman. Islam telah dimuliakan dengan jihad, dan akan kembali
mulia dengan jihad.

***

K: Pak Sholeh, tadi Bapak telah menjelaskan satu sifat dari sifat-sifat
hizbullah, yaitu menjaga dan menyerukan persatuan Islam. Tolong Bapak
sebutkan sifat-sifat yang lain!

S: Mereka itu sesuai firman Allah: Asidda'u 'alal kuffar, ruhama'u bainahum
(keras terhadap orang kafir, berkasih sayang sesama mereka).

K: Tolong Bapak sebutkan ciri hizbullah yang lain!

S: Mereka menyerukan agar kaum wanita muslimah kembali ke rumah untuk
mendidik generasi muda Islam, sebagai kewajiban yang telah lama ditinggalkan
atau sengaja dilupakan, yaitu perintah Allah 'azza wajalla: "Wa qorna fii
buyuutikunna!". Namun ananda, diantara mereka justru ada yang menjadi
anggota parlemen, bercampur dengan laki-laki dan orang-orang kafir.

K: Tolong sebutkan satu lagi saja sifat yang lain!

S: Wahai ananda, mereka itu selalu memperjuangkan Hak Asasi Allah (HAA).

K: Setahu saya, semua partai Islam tentu memperjuangkan Hak Hak Allah,
walaupun istilahnya tidak setenar mereka memperjuangkan Hak Asasi Manusia
(HAM). Bagaimana tanggapan Bapak?

S: Itulah demokrasi. Inti dari konsep demokrasi adalah adanya hak individu,
yaitu hak asasi manusia (HAM). Yaitu bahwa setiap orang, baik itu sholeh
maupun jahat, mempunyai hak asasi yang harus dihormati. Setiap orang boleh
mengeluarkan pendapat yang harus dihargai. 

K: Bukankah itu suatu konsep yang sangat baik?

S: Adakah padanya kebaikan, sementara konsep "hak asasi" mengatakan: segala
perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu, selama perbuatan itu tidak
mengggangu orang lain, tidak merugikan orang lain, tidak melanggar hak orang
lain, maka itu adalah hak asasi dia yang harus didengar, dihargai dan
dilindungi. 

K: Saya belum memahami maksudnya, tolong dijelaskan lagi.

S: Di dalam negara demokrasi, apabila ada satu atau dua orang saja yang
mempunyai pendapat, misalnya kita contohkan saja perkawinan sejenis
(gay/lesbi), maka kedua orang tersebut berhak untuk turun ke jalan
berdemonstrasi, menulis di media massa mendakwahkan idenya, membentuk
organisasi, berbicara di depan parlemen untuk menuntut haknya, serta berhak
untuk dilindungi hak asasinya tersebut. 

K: Saya akan menentang kedua orang tersebut, karena homoseksual tidak bisa
diterima oleh Islam.

S: Lho, ananda kan selalu berkata agar menghargai pendapat orang lain, maka
ananda harus konsisten, sesuai prinsip demokrasi.

K: Baiklah, adakah contoh kongkrit yang lain?

S: Ketika para agamawan, baik dari Islam, Kristen, Hindu, Budha dan
lain-lain menentang perbuatan seks di luar nikah seperti WTS, maka ada
orang-orang yang mengaku dirinya nasionalis, aktifis HAM berkata membela:
"Mereka itu mempunyai hak untuk makan, untuk hidup, untuk membiayai
anak-anaknya yang lapar. Maka di saat mereka tidak memiliki keahlian untuk
bekerja kecuali dengan menjual tubuhnya, maka kita harus memberikan
kesempatan itu, memberikan haknya untuk hidup, selama di dalamnya ada rasa
suka sama suka, saling menguntungkan dan tidak merugikan orang lain. Maka
membunuh hak mereka, sama dengan membunuh anak-anaknya yang lapar. Begitu
juga dengan istilah WTS yang cenderung menghinakan mereka, istilah itu harus
diganti dengan yang lebih manusiawi seperti Pekerja Seks Komersial (PSK).
Demi keagungan prinsip demokrasi, anda harus menghargai hak-hak mereka!!"

K: Tolong sebutkan satu saja contoh kongkrit yang lain?

S: Berjemur tanpa selembarpun busana di taman-taman kota di Jerman, masih
dilarang oleh undang-undang dan ada padanya hukuman denda. Namun apa yang
terjadi saat ini, ketika polisi mendatangi mereka dan mengingatkan akan
peraturan ini, mereka mengatakan: "Ini adalah hak asasi saya, ada apa dengan
anda? Apakah saya mengganggu hak orang lain?"

K: Wah, sangat tidak bisa dibayangkan ya Pak. Bagaimana kalau setiap orang
jahat di Indonesia turun ke jalan lalu berkata: saya menuntut hak saya untuk
bisa berbuat ini dan itu. 

S: Singkatnya, ketika ada orang baik yang memperjuangkan suatu kebenaran,
lalu ada orang jahat yang berkata: "Saya ingin melakukan yang berlawan
dengan anda, dan ini adalah hak asasi saya, pendapat saya" maka ananda harus
menghargainya, atas nama demokrasi.

K: Pak Sholeh, tadi Bapak telah menjelaskan salah satu konsep demokrasi
yaitu kebebasan berpendapat dan HAM. Lalu adakah konsep demokrasi lain yang
janggal?

S: Di dalam memilih seorang pemimpin, katakanlah presiden, maka seorang da'i
kondang sekelas Zainuddin MZ akan memiliki suara yang sama nilainya dengan
seorang pelacur, perampok, koruptur yang sedang dipenjara, bahkan orang
kafir, yaitu SATU suara. Jadi inti konsep demokrasi yang kedua adalah
menang-menangan suara.

K: Lalu, apa kejanggalannya?

S: Konsep itu tentu akan membuat Al-haq tidak akan pernah menang, bahkan
mustahil untuk menang. 
 
K: Tidak akan pernah menang? Bukannya kita dapat bertarung dalam pemilu?

S: Bagaimana ananda akan bertarung, sementara Rasulullah telah mengabarkan
tentang kekalahan itu.

K: Maksud Bapak?

S: Beliau mengabarkan bahwa jumlah orang-orang baik di akhir zaman itu cuma
sedikit dan terasing (ghuroba'). Walaupun dalam hadits lain beliau
mengabarkan bahwa jumlah orang Islam itu banyak, tapi mereka itu seperti
buih, mereka itu asing dari agamanya, asing dari kebenaran. Yang benar
menurut mereka asing, yang bathil menurut mereka benar. Bagaimana ananda
bisa menang, sementara orang yang tidak suka pada kebenaran itu lebih
banyak, bahkan mereka dari 
kalangan ummat Islam sendiri.....

K: Bagaimana dengan berusaha sekuat tenaga, kampanye yang tiada henti,
menggunakan seluruh fasilitas dakwah, tv, koran dan sebagainya?

S: Adakah kabar dari Rasulullah itu bisa berubah?

K: Kalau begitu, selain demokrasi, adakah cara dakwah lain yang bisa membuat
jumlah orang baik sebanding atau mengalahkan jumlah orang jahat?

S: Tidak ada satupun cara dakwah yang dapat menyeimbangkan angka tersebut,
karena itu merupakan kabar dari Rasulullah. Di akhir zaman, orang-orang baik
akan tetap sangat-sangat sedikit jumlahnya.
 
K: Lalu, buat apa kita berdakwah?

S: Kalau tujuannya untuk menang-menangan suara, maka kita tidak usah
berdakwah, karena sudah pasti kita tidak akan pernah menang.

K: Lalu, dengan cara apa Ummat Islam akan menang?

S: Yang jelas ananda, bukan dengan meningkatnya jumlah orang baik dari orang
jahat. Saya tidak pernah mendengar kabar seperti itu. Justru semakin menuju
akhir zaman, orang-orang akan semakin rusak, biduanita dan minuman keras
makin merajalela, mereka meminta menghalalkan segala sesuatu yang haram,
termasuk alat-alat musik (lihat hadits Bukhari). 

K: Jadi Pak, kalau bukan dengan jumlah, dengan apa Ummat Islam bisa menang?

S: Itulah ananda. Di sini ada suatu hikmah yang sangat agung. Suatu hikmah
yang hampir tidak pernah disadari oleh setiap muslim. Kemenangan akhir zaman
itu suatu ketetapan yang telah dikabarkan oleh Rasulullah. Namun di sisi
lain, Beliau pun mengabarkan akan keterasingan dan sedikitnya jumlah
orang-orang baik (benar) pada waktu itu. Dengan sedikitnya jumlah, berarti
demokrasi tidak akan bisa mengantarkan kepada kemenangan Islam yang hakiki.
Saya sangat berharap, bahwa kemenangan itu adalah kemenangan Al-Badr, yaitu
kemenangan seperti pada perang Badr. Kemenangan yang gemilang, walaupun
jumlah orang baik pada waktu itu cuma sedikit.
 
K: Kapankah sebetulnya kemenangan hakiki itu akan datang Pak?S: Yaitu pada
masa munculnya Al-Imam Mahdi, pada masa turunnya kembali Nabiullah 'Isa
'alahissalam.
 

K: Lho, berarti kemenangan yang hakiki itu akan datang di akhir zaman,
tidakkah ada kemenangan sebelum itu?

S: Wallahu'alam. Dari beberapa dalil yang ada, sebagian orang berusaha
menyimpulkan bahwa setelah tumbangnya Kekhalifahan Turki Utsmani, maka ummat
Islam akan mengalami suatu masa, dimana tidak akan ada lagi kekhalifahan
yang sifatnya menyeluruh (mendunia). Ummat Islam akan berada dalam
perpecahan, kebodohan yang sangat, penindasan, banyak ulama-ulama su' yang
mengajak ke lembah jahannam, digerogoti kaum kafir, dsb. Baru setelah itu
akan datang kemenangan ditandai dengan berdirinya kekhalifahan Al-Mahdi yang
akan berkuasa selama sekitar 40 tahun. Ternyata kemenangan itu pun cuma
sesaat. Cuma 40 tahun saja. Makanya yang paling penting adalah bukan
kemenangannya itu sendiri, melainkan bagaimana kita menunaikan jalan menuju
kemenangan itu sesuai dengan tuntutan Rasulullah serta tidak mengorbankan
akidah.

K: Jadi tidak ada kabar bahwa diantara masa itu akan ada suatu daulah atau
kekhalifahan yang berhasil diperjuangkan baik dengan cara demokrasi atau
cara-cara  lainnya?

S: Hanya itu kabar tentang Kemenangan Ummat Islam di akhir zaman sejauh yang
saya ketahui dari dalil-dalil yang ada. Yaitu kemenangan hakiki yang
ditandai dengan berdirinya Kekhalifahan Al-Mahdi.

***

K: Kalau kemenangan itu akan datang pada saat orang baik sedikit, lalu apa
rahasianya mereka bisa menang, Pak?

S: Tentunya karena mereka mematuhi wasiat Rasul. Wasiat untuk orang-orang
yang hidup di akhir zaman.
 
K: Apa wasiat Beliau?

S: Wasiat yang telah kita diskusikan tadi pagi, yaitu wasiat untuk ruju'
(kembali) kepada Kitabullah, Sunnah Rasulullah, Sunnah Khulafaur Raasyidin,
menggigitnya erat-erat dengan gigi-gigi geraham serta menjauhi semua
kelompok (firqah) yang ada, walaupun harus mati dalam keadaan demikian
(Lihat hadits-hadits tentang perpecahan ummat).
 
K: Bagaimana dengan wasiat itu mereka bisa menang?

S: Karena wasiat itu membawa manusia kepada persatuan yang hakiki. Persatuan
pemahaman terhadap Sunnah yang haq, yaitu persatuan jasad dan ruh. Mereka
senantiasa mengajak ummat Islam untuk "kembali", yaitu dengan memberikan
arahan menuju jalan pulang (tarbiyyah), sekaligus memperbaiki "jalan-jalan"
yang telah membawa mereka pergi jauh dari sunnah itu (tasfiyyah). Wasiat itu
senantiasa mereka perjuangkan dan terapkan, baik itu di masjid-masjid,
masjis ta'lim, pada kurikulum madrasah/pesantren yang mereka mampu
melakukannya. Itulah tempat-tempat harapan para kuntum dan kesuma Islam.
Walaupun banyak orang menghinakannya.

K: Tapi sesuai dengan uraian Bapak, cara itupun tidak akan dapat membuat
orang baik menjadi lebih banyak kan Pak?

S: Ananda benar. Ahlu sunnah itu akan tetap ghuraba (terasing) dan sedikit.
Kita hanya berharap agar, walaupun jumlahnya sedikit, namun mereka akan ada
di setiap penjuru desa. Berusaha untuk senantiasa konsisten dalam
mempersiapkan jalan menuju kemenangan, sampai wasilah untuk menuju
kemenangan itu datang. Adapun wasilah itu bisa saja datang dengan tiba-tiba.
Pada saat wasilah itu datang, kita berharap mereka yang sedikit itu akan
cukup mampu menjadi motor untuk membangunkan kaum muslimin yang sedang
tertidur... terlena dengan kehidupan dunia....Bangun untuk menyambut
datangnya sang wasilah... 

K: Wasilah apa itu Pak? 

S: Itulah jihad akhir zaman. Jihadul Akbar! dimana kaum muslimin akan
berperang habis-habisan melawan Yahudi dan Nashrani.

K: Lalu, kenapa wasilah itu bisa datang dengan tiba-tiba?

S: Pada waktu perang Badr, Ummat Islam sangatlah sedikit. Mereka keluar dari
kota Madinah bukan untuk berperang, persenjataan yang mereka bawa seadanya,
hanya cukup untuk berjaga-jaga. Namun Allah menurunkan wasilah itu..... 

K: Adakah kisah ini dari Rasulullah?

S: Rasulullah bersabda: "Akan tetap ada sebagian dari ummatku yang
senantiasa menampakkan al-haq, apabila mendapatkan penghinaan, mereka tidak
merasa gentar, dan mereka tetap konsisten seperti itu, sampai datangnya
"keputusan" Allah ....(au kama qolla Rasulullah).
 
***

K: Pak Sholeh, dengan alasan-alasan yang Bapak kemukakan, sekarang saya
minimal bisa menghargai pendapat orang-orang yang berbeda dengan saya. Yaitu
orang-orang yang tidak setuju dengan demokrasi. Karena ternyata mereka pun
mempunyai alasan yang tidak gampang dibantah. Mereka itu berpendapat bukan
tanpa ilmu. Walaupun hati ini belum merasa puas, karena masih banyak
pertanyaan yang belum terjawab.

S: Syukurlah kalau Nak Khoirul memahaminya. Kita memang butuh tabayyun
dengan orang yang berbeda pendapat. Akan lebih baik lagi, kalau Nak Khoirul
langsung belajar dari kitab-kitab para ulamanya, tentu akan banyak didapati
alasan-alsasan yang mempunyai sandaran Al-Qur'an dan Sunnah, daripada
sekedar alasan dari saya yang dho'if.

K: Pak Sholeh, Bapak telah menjelaskan beberapa konsep demokrasi. Bapak
telah menjelaskan beberapa sifat Partai Allah. Bapak pun telah menjelaskan
bagaimana kedudukan partai politik di dalam lingkaran besar kaum muslimin.
Tentang perintah Nabi untuk menjauhi semua kelompok. Namun Pak, kalau kita
meninggalkan gelanggang politik, justru hal itu akan membuat parah kaum
muslimin. Karena dengan demikian, kaum kafir akan masuk ke dalam parlemen.
Mereka, bersama orang-orang Islam yang jahil, akan membuat undang-undang
yang justru akan menyengsarakan kaum muslimin. Mereka akan lebih menindas
kaum muslimin, akan mengganti dengan hukum-hukum thagut yang lebih
mengerikan. Presiden dan gubernur akan dijabat oleh orang kafir. Apakah
ummat Islam tidak berdosa secara fardu kifayah? Apakah kita akan tinggal
diam saja?

Hening.........

Kali ini Pemuda Khoirul berargumen cukup panjang. Pak Sholeh yang tadinya
meladeni pertanyaan-pertanyaan dia dengan lancar, kini tiba-tiba wajahnya
perlahan-lahan tertunduk lesu. Tatapannya merunduk, memandang permukaan
karpet mesjid yang sudah usang dimakan usia. Raut wajahnya menampakkan
kesedihan....Nampak jelas usianya yang telah menginjak setengah baya.
Bibirnya tertutup rapat. Jari telunjuknya memainkan butiran-butiran pasir di
atas karpet. Memang, dengan mudah sekali Beliau bisa menjelaskan bagaimana
demokrasi itu bertentangan dengan Islam. Bahkan bertentangan dengan semua
agama. Karena Hak Asasi Manusia kadangkala atau bahkan senantiasa
berbenturan dengan Hak Asasi "Tuhan", yang diatur dalam agama-agama. Namun
kali ini Beliau dihadapkan dengan sebuah realita. Pertanyaan yang memaksa
Beliau terdiam cukup lama. Terlihat sekali berat dan susahnya Beliau
menjawab pertanyaan ini. Seakan-akan beliau sedang merasakan kehilangan
seorang ayah atau seorang ibu. Terlihat ada kaca-kaca air  di matanya.
Kaca-kaca air itu semakin terlihat jelas menggumpal. Lalu....setetes air
mata jatuh dari wajahnya yang masih tertunduk, beliau mengangkat wajah dan
berkata lirih hampir tak terdengar:

S: Ananda, inilah puncak pertanyaan dari segala pertanyaan seputar
demokrasi. Akan ananda rasakan, betapa tipis sekali batas jawabannya,
kecuali bagi orang-orang yang memikirkannya dengan bashiroh dan
kehati-hatian. Inilah dilema Ummat Islam yang saya namakan Dilema Simalaka.

K: Apa itu Simalakama?

S: Legenda tentang suatu jenis buah, yang apabila seseorang memakannya, maka
bapaknya akan mati, kalau tidak dimakannya, maka ibunya yang akan mati.
Suatu keputusan yang sulit dipenuhi.

K: Mengapa bisa begitu Pak Sholeh?

S: Karena Ummat Islam dihadapkan pada dua persoalan yang sangat bertolak
belakang. Yang satu adalah masalah kemustahilan, yang kedua adalah masalah
realita-realita.

K: Saya jadi tidak mengerti. Tolong Bapak jelaskan lebih rinci lagi.

S: Baiklah, tapi saya akan bertanya dulu kepada ananda. Tolong ananda
jelaskan, apa yang ananda fahami tentang "kemenangan" yang dijanjikan
Rasulullah di akhir zaman bagi Ummat Islam.

K: Mmmm...yaitu berdirinya sebuah Daulah Islamiyyah berbentuk
kekhalifahan...mmmm dan terealisasinya Hukum Islam secara kaffah.

S: Cukup bagus. Kira-kira bagaimana hal itu bisa dicapai.

K: Mmm....Saya tidak tahu....mmm dengan diplomasi atau kompromi rasanya
tidak mungkin...mmm mungkin dengan jihad kali Pak.

S: Baiklah. Coba ingat-ingat kembali prinsip demokrasi. Yaitu prinsip
menghargai perbedaan pendapat, adanya kompromi dan negosiasi dengan orang
kafir, kompromi dengan orang Islam yang tidak faham Islam, seperti para
nasionalis, aktifis HAM, adanya sistem satu suara lawan satu suara,
sementara jumlah orang yang benar itu kata Rasulullah cuma sedikit. Menurut
ananda, apakah mungkin Daulah Islamiyyah dan Hukum Islam kaffah tadi akan
dapat ditegakkan dengan cara ini?

K: Mmmm....rasanya koq tidak mungkin Pak...Kalaupun mungkin...rasanya akan
sangat lama sekali Pak...karena di sana ada kompromi dan sikap menghargai
pendapat orang lain...agama lain...aturan lain...

S: Nak Khairul, itulah yang saya maksud dengan "kemustahilan".

K: Tapi kalau kita meninggalkan demokrasi, bisa-bisa presiden kita akan
dijabat oleh orang non-muslim, hukum-hukum bisa diganti oleh mereka dengan
yang merugikan Islam. Bukankah begitu?

S: Ananda benar. Namun tetap saja, apakah hal itu akan membawa kepada
"Kemenangan" seperti yang telah ananda definisikan tadi? Yaitu kemenangan
hakiki, kemenangan yang kaffah?

K: Mustahil, karena di sana ada kompromi, ada toleransi. 

S: Kalau mustahil, kenapa jalan itu tetap ditempuh?

K: Saya tahu jalan itu tidak akan mencapai kemenangan yang hakiki kecuali
dengan jihad. Tapi dengan demokrasi, minimal kita dapat membela hak-hak kaum
muslimin.

S: Inilah salah satu "realita" yang saya maksud. 
 
***
S: Baiklah, tadi ananda sebut-sebut tentang menyelamatkan kaum muslimin.
Sekarang saya mau bertanya, siapa sebenarnya yang harus ananda selamatkan di
antara kaum muslimin itu?.

K: Tentunya yang paling penting adalah saya sendiri. Kemudian keluarga saya
serta kaum muslimin seluruhnya. Kira-kira begitulah kalau saya urutkan
menurut skala prioritas.

S: Baiklah. Lalu, apa sih sebenarnya yang harus diselamatkan dari diri
ananda, keluarga ananda dan kaum muslimin tadi.

K: Agar tidak jatuh pada kesyirikan baik besar maupun kecil. Itu  yang
paling utama, karena itulah inti dakwah para Nabi. Hal itu menjadi yang
paling utama, karena itu adalah masalah surga dan neraka. Allah telah
berfirman: "Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain
itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya". 

S: Baiklah. Setelah masalah syrik (tauhid), kira-kira prioritas apalagi yang
harus ananda selamatkan dari kaum muslimin?

K: Kalau masalah surga dan neraka sudah terselamatkan, maka saya akan
berusaha agar ibadah saya, keluarga saya dan kaum muslimin diterima oleh
Allah. Adapun kuncinya cuma ada dua, yaitu ikhlash dan ittiba' dengan
menyempurnakan ibadah sesuai tuntunan Rasulullah.

S: Baiklah. Tadi saya telah jelaskan sebuah "realita" yang sedang dihadapi
oleh Ummat Islam, yaitu bahwa Ummat Islam terpaksa harus memilih sistem
demokrasi. Sekarang ananda akan saya bawa kepada realita yang kedua. 
 
K: Realita apa itu Pak?

S: Ananda telah katakan bahwa prioritas utama dalam menyelamatkan ananda
sendiri, keluarga dan kaum muslimin seluruhnya adalah menjauhkan syirik
(menjelaskan tauhid). Kira-kira langkah apa yang akan ananda tempuh untuk
menyampaikan hal itu kepada ummat Islam Indonesia yang kebanyakan masih suka
tahayyul, penuh dengan khurofat, suka berkunjung ke makam-makam keramat
untuk berdoa, jimat, jampi-jampi, perdukunan, mistik, dsb?
 
K: Tentu saya akan menyampaikannya di manapun kesempatan itu datang pada
saya, insya Allah. 

S: Apabila kesempatan itu ada di depan parlemen, anggap saja ananda memilih
jalan itu, apakah ananda juga akan menyampaikannya? Mengusulkan kepada
parlemen agar segera membuat aturan untuk melarang tour/ziarah ke
kuburan-kuburan dan menutup pintu-pintu kemusyrikan?

K: Mmmmm.....

S: Baiklah. Nampaknya ada yang sedang ananda pertimbangkan kalau ananda
harus menyampaikan hal itu di depan parlemen. Kalau begitu, bagaimana kalau
kita turun ke jalan saja berdemonstrasi? 

K: Mmmmm.....Rasanya juga tidak mungkin Pak, karena hal itu justru akan
memecahbelah kaum muslimin dan membenci partai saya.

S: Kalau begitu ananda tidak konsisten. Bukankah tadi ananda katakan bahwa
hal itu merupakan masalah surga dan neraka bagi ummat? Masalah yang menjadi
prioritas pertama yang harus ananda selamatkan dari ummat? Dimanakah
konsistensi ananda?

K: Bapak benar.

S: Selanjutnya ananda katakan bahwa prioritas yang kedua yang harus
diselamatkan dari ummat adalah ibadah yang diterima oleh Allah dengan dua
kuncinya yaitu ikhlash dan ittiba'. Ananda sudah tahu bahwa Ummat Islam ini
telah berpecah belah dan banyak penyimpangan dalam peribadahan mereka. Ada
yang sholat di kuburan, ada yang tahlilan, ada yang tidak perlu sholat kalau
sudah sampai derajat tertentu (tarikat), ada yang menghalalkan musik padahal
dalam hadits Bukhari jelas-jelas Rasulullah mengharamkan alat-alat musik,
ada yang memotong ayam lalu mengelilingkan darahnya pada rumah yang baru di
bangun, istighosah dan doa bersama dengan kaum kafir, ikut perayaan natalan,
wanita karir, dsb. Kira-kira jalan apa yang akan ananda tempuh untuk
menyampaikan prioritas kedua ini kepada kaum muslimin?

K: Mmmm....saya rasa hal-hal itu pun tidak mungkin bisa disampaikan melalui
parlemen atau demonstrasi, karena tentunya akan memecahbelah ummat dan
membenci partai saya. Lagipula itu kan masalah khilafiyyah.

S: Mengapa khilafiyyah?

K: Karena sebagian besar Ummat Islam Indonesia kan menganut madzhab Syafi'i,
sehingga bisa saja berbeda dengan madzhab lain.

S: Ananda tidak perlu menyampaikan madzhab lain. Ananda cukup meluruskan
pemahaman mereka tentang madzhab Syafi'i yang mereka anut itu. Yaitu bahwa
Imam Syafi'i mengharamkan segala jenis jimat, jampe, berdoa di
kuburan-kuburan, mengunjungi masjid-masjid yang ada kuburannya. Beliau tidak
mengenal tahlilan. Beliau tidak mengenal sistem tarikat. Beliau melarang
berdoa atau istighosah bersama orang kafir, merayakan perayaan keagaaman
mereka. Beliau mengharamkan musik, menyuruh wanita tinggal di rumah, dsb.

K: Mmmmm......

S: Baiklah. Kalau begitu, kapan dan dimana ananda merasa lebih nyaman untuk
menyampaikan masalah-masalah itu kepada ummat?

K: Mungkin di masjid-masjid, masjlis ta'lim, madrasah, pesantren...

S: Justru tempat itulah yang dihinakan oleh orang-orang yang mengagungkan
dakwah lewat parlemen. Seolah-oleh parlemen adalah tempat yang mulia untuk
berdakwah. Mereka menghinakan orang yang dakwah dari masjid ke masjid,
seolah melupakan permasalahan ummat....Padahal siapa sebenarnya yang
melupakan atau pura-pura lupa akan "permasalahan terpenting" ummat?

K: Mmmmm.....

S: Baiklah, bagaimana kalau ananda meyampaikannya di dalam kampanye sewaktu
berkunjung ke daerah-daerah?

K: Maksud Bapak menyampaikan masalah syirik (tauhid) dan penyimpangan ibadah
dalam kampanye?

S: Ya. Karena kata ananda itu adalah prioritas pertama dan kedua.

K: Tentu baru beberapa menit mereka akan lari Pak.

S: Kalau begitu, materi apa yang akan ananda sampaikan dalam kesempatan
kampanye itu?

K: Tentang program kristenisasi, tentang ketidakadilan, tentang korupsi,
tentang pornografi, tentang harga-harga yang naik terus, tentang
pengangguran, dan masih banyak lagi.

S: Ananda sungguh sangat tidak konsisten.
 
K: Kenapa begitu Pak?

S: Karena tadi ananda mengatakan bahwa prioritas dakwah yang harus
disampaikan kepada ummat adalah syririk (tauhid), kemudian yang kedua adalah
cara beribadah yang benar.

K: Dalam berkampanye kan kita harus terlebih dahulu menyentil ummat dengan
masalah-masalah seputar mereka agar mereka setuju dengan kita lalu
menyerahkan suaranya kepada kita. Sehingga nantinya kita bisa membela mereka
di hadapan parlemen. 

S: Apa yang akan ananda bela di hadapan parlemen? Apakah ananda akan meminta
parlemen untuk mengampuni kesyirikan mereka, penyimpangan ibadah mereka?

***

K: Mengenai masalah tauhid/syirik dan penyimpangan ibadah, walaupun itu
menjadi prioritas dakwah, tapi masih bisa disampaikan oleh rekan-rekan dari
devisi dakwah pada kesempatan yang lain.

S: Sebenarnya pada poin ini ananda sudah tidak konsisten terhadap
prinsip-prinsip ananda sendiri. Tapi baiklah, kalau seandainya itu merupakan
tanggungjawab dari devisi dakwah. Akan tetapi, devisi dakwah partai manakah
yang dengan lantang menyerukan pemberantasan kesyirikan dan penyimpangan
ibadah? Partai Islam manakah yang berani menentang masuknya paham syi'ah ke
Indonesia? Hampir semua devisi dakwah mengatakan bahwa kita harus
bertoleransi demi menjaga keutuhan ummat. Apakah mereka berusaha menutup
mata ketika ahlu sunnah dibantai di negara yang mayoritas syi'ah, ulamanya
dipenjara dan disiksa? Apa sikap ananda terhadap mereka? Padahal mereka itu
senantiasa menghujat para shahabat Nabi? Bagaimana kalau banyak kaum muda
yang tertarik masuk syi'ah? Sungguh ananda tidak sedang berusaha membela
agama ananda, tidak sedang berupaya memurnikan Islam. Ananda tidak sedang
menyelamatkan ummat ini, apa sebenarnya yang sedang ananda selamatkan? 
 
K: Mmmm.....

S: Baiklah, katakanlah ternyata ada devisi dakwah sebuah partai yang berani
berkata seperti itu, walaupun saya belum melihatnya di Indonesia saat ini.
Lalu, manakah yang lebih baik, berdakwah dengan membawa-bawa nama partai,
berbaju dengan baju partai, atau berdakwah dengan tidak mengatasnamakan
kelompok tertentu. Kira-kira manakah dakwah yang mudah diterima oleh
masyarakat Indonesia? dan lebih dicintai Allah?

***

S: Ananda, justru tanggungjawab ada di pundak ananda sebagai juru dakwah.
Saat kampanye, adalah saat ananda pertama kali berjumpa dengan kaum muslimin
dan mungkin tidak akan pernah lagi ananda berjumpa dengan mereka. Mengapa
ananda tidak berusaha menyelamatkan mereka dengan hal-hal yang pokok?
Padahal masalah sesungguhnya yang hakiki yang sedang menyelimuti mereka
adalah sesuatu yang akan mejerumuskan mereka ke dalam neraka? Yaitu syirik
dan penyimpangan ibadah. Adakah masalah yang lebih besar dari itu sehingga
ananda mengesampingkannya? Inilah yang saya maksud dengan realita yang
kedua. Yaitu bahwa dakwah demokrasi akan menghambat penyampaian kebenaran
dengan alasan untuk kerukunan ummat (bukan persatuan ummat lho!).

K: Pak Sholeh, apa yang akan Bapak nasehatkan untuk diri saya?

S: Ananda, demokrasi adalah sesuatu yang dharuri. Begitu (bahkan) kata
sebagian ulama yang membolehkan demokrasi. Namun herannya ada diantara kaum
muslimin yang bangga dengan julukan pejuang-pejuang demokrasi. Padahal,
apabila kita melihat prinsip-prinsip demokrasi, maka semakin suatu negara
menuju kepada kesempurnaan demokrasi, maka setiap orang akan semakin bebas
untuk mengeluarkan ide dan pendapatnya. 

Ananda, sekarang ananda tinggal memilih salah satu dari dua jalan. Ada jalan
demokrasi dan ada jalan dakwah nubuwwah. Namun keduanya bagaikan keping mata
uang yang saling berseberangan. Yang satu penuh toleransi dan ada padanya
pengorbanan akidah, yang satunya penuh ketegasan dan lebih dekat kepada
terselamatkannya akidah. Tentu pada kedua jalan itu ada kesempatan kita
untuk beribadah dan berjuang secara maksimal. Pada keduanya juga ada manfaat
bagi kaum muslimin, tergantung jenis manfaat apa yang akan diperjuangkan. 
Gunakanlah bashiroh serta hikmah yang mendalam. Ananda bebas memilih salah
satu dari kedua jalan itu. Pilihlah jalan yang dapat menyelamatkan ananda
sendiri dan kaum muslimin dari adzab neraka, dan terus berjuang menjaga
kemurnian/kesempurnaan Agama Islam. Juga nasehat saya, takutlah untuk tidak
melanggar/mengorbankan hukum-hukum Allah dalam memperjuangkan kebenaran
tersebut.

Apapun yang menjadi keputusan ananda, maka hal itu tidak boleh menyebabkan
perpecahan dengan orang yang berseberangan dengan ananda. Apalagi tentunya
kalau ananda memilih jalan demokrasi, ananda tentu akan lebih bisa
menghargai pendapat orang lain. Persatuan tetap merupakan perintah dari
Allah. Berta'awuun untuk amar ma'ruf nahi mungkar bersama setiap orang Islam
tetap merupakan perintah Allah.

Tak terasa waktu sudah mendekati adzan maghrib. Kebetulan terlihat Pak Ahmad
(ketua salah satu partai Islam) datang ke mesjid untuk menunaikan ibadah
sholat Maghrib. Mereka berdua segera menghampirinya. Pemuda Khoriul membuka
percakapan:
 
K: Assalamu'alaikum Pak Ahmad?

Pak Ahmad (A): Wa'alaikumussalam, eh Nak Khoirul dan Pak Sholeh. Apa kabar
nih?

K: Alhamdulillah kami berdua baik-baik saja. Maaf kami sengaja menghampiri
Bapak untuk menyampaikan sesuatu.

A: Ah, kok terasa formal sekali. Apa yang akan ananda sampaikan Nak Khoirul.
Jangan membuat Bapak kaget ya!
 
K: Tidak Pak. Kami cuma ingin menyampaikan bahwa dalam menghadapi Program
kristenisasi "Jusuf 2004", saya dan Pak Sholeh siap menyampaikan masalah ini
di masjid-masjid, masjlis ta'lim, pesantren-pesantren yang biasa kami dakwah
di dalamnya.

A: Masya Allah....Masya Allah....Bapak sangat bersyukur sekali Nak Khoirul.
Ini merupakan suatu nikmat yang paling berharga yang Bapak peroleh hari ini.
Mudah-mudahan keinginan ananda dan Pak Sholeh diridhoi Allah. Teman-teman di
partai pasti akan sangat senang sekali mendengarnya. Oya, apakah ini berarti
Nak Khoirul dan Pak Sholeh akan bergabung dengan partai kami, memakai baju
kami?

Pemuda Khoirul tidak menjawab. Matanya beradu tatapan dengan Pak Sholeh.
Saling memandang dan terdiam bisu. Dia tidak bisa menjawab. Teringat semua
argumentasi Pak Sholeh tentang demokrasi. Tentang bagaimana prinsip bebas
berpendapat, menghargai pendapat, yang justru memberikan kesempatan kpd
orang jahat untuk menghalangi kebenaran dengan mengatasnamakan HAM, tentang
bagaimana setiap partai harus mendulang suara, padahal jumlah orang baik di
akhir zaman itu hanya sedikit. Teringat kembali betapa akan banyak
pencampuran antara yang hak dan yang batil. Teringat kembali akan
sifat-sifat hizbullah, yang diantaranya adalah keras terhadap orang kafir
dan berkasihsayang dengan sesama muslim. Teringat akan adanya kemustahilan
dalam pencapaian kemenangan melalui kompromi/toleransi. Teringat bagaimana
kemenangan hakiki itu bisa dipetik hanya dengan jihad, bukan dengan kompromi
atau toleransi.Teringat akan kaum muslimin yang sedang berkubang dalam
lumpur syirik dan penyimpangan ibadah. Teringat bagaimana demokrasi akan
menghambat penyampaian kebenaran dengan alasan kerukunan ummat. Teringat
akan persatuan ummat secara jasadi warruhi. Teringat akan wasiat Rasulullah
kepada orang-orang yang hidup di akhir zaman untuk menjauhi semua kelompok
yang ada dan wasiat untuk ruju' (kembali) kepada Kitabullah, Sunnah Rasul
dan Ijma para shahabat. Teringat akan makna "kembali", yaitu dengan
menyampaikan pendidikan kepada ummat (tarbiyyah) dan memurnikan agama Islam
(tashfiyyah).

Adzan Maghrib nyaring berkumandang. Pemuda Khoirul belum juga memberikan
jawaban. Dirasakannya betul bagaimana reaksi Pak Ahmad kalau dia harus
mengatakan "tidak!". Tentu akan panjang sekali penjelasan yang harus
disampaikan, akan sulit sekali difahami, dikaji dan diputuskan, akan ada
kembali sebuah diskusi yang panjang dan melelahkan, diskusi tentang sebuah
dilema bagi ummat Islam. Dilema yang seolah di dalamnya ada kebaikan namun
ada juga keburukan yang ganas. Dilema yang menjadi perdebatan kaum muslimin
di akhir zaman. Dilema yang terkadang menjadikan perdebatan menjurus kepada
tidak saling menghargai pendapat. Dilema yang butuh kehati-hatian dan
bashiroh mendalam dalam memahaminya. Dilema yang sangat melelahkan. Dilema
Simalakama !

Dhahran-Saudi Arabia, Ahad 22 Sha'baan 1424 H.


____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke