Assalamu'alaikum wr.wb.,
   
Lembang Alam
 

24.     MASJIDIL HARAM

Hari Sabtu subuh saya kembali shalat di tempat
nostalgia saya di depan sisi ka’bah berpancoran emas.
Selesai shalat tahajud dan witir saya duduk dalam
zikir. Saya kelupaan kacamata lagi. Di samping saya
duduk seorang jamaah dari Cina, juga sedang berdiam
diri, mungkin dalam zikir pula. Saya setengah melamun,
mengingat ketika tahun sembilan puluh dulu, pada suatu
pagi, saat kami sedang bertadarus sesudah shalat subuh
di tempat ini. Tiba-tiba datang serombongan yang
terdiri dari empat orang Indonesia, satu laki-laki dan
tiga perempuan, terlibat perbincangan yang segera saja
menarik perhatian saya waktu itu. ‘Ya ini dia.
Silahkan saja dicoba. Kan untuk iseng saja,’ kata yang
laki-laki sambil  menunjuk ke sebuah tiang. Yang 
wanita  tersipu dan malu-malu, sambil pura-pura  
membantah, tapi lalu   memeluk tiang itu. Setelah itu,
setelah yang wanita berhasil memeluk dengan
mempertemukan kedua tangannya dengan melingkari tiang
tadi, yang laki-laki berkata, ’Nah tu kan??
Mudah-mudahan deh. Insya  Allah tercapai yang 
diinginkan.’  

Saya baru mengerti setelah diceritakan oleh jamaah
Indonesia yang lain bahwa tiang itu adalah   tiang jin
namanya.   Ada  kepercayaan karut yang jelas-jelas
cenderung kepada kesyirikan, bahwa siapa yang berazam,
berkeinginan di dalam hatinya, lalu memeluk tiang itu
dan berhasil, maka niat atau azamnya itu              
              akan tercapai.  Entah dari mana
datangnya keyakinan seperti itu. Dan saya tidak tahu
apakah  keyakinan seperti itu ada  juga pada  jamaah
dari negara lain atau hanya dikalangan jamaah
Indonesia saja. Lalu kepercayaan itu ada  pada  orang
yang baru saja melaksanakan ibadah  haji.  Alangkah
sayangnya. 

Sedang saya melamun mengingat-ingat itu, jamaah dari
Cina di sebelah saya membaca ayat-ayat awal surah al
Baqarah luar kepala.  Perhatian saya beralih
kepadanya. Saya simak bacaannya itu. Baru-baru
beberapa ayat  dia tertegun. Mungkin lupa. Dia coba 
mengulangi ayat  yang sama, tapi sampai bagian yang
tadi terhenti lagi. Saya bacakan bagian yang dia lupa
itu. Dia  menoleh kepada saya sambil tersenyum, lalu
meneruskan bacaannya.  Beberapa ayat kemudian macet
lagi.   Saya  betulkan lagi. Dia berhenti  sebentar.
Setelah itu dia mengaji lagi, kali ini dia baca surah
pertama juz  amma.  Ammaa yatasaa aluun....  dan
seterusnya. Cukup lancar bacaannya. 

Masih beberapa saat sebelum azan  dia sudah berhenti
mengaji. Waktu saya menoleh kepadanya, dia sodorkan
tangannya untuk bersalaman. Saya menyalaminya. Saya
tanyakan, ‘Xin Jiang?’  Dia mengangguk, tapi kemudian
ditambahnya. Turki. Xin Jiang – Turki. Mungkin
maksudnya dia lebih  baik mengaku Turki. Dia bertanya
dengan bahasanya yang tidak saya fahami sambil  
menunjuk kepada saya. Saya rasa   dia  ingin
menanyakan dari  mana saya berasal. Saya jawab,
Indonesia. Dia tersenyum. Lalu bertanya lagi
patah-patah, Indonesia... kullu muslim? Saya jawab
dengan isyarat 90 persen. Dia  mengangguk.

Tidak lama kemudian azan subuh berkumandang. Kami
shalat qabliyah.                                      
                                                      
                                                      
                                  Dan  shalat subuh.
Jadi perhatian saya pula,  jarak antara azan dan
iqamat di Masjidil Haram ini rata-rata sangat ringkas.
Pada waktu subuh agak lumayan, bisa untuk shalat sunah
fajar dua rakaat dengan santai dan sesudah itu masih
menunggu sebentar sebelum iqamat. Pada waktu shalat
zuhur, kalau saya shalat qabliyah dua kali dua rakaat,
waktunya pas-pasan. Bahkan pernah, sebelum saya
selesai shalat muazin sudah iqamat. Pada waktu shalat
ashar pas-pasan untuk shalat dua rakaat yang ringkas.
Pada waktu maghrib kita tidak bisa shalat sunat sama
sekali. Kali pertama saya shalat maghrib disini, saya
shalat sunat sebelum maghrib, maksudnya shalat
tahyatul masjid yang tertunda. Baru satu rakaat,
muazin sudah iqamat. Besoknya saya tidak mau shalat
sunat lagi. Pada waktu shalat isya juga lebih baik
tidak shalat sunat karena jarak antara azan dan iqamat
juga sangat dekat.     

Sesudah shalat subuh dan zikir saya bergegas pulang.
Rasanya badan saya masih belum sehat betul. Nanti
siang rencananya akan menemani si Sulung thawaf dan
sa’i karena ternyata kemarin siang dia belum bersih.
Mudah-mudahan hari ini dia sudah bisa menyelesaikan
rangkaian ibadah hajinya. Sesampai di hotel saya lebih
banyak beristirahat dan mengaji. Tadarusan saya sudah
juz dua puluh enam. Semakin optimis bisa
menyelelesaikannya sebelum berangkat dari Makkah hari
Selasa mendatang.

Sesudah zuhur saya menemani si Sulung thawaf. Dia
kelihatan agak lemah tapi memaksakan thawaf karena
yakin sudah bersih. Menurut dia biasanya di sekitar
waktu ‘periode’ dia memang seringkali lemah dan pucat.
 Kami thawaf di tengah-tengah  jamaah yang tetap saja
ramai. Kami bergerak perlahan-lahan dan kadang-kadang
malahan terdesak-desak khususnya ketika mendekati
garis coklat. Setiap kali saya lirik keadaan si
Sulung. Kelihatannya memang dia agak lemah. Setelah
selesai putaran kelima, dia menanyakan apakah kita
boleh beristirahat dulu. Saya tanyakan apakah dia
sudah tidak kuat meneruskan. Dia bilang ingin berhenti
dulu agak sebentar. Saya bilang, kalau begitu kita
teruskan putaran ini, nanti kita beristirahat dekat
tangga sambil minum air zam-zam. Sesudah minum kalau
masih sanggup kita teruskan, tapi kalau sudah tidak
kuat kita berhenti. Dia setuju dan itu yang kami
lakukan. Saya suruh dia duduk di sisi tangga dan saya
pergi mengambil air zam-zam. Saya biarkan dia duduk
beberapa saat lagi sesudah minum. Dia menanyakan
berapa putaran lagi yang harus diselesaikan dan saya
jawab, satu setengah lagi. Dia merasa sanggup
meneruskan. Kami kembali masuk jalur meneruskan satu
setengah putaran yang terakhir. Alhamdulillah dengan
selamat.

Hari baru jam setengah tiga sore. Kami pulang dulu ke
hotel dan berencana mengerjakan sa’i nanti sehabis
maghrib. Dan sa’i itu kami lakukan di lantai dua
sesudah shalat maghrib. Si Sulung lebih kuat saat itu.
Dia tidak lagi kelihatan pucat seperti tadi. Kami
lakukan sa’i dengan tenang dan santai. Ada seorang
jamaah wanita tua dari Turki, berjalan
terbungkuk-bungkuk tapi kuat luar biasa. Dia berjalan
di dalam jalur kursi roda. Setiap kali diperingatkan
orang mendorong kursi roda, ‘hajjah..hajjah...’ dia
cepat-cepat menepi. Gerakan tuanya yang kuat itu
menimbulkan simpati saya melihatnya.

Kami selesai sa’i beberapa menit sebelum azan isya.
Istri saya dan si Tengah sudah duduk menunggu waktu
shalat dekat Marwa. Si Sulung segera bergabung dengan
mereka dan saya mencari tempat agak ke depan. Sesudah
shalat isya kami kembali ke hotel. Akhirnya selesailah
semua anggota rombongan saya menyelesaikan ibadah
haji. Tinggal thawaf wada’ yang menjadi kewajiban kami
yang terakhir nanti hari Selasa insya Allah. 

                        ****
 


=====

St. Lembang Alam



__________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Finance Tax Center - File online. File on time.
http://taxes.yahoo.com/filing.html
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke