Rabu, 02/06/2004 15:22 WIB
Menebak arah rekomendasi PKS
oleh : Djony Edward

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) batal mengumumkan nama capres-cawapres yang akan direkomendasikannya kepada kader, massa dan simpatisan partai yang meraih prestasi fenomenal dalam pemilu legislatif 5 April lalu itu. Sedianya, bertepatan dengan hari pertama kampanye pilpres (1 Juni), PKS mengumumkan pasangan capres-cawapres direkomendasikannya.

Tertundanya pengumuman rekomendasi itu mencerminkan betapa rumitnya persoalan yang dihadapi, sehingga membuat rapat Majelis Tinggi PKS belum dapat memutuskan rekomendasi yang harus dinisbahkan kepada tujuh juta lebih kader dan simpatisannya.

Sebenarya PKS sudah mengambil sikap dalam pemilu 2004 ini sebagai oposisi konstruktif bagi siapapun presiden dan wakil presiden terpilih. Sehingga bila menggunakan prinsip demokrasi barat, maka tidak perlu pusing-pusing mikirin siapa capres dan cawapres yang akan dipilih.

Tapi karena PKS adalah partai dakwah, di mana memadukan unsur demokrasi dengan firman-firman Allah dan Sunnah Nabi, maka ada sense of belonging serta responsibility terhadap siapa presiden dan wakil presiden yang layak dipilih.

Sudah jelas PKS tidak akan memilih Megawati karena dalam nilai-nilai agama Islam hal itu tidak dibenarkan. PKS berpegang teguh pada firman: Laki-laki adalah pemimpin kaum wanita.

Demikian pula PKS tidak mungkin memilih Hamzah Haz walaupun mengaku sebagai pimpinan parpol Islam, karena dalam berpolitik Ketua Umum PPP itu terlalu pragmatis, kalau tidak bisa dibilang meninggalkan nilai-nilai Islam, dengan mengemis-ngemis sebagai cawapresnya Megawati. Tokh akhirnya Hamzah maju sebagai capres, setelah juga ditolak berkoalisi dengan Wiranto.

Sementara PKS juga tidak akan memilih pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla karena dinilai Partai Demokrat sudah tegas-tegas menyatakan tidak mungkin menegakkan syari'at Islam. Maka jatuhlah pilihan PKS kepada pasangan Amien-Siswono atau Wiranto-Gus Sholah.

Terbelah

Harus diakui, di dalam tubuh PKS terbagi-bukan terpecah-dalam dua kelompok, yaitu kelompok muda dari Sulawesi seperti Anis Matta (Sekjen PKS), Adiyaksa (jurkam PKS) dan Tamsil Linrung (caleg jadi PKS dari Sulawesi). Kelompok ini merekomendasikan Dewan Syuro untuk memilih Wiranto-Gus Sholah.

Sementara kelompok senior seperti Hidayat Nur Wahid, Rahmat Abdullah (Ketua Dewan Syuro), Abu Ridho, dll. lebih merekomendasikan pilihan PKS pada pasangan Amien-Siswono.

Karena saking kuatnya argumentasi masing-masing kelompok, hingga Majelis Tinggi PKS belum dapat memutuskan apapun. Bahkan sempat berkembang wacana rapat deadlock dan kalau itu sampai terjadi maka harus digelar Rapat Dewan Syuro PKS Luar Biasa.

Hari ini, menurut rencana Majelis Tinggi PKS akan menggelar rapat untuk membicarakan arah rekomendasi terakhir terkait dengan pasangan yang ada.

Bagi PKS muda, Wiranto adalah figur militer yang Islami. Seluruh keluarganya sudah mengikuti tarbiyah (sistem pengkaderan yang berlaku bagi kader PKS), oleh karena itu istri dan anak-anaknya sudah menggunakan jilbab panjang. Bahkan ikut pula aktif dalam kegiatan PKS baik secara langsung maupun tidak langsung.

Hanya saja, Wiranto dinilai memiliki sejarah kelabu menyangkut kerusuhan Mei 1998, di mana saat itu dia menjabat sebagai Panglima ABRI yang bertanggung jawab atas kerusuhan yang telah merenggut beberapa nyawa mahasiswa dan ribuan warga yang terperangkap di sejumlah mal dan pusat perbelanjaan.

Wiranto, kendati tidak terbukti bersalah menurut peradilan yang ada, secara etika harusnya mengundurkan diri sebagai tanggung jawab jabatan. Sesuatu yang pernah ditempuh Jenderal Sumitro saat meletus peristiwa Malari.

Sementara kelompok senior di PKS berpandangan bahwa Amin lah sosok sejati seorang presiden pilihan rakyat karena mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah inilah yang merupakan tokoh reformasi paling wahid, bersih, bahkan ketika menjabat sebagai Ketua MPR berhasil mengawal amendemen UUD 1945 yang selama ini dianggap sakral.

Amien dinilai mewakili suara umat Islam oleh karena, kendati memiliki sisi kelabu yang sifatnya manusiawi, tapi paling tidak konsep Islam diharapkan bisa diterjemahkannya dalam berbangsa dan bernegara secara cantik.

Sayangnya, kader PAN di daerah-daerah banyak yang menyakiti kader PKS. Mereka yang dulunya kader PAN karena memang dari Muhammadiyah dan pernah mendapat 'sawah garapan', ketika pindah ke PKS, 'sawah' itu diambil lagi. Bahkan mereka yang bekerja di PKU Muhammadiyah yang memilih PKS dipecat.

Dilematis

Lepas dari pro-kontra antara kedua tokoh tersebut, tampaknya PKS dihadapkan pada idealisme dan pragmatisme politik. Antara mendambakan figur bersih dan reformis dengan kenyataan dahsyatnya mesin politik Megawati.

Memandang masalah tersebut, merekomendasikan Amien yang lebih sedikit sisi kelabunya tapi mesin politik yang pas-pasan, adalah konsisten dengan semangat oposisi kendati itu cenderung spekulatif.

Sementara merekomendasikan Wiranto yang boleh jadi lolos dalam satu putaran karena mesin politiknya relatif sempurna, juga munculkan dilema. Bagaimana PKS menghadapi mahasiswa? Itu bisa kontraproduktif terhadap semangat oposisi.

Gelagatnya, meskipun pahit, Majelis Tinggi PKS akan merekomendasikan pasangan Amien-Siswono dengan disertai sejumlah catatan.

____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke