Re: [RantauNet] Indonesia dan korupsi

2002-03-21 Terurut Topik J.Dachtar

 Namun, Bambang yakin, bukan uang kopi itu yang menggerogoti minat investasi. 
 Mengacu pada pengalaman pada 1994, ketika peringkat Indonesia juga buruk, 
 uang kopi tidak mempengaruhi laju investasi. Ia cenderung melihat faktor 
 keamanan, selain kepastian kebijakan pemerintah, sebagai faktor penentunya.

Ya ndak akan mempengaruhi laju investasi. Uang kopi bisa 
dimasukkan kebiaya produksi untuk selanjutnya dibebankan ke 
upah buruh, kalau di PTP ke petani. Bocor di APBN ke gaji 
pegawai negeri. Namanya juga bangsa besar dengan kepribadian 
luhur. Kaji ba-lapia2 tapi abih pancilok. Bara lah kahebatnyo 
negara berpeduduk Islam terbesar didunia dan paling korup 
sedunia. Sabanta lai batambah lo tu jo Negara Bersyariat Islam.

JD


RantauNet http://www.rantaunet.com

Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
===
Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3

ATAU Kirimkan email
Ke/To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email/Messages, ketik pada baris/kolom pertama:
-mendaftar-- subscribe rantau-net [email_anda]
-berhenti unsubscribe rantau-net [email_anda]
Keterangan: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung
===



[RantauNet] Indonesia dan korupsi

2002-03-20 Terurut Topik eel indra


Negeri Korup
Tradisi Gemar Korupsi

DUA tamu penting mengunjungi Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur 
Negara (PAN), M. Feisal Tamin, di Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu siang pekan 
lalu. Mereka adalah Jaksa Agung, M.A. Rahman, dan Kapolri Jenderal Da'i 
Bachtiar. Dalam pertemuan itu, mereka membahas langkah bersama untuk 
memberantas praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). ''Kita semua 
memerlukan usaha keras untuk memperbaiki cara penanganan korupsi,'' ujar 
Feisal.

Menteri Negara PAN itu mengakui, korupsi terus terjadi meskipun rezim 
politik datang dan pergi. Catatan penyelewengan, seperti dilaporkan Badan 
Pemeriksa Keuangan ke DPR setiap semester, menunjukkan bahwa KKN sulit 
diberantas. ''Kita harus melakukan penanganan yang efektif,'' Feisal 
menambahkan.

Feisal Tamin makin prihatin, karena Indonesia tetap saja dikenal sebagai 
sarang koruptor. ''Kita sudah mengetahui hasil PERC (Political and Economic 
Risk Consultancy --Red). Kita harus lebih sadar,'' ujarnya.

Dua pekan lalu, PERC, lembaga pemeringkat yang berbasis di Hong Kong, memang 
menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup di Asia, dengan skor 9,92. 
India dan Vietnam membuntuti pada posisi kedua dan ketiga. Singapura disebut 
negara yang paling oke (lihat tabel).

Pemeringkatan itu diperoleh dengan cara polling atas 1.000 pengusaha 
multinasional yang melakukan investasi di 12 negara, Asia serta Australia. 
Responden dimintai pendapatnya soal korupsi di suatu negara dalam bentuk 
skala 0-10. Angka 0 berarti angka terbaik. Angka 10 paling jeblok. Robert 
Broadfoot, pimpinan PERC, mengatakan bahwa surveinya ini valid karena 
mendapat respons lebih dari 50% responden.

Posisi Indonesia tahun ini melorot. Tahun lalu, republik ini menempati 
urutan kedua di bawah India. Tahun sebelumnya malah masih di bawah India dan 
Vietnam. ''Sulit dipercaya, korupsi di Indonesia bisa meningkat lebih buruk. 
Tapi, itulah yang terjadi,'' demikian bunyi laporan PERC.

Merosotnya reputasi Indonesia itu terjadi karena buruknya sistem hukum. 
Tidak ada lagi kepastian hukum. Peraturan gampang keok oleh segepok uang. 
Ada pula persoalan otonomi daerah, yang menurut Broadfoot, membuat kepastian 
hukum makin remang. Pengusaha yang sudah mendapat lampu hijau dari pusat 
tiba-tiba harus menempuh proses dari awal di daerah tempat investasinya akan 
ditempatkan.



Pertentangan antara pusat dan daerah, seperti terjadi dalam rencana 
divestasi PT Semen Gresik, membuat reputasi hukum Indonesia yang sudah buruk 
makin terpuruk. ''Repotnya, banyak pula penguasa daerah yang ingin mendapat 
uang pelicin,'' kata Broadfoot.

Hasil survei PERC ini tidak jauh berbeda dari studi Transparency 
International. Tahun lalu, lembaga yang bermarkas di London, Inggris, itu 
meneliti korupsi di 90 negara. Hasilnya, Indonesia disebut sebagai negara 
terkorup kedua di Asia setelah Pakistan. Sedangkan untuk ukuran dunia, 
Indonesia berada di urutan ketujuh. Pada 2000, Indonesia malah di urutan 
pertama untuk Asia, dan kelima di dunia.

Peringkat yang ditampilkan PERC itu tidak mengejutkan pengamat ekonomi, Dr. 
Didik J. Rachbini. Ia mengakui, praktek korupsi sudah tumbuh subur. Ini 
terjadi karena adanya budaya memberikan ruang bagi tumbuhnya praktek buruk 
itu. Korupsi, katanya, terjadi baik di instansi pemerintah maupun badan 
swasta. ''Sudah sangat parah, karena dilakukan dari struktur yang tertinggi 
hingga paling rendah,'' ujarnya kepada Rifki Royhan dari GATRA.

Repotnya, masyarakat juga bersikap permisif terhadap praktek korupsi. 
Seperti dugaan PERC, Didik juga melihat faktor hukum yang lemah dan 
toleransi yang luas untuk praktek KKN. ''Ini perlu diseriusi. Lembaga hukum 
yang kuat diperlukan, baik polisi, pengadilan, maupun pemerintahan,'' 
katanya.

Bambang Sujagad, Ketua Kamar Dagang dan Industri Pusat Bidang Penanaman 
Modal, mengakui bahwa praktek korupsi masih sulit dibendung. ''Uang kopi'' 
di pelbagai meja birokrasi tetap harus disediakan pengusaha swasta bila 
mereka ingin urusannya lancar.

Namun, Bambang yakin, bukan uang kopi itu yang menggerogoti minat investasi. 
Mengacu pada pengalaman pada 1994, ketika peringkat Indonesia juga buruk, 
uang kopi tidak mempengaruhi laju investasi. Ia cenderung melihat faktor 
keamanan, selain kepastian kebijakan pemerintah, sebagai faktor penentunya.




_
Send and receive Hotmail on your mobile device: http://mobile.msn.com


RantauNet http://www.rantaunet.com

Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
===
Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3

ATAU Kirimkan email
Ke/To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email/Messages, ketik pada baris/kolom pertama:
-mendaftar-- subscribe rantau-net [email_anda]
-berhenti unsubscribe rantau-net [email_anda]
Keterangan: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung

[RantauNet] Indonesia dan korupsi

2002-03-20 Terurut Topik eel indra


Negeri Korup
Tradisi Gemar Korupsi

DUA tamu penting mengunjungi Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur 
Negara (PAN), M. Feisal Tamin, di Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu siang pekan 
lalu. Mereka adalah Jaksa Agung, M.A. Rahman, dan Kapolri Jenderal Da'i 
Bachtiar. Dalam pertemuan itu, mereka membahas langkah bersama untuk 
memberantas praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). ''Kita semua 
memerlukan usaha keras untuk memperbaiki cara penanganan korupsi,'' ujar 
Feisal.

Menteri Negara PAN itu mengakui, korupsi terus terjadi meskipun rezim 
politik datang dan pergi. Catatan penyelewengan, seperti dilaporkan Badan 
Pemeriksa Keuangan ke DPR setiap semester, menunjukkan bahwa KKN sulit 
diberantas. ''Kita harus melakukan penanganan yang efektif,'' Feisal 
menambahkan.

Feisal Tamin makin prihatin, karena Indonesia tetap saja dikenal sebagai 
sarang koruptor. ''Kita sudah mengetahui hasil PERC (Political and Economic 
Risk Consultancy --Red). Kita harus lebih sadar,'' ujarnya.

Dua pekan lalu, PERC, lembaga pemeringkat yang berbasis di Hong Kong, memang 
menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup di Asia, dengan skor 9,92. 
India dan Vietnam membuntuti pada posisi kedua dan ketiga. Singapura disebut 
negara yang paling oke (lihat tabel).

Pemeringkatan itu diperoleh dengan cara polling atas 1.000 pengusaha 
multinasional yang melakukan investasi di 12 negara, Asia serta Australia. 
Responden dimintai pendapatnya soal korupsi di suatu negara dalam bentuk 
skala 0-10. Angka 0 berarti angka terbaik. Angka 10 paling jeblok. Robert 
Broadfoot, pimpinan PERC, mengatakan bahwa surveinya ini valid karena 
mendapat respons lebih dari 50% responden.

Posisi Indonesia tahun ini melorot. Tahun lalu, republik ini menempati 
urutan kedua di bawah India. Tahun sebelumnya malah masih di bawah India dan 
Vietnam. ''Sulit dipercaya, korupsi di Indonesia bisa meningkat lebih buruk. 
Tapi, itulah yang terjadi,'' demikian bunyi laporan PERC.

Merosotnya reputasi Indonesia itu terjadi karena buruknya sistem hukum. 
Tidak ada lagi kepastian hukum. Peraturan gampang keok oleh segepok uang. 
Ada pula persoalan otonomi daerah, yang menurut Broadfoot, membuat kepastian 
hukum makin remang. Pengusaha yang sudah mendapat lampu hijau dari pusat 
tiba-tiba harus menempuh proses dari awal di daerah tempat investasinya akan 
ditempatkan.



Pertentangan antara pusat dan daerah, seperti terjadi dalam rencana 
divestasi PT Semen Gresik, membuat reputasi hukum Indonesia yang sudah buruk 
makin terpuruk. ''Repotnya, banyak pula penguasa daerah yang ingin mendapat 
uang pelicin,'' kata Broadfoot.

Hasil survei PERC ini tidak jauh berbeda dari studi Transparency 
International. Tahun lalu, lembaga yang bermarkas di London, Inggris, itu 
meneliti korupsi di 90 negara. Hasilnya, Indonesia disebut sebagai negara 
terkorup kedua di Asia setelah Pakistan. Sedangkan untuk ukuran dunia, 
Indonesia berada di urutan ketujuh. Pada 2000, Indonesia malah di urutan 
pertama untuk Asia, dan kelima di dunia.

Peringkat yang ditampilkan PERC itu tidak mengejutkan pengamat ekonomi, Dr. 
Didik J. Rachbini. Ia mengakui, praktek korupsi sudah tumbuh subur. Ini 
terjadi karena adanya budaya memberikan ruang bagi tumbuhnya praktek buruk 
itu. Korupsi, katanya, terjadi baik di instansi pemerintah maupun badan 
swasta. ''Sudah sangat parah, karena dilakukan dari struktur yang tertinggi 
hingga paling rendah,'' ujarnya kepada Rifki Royhan dari GATRA.

Repotnya, masyarakat juga bersikap permisif terhadap praktek korupsi. 
Seperti dugaan PERC, Didik juga melihat faktor hukum yang lemah dan 
toleransi yang luas untuk praktek KKN. ''Ini perlu diseriusi. Lembaga hukum 
yang kuat diperlukan, baik polisi, pengadilan, maupun pemerintahan,'' 
katanya.

Bambang Sujagad, Ketua Kamar Dagang dan Industri Pusat Bidang Penanaman 
Modal, mengakui bahwa praktek korupsi masih sulit dibendung. ''Uang kopi'' 
di pelbagai meja birokrasi tetap harus disediakan pengusaha swasta bila 
mereka ingin urusannya lancar.

Namun, Bambang yakin, bukan uang kopi itu yang menggerogoti minat investasi. 
Mengacu pada pengalaman pada 1994, ketika peringkat Indonesia juga buruk, 
uang kopi tidak mempengaruhi laju investasi. Ia cenderung melihat faktor 
keamanan, selain kepastian kebijakan pemerintah, sebagai faktor penentunya.




_
Get your FREE download of MSN Explorer at http://explorer.msn.com/intl.asp.


RantauNet http://www.rantaunet.com

Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
===
Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3

ATAU Kirimkan email
Ke/To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email/Messages, ketik pada baris/kolom pertama:
-mendaftar-- subscribe rantau-net [email_anda]
-berhenti unsubscribe rantau-net [email_anda]
Keterangan: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung