Dear Sahabat Silat,
   
  tulisan dari Djamboe..tentang kondisi dan keprihatinan terhadap silek di 
ranah minang; 
  sebuah kondisi yang kelihatannya tidak hanya terjadi di minangkabau saja tapi 
di banyak tempat yang merupakan asal dan sumber aliran silat baik di jawa, 
sumatra, bali, kalimantan, pulau madura/bawean dan lain-lain...
   
  semoga berguna
   
  salam
  Ian S
   
  ==
  Silek Minangkabau
  Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan
   
   
   
  Gerimis secara perlahan membasahi bumi Kota Payakumbuh. Debu yang menutupi 
lapisan atas jalan beraspal di kota itu, perlahan luruh disiram hujan. Di sela 
gerimis tersebut, di beranda sebuah pondok yang terletak di Kubu Gadang, tepat 
di pinggir ruas jalan lingkar utara, seorang lelaki tua yang rambutnya sudah 
memutih dan kumis melintang yang juga telah memutih, terlihat duduk tenang. Di 
kepalanya yang berambut jarang tersebut, sebuah topi ala koboi tertonggok.

Lelaki tua itu adalah Bahmar. Di usianya yang sudah 71 tahun, lelaki dengan 
postur tubuh tidak terlalu besar, terlihat masih kekar. Penglihatan dan 
pendengarannya masih bagus. Begitu juga dengan bicaranya, mengalir tenang, dan 
hampir semua kata-kata yang keluar dari mulutnya bernada satire, yang 
membutuhkan terjemahan lebih lanjut. 

Kesan agak sangar yang terlihat pada awal pertemuan, langsung luruh ketika 
diajak bicara, orang tua yang menjadi tepat mengadu orang-orang yang memiliki 
persoalan kebatinan ini, ternyata “suko bagarah” dan tidak pernah menyombongkan 
diri. Padahal, jika ingin sombong pun orang akan percaya, karena di Payakumbuh 
khususnya, bapak dari 8 orang anak ini dikenal sebagai salah satu tuo silek 
yang memiliki murid dalam jumlah sangat banyak, dan tersebar di seantero 
Sumbar. 

“Waalaikum salam, mau duduk di dalam atau di beranda ini saja?” ujar Bahmar, 
yang sehari-hari dikenal dengan panggilan Mak Bamar, saat menjawab salam ketika 
dikunjungi beberapa waktu lalu. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
Laki-laki tua yang dikenal sebagai paranormal kelas wahid di Payakumbuh ini, 
dengan ramah kemudian mempersilahkan tamunya duduk di kursi kayu panjang yang 
terdapat di beranda pondoknya tersebut. Lalu dengan sikap tenang, di mendengar 
dengan seksama ketika dismpaikan maksud dan tujuan mengunjunginya. 
Sumber: www.ranah-minang.com/berita/559.html 
“Sekarang ini memang sudah sulit mencari guru. Tuo silek yang ada di Payakumbuh 
ini saja, paling jumlahnya tak lebih dari 5 orang lagi,” katanya, ketika 
ditanyakan kepadanya, berapa jumlah tuo silek seangkatannya yang kini masih 
“tersisa”. Tapi walaupun tinggal sedikit, Mak Bamar dengan yakin mengatakan, 
silek asli Minangkabau yang telah membesarkan namanya itu, tidak akan pernah 
punah dimakan waktu, ditelah zaman. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
“Silek itu untuk mencari kawan sebanyak-banyaknya. Jadi sampai kapan pun tidak 
akan pernah punah. Bagaimanapun caranya orang mengupayakan, silek Minangkabau 
itu tetap akan ada,” ujarnya sangat yakin. 
Sumber: www.ranah-minang.com/berita/559.html 
Walaupun dia sangat menyadari kalau pakar-pakar silek seangkatannya yang 
tersisa tak lagi cukup dalam hitungan jari, namun dengan jumlah murid yang 
pernah dilatihnya, Mak Bamar yakin silek Minangkabau akan tetap eksis. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
“Murid-murid saya masih sangat banyak. Di antara mereka itu, ada beberapa orang 
yang saya beri izin untuk menerima murid. Kepada mereka saya sudah berpesan, 
agar kepandaian yang mereka terima tersebut, diajarkan kepada orang lain,” 
ungkap Mak Bamar. 
Sumber: www.ranah-minang.com/berita/559.html 
Bercerita dengan Mak Bamar membutuhkan konsentrasi ekstra. Sama dengan 
orang-orang tua Minangkabau yang cenderung berbicara dengan menggunakan 
bahasa-bahasa pantun dan kata-kata bersayap, Mak Bamar juga demikian. Setiap 
kalimat yang diungkapkannya memaksa pendengarnya harus bisa mengartikan sendiri 
apa makna yang terkandung di balik kalimat yang diucapkan. Walaupun didesak 
dengan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban langsung dan tegas, Mak 
Bamar tetap dengan tenang dan sedikit senyum, menjawab dengan kalimat-kalimat 
sejuk dan membutuhkan penafsiran lebih lanjut dari yang mendengar. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
Misalnya ketika ditanyakan kepadanya, berapa lama dulu dia menjadi murid untuk 
mempelajari silat yang dikuasainya, sampai kemudian dia dikenal sebagai salah 
satu pendekar besar di Payakumbuh. 
Sumber: www.ranah-minang.com/berita/559.html 
“Kalau belajar itu sejak dari ayunan sampai ke liang lahat,” ujarnya tenang, 
tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
Ketika didesak terus, tuo silek yang mengaku menganut aliran silek Lintau Buo 
ini, hanya menjawab telah menerima kepandaian bersilat sejak dari datuk, bapak 
dan kemudian menurun kepada dirinya. Sedangkan mengenai kepandaian kebhatinan 
yang membuatnya banyak didatangi orang-orang yang meminta pertolongan, juag 
dijawab dengan cara yang sama. 
Sumber: www.ranah-minang.com/berita/559.html 
“Soal itu hanya masalah rasa dan perasaan. Dan perasaan itu tidak bisa diraba. 
Jadi bagaimana mau menceritakan rasa, karena rasa itu tidak tampak. Kalau rasa 
itu tampak, mungkin akan sangat banyak orang yang berilmu di bumi ini. Tak 
mungkin Allah itu menyampaikan semua rahasia-Nya begitu saja kepada manusia,“ 
katanya tetap dengan nada yang sejuk. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
Namun yang jelas, sebagai tuo silek yang juga dilengkapi dengan ilmu kebatinan, 
Mak Bamar sering menyelipkan kalimat-kalimat Al-Quran dalam setiap 
pembicaraannya. Karena menurutnya, silat Minangkabau itu identik dengan Islam. 
Sumber: www.ranah-minang.com/berita/559.html 
“Semua gerakan silat Minang itu, dari aliran manapun, bisa dicari falsafahnya 
yang selalu bersumber dari Al-Quran. Mulai dari langkah pertama sampai 
langkah-langkah berikutnya, semuanya mengandung ayat-ayat Al-Quran,” ungkapnya. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
  ***
  
Lain Mak Bamar lain pula Mak Baran. Laki-laki tua berbadan kecil yang sudah 
berusia 72 tahun ini, ketika ditemui di pondok ladangnya di Tanjuang Pati, 
bercerita lebih terbuka dan terkadang lebih mengarah ke pokok pembicaraan. 
Namun tetap saja, kalimat-kalimatnya banyak yang membutuhkan penafsiran 
lanjutan. Hanya saja, sebagai salah seorang tuo silek, Mak Baran tetap memiliki 
persamaan dengan Mak Baran. Sama-sama tidak pernah meninggi dan menyombongkan 
diri, serta banyak berbicara dengan kalimat-kalimat satire yang membutuhkan 
penafsiran lebih lanjut. 
Sumber: www.ranah-minang.com/berita/559.html 
Persamaan lainnya, Mak Baran juga masih memiliki penglihatan dan pendengaran 
yang bagus. Selain itu, dia juga suka bergurau, sehingga pembicaraan 
berlangsung dalam suasana yang cair. Selain itu, Mak Baran tak segan-segan 
memperlihatkan langkah dan kemudian menerangkan apa makna dari langkah 
tersebut. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
Dan sama dengan Mak Bamar, Mak Bamar juga sangat yakin jika silat asli 
Minangkabau tidak akan punah ditelan zaman. Sama dengan adat Minangkabau yang 
katanya “ndak lakang dek paneh ndak lapuak dek hujan”. 
Sumber: www.ranah-minang.com/berita/559.html 
Walaupun yakin tak akan punah, namun Mak Bamar dan Mak Baran sama-sama 
mengakui, kalau saat ini mencari guru untuk berlatih silat Minangkabau sudah 
bukan perkara gampang lagi. Mak Baran memperkirakan, saat ini keinginan 
generasi muda Minangkabau untuk mempelajari silat asli Minangkabau masih cukup 
tinggi. Hanya saja, mereka tidak mengetahui kemana harus pergi berguru. 
Sementara tuo-tuo silek yang ada saat ini, banyak yang sudah mengundurkan diri 
dan tidak lagi melatih. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
“Sudah tidak kuat lagi. Aia tu sekali gadang sekali suruik,” kata Mak Baran. 
Entah apa maknanya. Begitu juga dengan Mak Bamar. Dia juga mengaku sudah tidak 
kuat lagi untuk menerima dan melatih murid. Walaupun ketika ditemui, kedua 
tokoh silat tua ini masih kuat mengayunkan cangkul di sawah dan ladangnya 
masing-masing, namun untuk melatih seseorang bersilat, tak semudah mengayunkan 
tangkai cangkul. 
Sumber: www.ranah-minang.com/berita/559.html 
Kekhawatiran itu pula mungkin yang mendasari Pemko Payakumbuh kemudian gencar 
mengundang para tuo silek tersebut untuk berkumpul sekali dalam sebulan, yang 
dilakukan di halaman rumah dinas Wali Kota Payakumbuh. Ketika ditemui di ruang 
kerjanya Rabu (2/3) lalu, Wali Kota Payakumbuh H Josrizal Zain menjelaskan, ide 
awal dilakukannya pertemuan para tuo silek tersebut, karena mulai merajalelanya 
maksiat di Kota Biru tersebut. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
“Banyak yang positif dari silat, mungkin karena silat itu sejiwa dengan agama 
Islam. Orang yang belajar silat, dididik dulu dengan pengetahuan yang berkaitan 
dengan agama. Contohnya, harus bisa mengaji, tidak sombong dan sabar. Tapi 
waktu pertama kali datang lagi ke Payakumbuh ini untuk menjadi Wali Kota, saya 
melihat kegiatan itu sudah tidak ada lagi. Jadi saya menganggap, munculnya 
maksiat karena masyarakat tidak punya pilihan lagi yang positif. Makanya kita 
harus menciptakan pilihan-pilihan itu,” urai Josrizal, yang memberi keterangan 
didampingi Kepala Bagian Humas Pemko Payakumbuh, Rida Ananda, serta Kepala 
Bagian Kesra Maharnis Zul. 
Sumber: www.ranah-minang.com/berita/559.html 
Kedua kepala bagian yang mendampingi Josrizal, di Payakumbuh juga dikenal 
sebagai pengurus persatuan tuo silek yang baru saja dibentuk. Josrizal sendiri 
bukan orang baru dalam “dunia persilatan” Minangkabau. Masa kecilnya di 
Payakumbuh salah satunya dihabiskan dengan mempelajari silat ke beberapa guru, 
yang kini telah menjadi tuo silek disegani di kota galamai tersebut. Setelah 
beranjak dewasa, barulah Josrizal “turun gunung” dan merantau ke daerah lain di 
Indonesia, sampai kemudian kembali lagi ke Payakumbuh setelah terpilih menjadi 
Wali Kota. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
“Dengan menguasai silat itu, percaya diri kita menjadi tinggi. Saya merasakan 
sekali ketika saya pergi merantau. Silat itu banyak membantu saya,” katanya. 
Dengan dasar itu pula, dia tidak mengelak ketika dianggap idenya untuk 
mengumpulkan kembali para tuo silek di Payakumbuh, tak lepas dari unsur 
nostalgia. 
Sumber: www.ranah-minang.com/berita/559.html 
“Nostalgia memang ada. Tapi setidaknya saya melihat itu juga sejalan dengan 
program kembali ke surau yang dicanangkan gubernur. Karena dulu itu, pelajaran 
silat cuma ada di surau. Makanya, untuk pertama kali kita melaksanakan 
pertemuan tuo silek di halaman rumah dinas. Saat itu, semua aliran silat 
seperti Kumango, Balubuih, Pauah, Matua, Bonjo dan lainnya berkumpul. 
Guru-gurunya pun ternyata masih ada, dan gerakannya enak luar biasa. Malah saya 
melihat ada gerakan yang sudah langka dan jarang terlihat. Selain itu, 
masyarakat yang datang juga menjadi terhibur. Dengan begitu, diharapkan minat 
generasi muda untuk mempelajari lagi silat Minangkabau itu kembali meningkat. 
Jadi ini sekaligus untuk mambangkik batang tarandam,” urainya. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
Dan Josrizal justru menantang ketika ditanyakan berapa lama dulu dia 
mempelajari silat. “Mau mancubo?” katanya diiringi tawa lepas. 
Sumber: www.ranah-minang.com/berita/559.html 
Kekhawatiran akan kepunahan aliran silat asli Minangkabau memang mulai 
menyeruak, mengingat generasi muda sekarang lebih tertarik mempelajari beladiri 
modern seperti karate, kempo, yudo, taekwondo, kungfu dan sebagainya. Tapi 
semua itu tidak terlepas dari sosialisasi gencar yang dilakukan untuk menarik 
minat. Seperti diketahui, berbagai ilmu beladiri modern justru dipromosikan 
sampai melalui film-film layar lebar produksi Hollywood dan Mandarin. Sedangkan 
silat Minangkabau? Hampir tak terdengar promosinya. 
Silek Minangkabau, Warisan Budaya Yang Perlu Diselamatkan 
“Ini memang menjadi tugas kita bersama, karena silat Minangkabau itu aset 
budaya asli Minang yang mesti dijaga kelestariannya,” ujar Shadiq Pasadugue, 
Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Pengurus Cabang (Pengcab) Sumbar, 
yang ditemui Jumat (4/3) lalu. (Bonk/Ranah-Minang.Com) 
    
---------------------------------
  
  
Disadur dari Ranah-Minang.Com 
http://ranah-minang.com/berita/559.html 


    
---------------------------------
  
  Berita ini dicetak dari Djamboe WebDesign 
http://www.gufron.com/demo/berita/27.dw
   

       
---------------------------------
Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
 Check outnew cars at Yahoo! Autos.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke