Ariya Hidayat wrote: > > yang beri signal siapa untuk backport ? > > AFAICS backport selalu "sangat dianjurkan" oleh si rilis koordinator > (setidak-tidaknya, sampai orang yang sekarang). Tinggal bergantung si > developer yang membuat patch saja apakah dia mau membackport atau diam > saja. > > > Nah itu DIA permasalahan yang vendor hadapi dan sangat ribet > > managingnya :-) > > Bisa kebayang.
Nah itulah, saya dah masukin sisi teknisnya kan, skrg dari sisi bisnis : 1. vendor punya banyak produk,dalam satu produk saja branchingnya macam2...kompleksitasnya jauh melebihi retail based customer. 2. siapa yang urus next-fitur atau next-gen produk ? 3. siapa yang urus fitur yang sudah ada alias stable release , etc ? sementara di lain pihak 4. persaingan meningkat,vendor2 dari china/india berdatangan termasuk dari startup valley sendiri 5. harga teknologi makin menurun karena selalu lebih canggih dan lebih murah tiap tahunnya(moore's law?),harga komponen turun drastis, akhirnya profit margin jatuh. Contoh yang paling jelas itu harga komponen untuk 10 GigE ethernet dan SONET OC-192 4 tahun terakhir. 6. pasar juga dah rada2 peak,harus inovasi terus kalo pembeli mau terus datang. Di inovasi IT ini menarik, untuk tetap hidup harus efisien, tetapi mereka selalu butuh SDM TEKNIS dan SDM MKTG yang unggul dan gak bisa dicut.Jadi yang bisa mereka lakukan sebenarnya cuman cutting cost ; tapi cutting headcount itu nggak bisa. Perhatikan perbedaanya ( cost vs headcount ). Jadi, apa yang harus dilakukan vendor : 1. hanya develop fitur yang bener2 perlu jadi gak menghabiskan resources. 2. 'cut' proyek yg gak perlu 3. 'cut' komponen yg mungkin gak terlalu perlu, asic contohnya. 4. outsource sebagain proses yang bisa dilakukan di tempat lain (hutapea: cost control) 5. buka R&D yg bisa menyediakan sdm berkualitas di kota lain.Ini sebenarnya ini very long term stratey , kalau suatu saat nanti vendor china sudah bener2 100% bisa kompetisi dengan vendor di valley secara kualitas, persh hanya bisa survive jika punya resources yang punya daya saing cost struktur bersaing dengan vendor china/india. Jadi jangan heran kalo dari intel sampai apple semuanya investasinya 8-9 digit ke negara dunia ke tiga. Itu bukan karena orang India pintar saja , tapi karena "THEY HAVE TO" alias no choice. Untuk Indonesia, ibarat kite punya rumah dan tetangga living standardnya pada naek semua karena IT .. kita cuman bisa bengong ... negara tetangganya gak cuman satu lagi, tapi semuanya ... :-) Carlos