Ba'asyir Siap Beber 500 Korban Densus 88 
(27 Jun 2007) 
JAKARTA -- Penangkapan tersangka teroris Abu Dujana alias Aenul Bahri yang 
dianggap menyalahi prosedur, menggugah Ustaz Abu Bakar Ba'asyir. Kemarin amir 
Majelis Mujahidin Indonesia itu, terbang dari Solo ke Jakarta untuk 
mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam gugatannya 
itu, Ba'asyir menuntut pembubaran Densus 88 Antiteror Mabes Polri."Gugatan itu 
mewakili diri saya sendiri dan ratusan korban teror Densus 88 yang disiksa dan 
diperlakukan secara kejam," ujar Ba'asyir kepada wartawan di Gedung Menara 
Dakwah, Jakarta, Selasa 26 Juni kemarin. 

Dia menguasakan hak hukumnya kepada 12 pengacara muslim yang diberi nama 
Tangkap Densus 88 (Tim Advokasi Korban Penangkapan Densus 88).
Menurut ustaz kelahiran Jombang itu, Densus 88 merupakan kepanjangan tangan 
kepentingan Amerika Serikat dan Australia. "Saya serukan kepada polisi yang 
masih punya hati nurani untuk segera keluar dari Densus 88," katanya. Kemarin 
Ba'asyir didampingi belasan ulama dari Forum Umat Islam dan para pengacara yang 
tergabung dalam Tim Pengacara Muslim (TPM). 

Menurut Ba'asyir, tindakan Abu Dujana dan teman-temannya bukan termasuk tindak 
terorisme. "Justru kontra terorisme terhadap kejahatan Amerika. Hanya, saya 
tidak setuju dengan pengeboman yang dilakukan di negara yang tidak sedang 
berkonflik langsung. Kalau mau ngebom, di Afghanistan atau Iraq. Itu benar dan 
pantas ditiru," tuturnya. 

Sejak bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang 14 Juni 2006, Ba'asyir mengaku 
selalu dikuntit polisi. "Mungkin, mereka menganggap saya ini berbahaya. 
Padahal, bom saya ini ya cuma mulut," ujarnya. 

Salah seorang pengacara Tangkap Densus 88 Munarman menambahkan, pihaknya 
mempunyai data 500 korban penyiksaan dan tindakan semena-mena yang dilakukan 
anggota Densus 88. "Mereka melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 199 tentang 
Hak Asasi Manusia," katanya. 

Dalam draf gugatannya, Tangkap Densus 88 melampirkan beberapa data. Misalnya, 
pengakuan Syaiful Anang alias Mujadid --ditangkap di Temanggung-- yang ditembak 
tanpa perlawanan. Lalu, penyiksaan yang dilakukan terhadap Andi Ipong alias 
Yusuf Asapa di sel Polda Metro Jaya. Andi ditelanjangi, disetrum, dirantai, dan 
tidak boleh melakukan salat Jumat. 

Selain itu, data yang menyebutkan bahwa Ali Gufron alias Muklas, terpidana bom 
Bali, dibakar bulu-bulu di tubuhnya setelah ditelanjangi. Demikian juga, 
kesaksian Imam Samudera yang disiram air panas terus-menerus di kamar mandi 
agar mengakui keterlibatan Abu Bakar Ba'asyir dalam peristiwa bom Bali 1. 

Munarman optimistis, gugatan mereka akan menang. "Kami juga melapor ke DPR 
karena selama ini mereka tidak pernah menyerahkan laporan keuangan yang 
digunakan untuk operasionalisasi Densus 88," kata mantan aktivis YLBHI itu. 

Semua keluarga korban, kata Munarman, juga membenarkan adanya tindakan 
penyiksaan dan penangkapan yang sewenang-wenang oleh Densus 88. "Ada subtim 
intelijen di Densus 88 yang bertugas membuat rekayasa dan skenario," tuturnya. 

Bagaimana tanggapan Kapolri? Ditemui di sela-sela peresmian panti rehabilitasi 
narkoba di Lido, Bogor, kemarin, Kapolri Jenderal Pol Sutanto tak mau komentar. 
"Saya tak usah menanggapi ya," katanya. (rdl/naz) 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke