[wanita-muslimah] Demonisasi

2010-01-03 Terurut Topik heri latief
Demonisasi

sajak dia punya siapa
nyalakan api masak apa?

janji surga dibeli mimpi
betapa sialnya jadi monyet

Heri Latief
Amsterdam, 1 Januari 2010


http://sastrapembebasan.wordpress.com/
http://www.facebook.com/#/heri.latief?ref=profile



  

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Demonisasi

2005-06-30 Terurut Topik ayeye1
http://islamlib.com/id/index.php?page=articleid=837

Demonisasi
Oleh Luthfi Assyaukanie
20/06/2005

Demonisasi berasal dari kata #65533;demon#65533; yang berarti 
#65533;setan#65533; atau
#65533;iblis.#65533; Kata ini digunakan untuk menunjukkan perilaku seseorang 
yang
kerap menganggap orang lain seperti #65533;setan#65533; atau 
#65533;iblis.#65533; Menurut para
psikolog, orang seperti ini cenderung punya kelainan jiwa (mental
disorder), karena merasa dirinya paling benar dan paling bersih.

Demonisasi berasal dari kata #65533;demon#65533; yang berarti 
#65533;setan#65533; atau
#65533;iblis.#65533; Kata ini digunakan untuk menunjukkan perilaku seseorang 
yang
kerap menganggap orang lain seperti #65533;setan#65533; atau 
#65533;iblis.#65533; Menurut para
psikolog, orang seperti ini cenderung punya kelainan jiwa (mental
disorder), karena merasa dirinya paling benar dan paling bersih.

Para psikolog menemukan kemiripan antara orang yang suka melakukan
demonisasi dengan perilaku intoleran, tertutup, dan antisemit (Perry
and Schweitzer, Anti-Semitism, 2003). Dalam konteks pemikiran
keagamaan, orang-orang seperti ini tak mempercayai pluralisme, dan
cenderung berkeyakinan bahwa agama yang dipeluknya adalah yang paling
benar, dan pemahamannya adalah yang paling sah, sementara agama dan
pemahaman orang lain sesat dan salah.

Sikap demonisasi kerap menghinggapi orang-orang yang merasa tidak
nyaman (insecure), akibat keterkejutannya berinteraksi dengan dunia di
sekelilingnya. Perilaku ini tak mengenal latar belakang sosiologi dan
pendidikan. Siapa saja bisa terkena gejala nurosis ini. Para penganut
agama di antara yang paling sering ditemukan mengidap perilaku
demonisasi, khususnya jika mereka mengalami benturan keyakinan yang hebat.

Dalam Islam, perilaku demonisasi kerap dijumpai pada tokoh atau
pemimpin yang merasa memiliki missi suci untuk menyelamatkan dunia
dari kebejatan dan kebobrokan moral. Sayyid Qutb, salah satu tokoh
penting pergerakan Islam, dalam tulisan-tulisan dan ceramahnya, kerap
melakukan demonisasi terhadap siapa saja yang menurutnya bertentangan
dengan ideologi dan keyakinan yang dianutnya.

Qutb dikenal sebagai orang yang anti terhadap peradaban Barat dan anti
terhadap modernnitas secara umum. Barat, baginya adalah perwakilan
iblis dan setan di muka bumi. Seluruh sistem kehidupan yang dibentuk
oleh orang-orang Barat modern adalah sistem yang jahili (bodoh dan sesat).

Dalam tulisan-tulisannya, seperti Ma#65533;alim fi al-Tariq, Qutb tak hanya
mencaci-maki Barat dan modernitas, tapi siapa saja yang dianggap
sesuai dengan Barat disetankan dan diibliskan, termasuk orang-orang
Muslim sendiri. Dia misalnya menyamakan presiden Gamal Abd al-Naser,
penguasa Mesir saat itu, sebagai Fir#65533;aun, tokoh antagonis yang dalam
tradisi Islam kerap dilukiskan sebagai perwakilan setan di dunia.

Penyakit #65533;mensetankan orang#65533; juga menghinggapi sebagian kaum
terpelajar Muslim di Indonesia, yang merasa terkejut dan tak aman
karena berhadapan dengan dunia di sekelilingnya yang dianggap
mengancam. Dalam sebuah artikel pendek, saya menemukan seorang pelajar
Muslim (yang sebetulnya tidak bodoh, karena terbukti telah menggondol
gelar PhD), yang membuat tulisan sangat provokatif, berjudul
#65533;Diabolisme Intelektual#65533; (Intelektual Pemuja Iblis).

Dalam tulisan itu, ia mengerahkan seluruh energi amarahnya untuk
mensetankan siapa saja yang dianggapnya sesat. Dengan memilih
potongan-potongan ayat Al-Qur#65533;an (yang pasti diseleksi dengan tidak
jujur), dia menganggap para tokoh pembaru Islam seperti Nurcholish
Madjid, sebagai setan dan iblis. Tak sampai di sini, dia juga
mensetankan beberapa ulama besar Islam seperti Suhrawardi dan Hamzah
Fansuri, karena dianggap sebagai orang-orang yang menyimpang dari
ajaran Islam.

Saya pernah bertanya kepada seorang ahli psikologi tentang mengapa
penyakit demonisasi menghinggapi sebagian pelajar Islam. Sang psikolog
menjawab bahwa sebagian besar kasus-kasus demonisasi diakibatkan oleh
ketidaknyamanan (insecure) seseorang karena benturan yang begitu
dahsyat dalam iman dan keyakinannya.

Ide-ide baru yang datang dari luar Islam (terutama Barat) kerap
mengganggu iman seorang Muslim. Hal ini kemudian berakibat pada
ketidakmampuannya dalam menerima pandangan-pandangan berbeda, padahal
pandangan-pandangan itu belum tentu bertentangan dengan ajaran dasar
Islam.

Orang cenderung melakukan #65533;penyetanan#65533; bukan demi kebenaran, tapi
karena ia berusaha membedakan dirinya dari yang lain: #65533;saya#65533; dan
#65533;mereka.#65533; Saya adalah kebenaran sedangkan mereka adalah setan yang
sesat. Dengan melakukan perbedaan yang ekstrim itu, dia berusaha
menghibur dirinya bahwa kebenaran selalu bersamanya sementara
kesesatan ada pada orang lain.

Dalam banyak kasus, para pengidap demonisasi kerap tak sembuh, tapi
bagi mereka yang cukup punya matahati, terbuka, dan terus mau belajar,
gejala nurosis itu sebetulnya bisa dihilangkan. (Luthfi Assyaukanie).
^ Kembali ke atas