*Kolom IBRAHIM ISA*

*--------------------------------*

*Kemis, 18 Februari 2010*


*LAWAN BAHAYA SERIUS BAGI KEBEBASAN PERS*


Berita hari ini, seperti dapat dibaca di bawah, berjudul -- :


"AJI TOLAK RPM MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA".


Ini adalah canang teramat serius yang dinyatakan AJI - "Asosiasi 
Jurnalis Independen". Menurut berita tsb Menteri Komunikasi dan 
Informatika Kabinet SBY-II, punya rencana untuk memberlakukan SENSOR 
PERS. Bicara blak-blakan, pemerintah SBY-II, hendak kembali ke politik 
dan kultur PENGONTROLAN PERS menuruti model ORBA. Canang sebagai tanda 
bahaya, apalagi yang sekarang ini diajukan oleh AJI, adalah suatu canang 
bahaya nyata terhadap KEBEBASAN PERS di Indonesia.



Ketua AJI, Aliansi Jurnalistik Independen, *Nezar Patria AJI, 
*menyatakan* *kepada BBC: Peraturan tsb berbahaya."Berbahayanya adalah 
lembaga itu kemudian berpotensi menjadi badan sensor baru" .



Oleh karena itu canang ini harus ditabuh sekuat-kautnya dan 
berulang-kali. Agar masyarakat kita menjadi sadar betul, bahwa bahaya 
terhadap KEBEBASAN BEREKSPRESI yang datang dari jurusan penguasa, adalah 
SERIUS dan NYATA. Bahwa bahwa praktek Orba memberangus berita bahkan 
media yang kritis dan berani, akan terulang lagi!


* * *


Tentu orang bertanya: Bagaimana sikap PWI, Persatuan Wartawan Indonesia? 
PWI, yang baru-baru ini mengadakan peringatan/ perayaan Hari Pers 
Nasional? Bagaimana sikap 18 wartawan Indonesia, pertama-tama wartawan 
senior Rosihan Anwar. Bukankah mereka-mereka itu oleh PWI dianugerahi 
penghargaan 'NUMBER ONE PRESS CARD'? Bagaimana sikap mereka-mereka itu 
terhadap percobaan pemerintah untuk memberangus kebebasan pers?



SEGI LAIN dari jalannya perkembangan: Kita menyaksikan bahwa meski 
gerakan Reformasi 'jalan di tempat', serta adanya usaha keras kekuatan 
Orba untuk kembali mengontrol media dan pers, -- Namun, kekuatan 
positif, reaktif dan kritis masyarakat pro-Demokrasi dan pro-Reformasi, 
masih EKSIS. Terus bertahan dan melangkah mengadakan perlawanan. Pasti 
perkembangan ini akan meluas melalui proses perjuangan demi kebebasan 
berekspresi.


* * *


Kita saksikan: -- Melalui Ketua Fraksinya di DPR, *Tjahyo Kumolo*, PDI-P 
menyatakan protes keras terhadap rencana pemberangusan pers oleh 
pemerintah SBY-II < kongkritnya Rancangan Peraturan Menteri (RPM) 
mengenai konten multimedia>. Kumolo mendesak agar rencana itu segera 
dibatalkan. Karena, katanya, dapat membahayakan kebebasan pers. Banyak 
pasal-pasal yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 
tentang Pers. Selain itu,  kata, Kumolo, banyak pasal-pasal yang 
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 
Penyelenggara internet d i l a r a n g untuk mendistribusikan konten 
yang dianggap ilegal. Seperti tercermin dalam Pasal 7 sampai Pasal 13 
yang mewajibkan penyelenggara internet memblokade dan menjaring semua 
konten yang dianggap ilegal.


Menurut berita, sejumlah media menolak Rancangan Peraturan Menteri 
Komunikasi dan Informatika tentang Konten Multimedia di Indonesia. 
Rancangan setebal 6 bab dan 32 pasal itu dianggap akan membatasi 
kebebasan pers dan ekspresi umum, serta mengarah pada pembredelan 
terhadap media internet sebagaimana praktek Departemen Penerangan 
dibawah rezim Orde Baru.


Dewan Pers dalam rapat hari Selasa menyatakan rancangan peraturan 
tentang konten multimedia ini bertentangan dengan UUD 1945, UU Pers, dan 
UU Penyiaran. .(BBC hari ini).


* * *


Mengapa kita katakan adanya bahaya terhadap KEBEBASAN BEREKSPRESI? 
Kebijakan Menteri Komunkasi dan Informatika Kabinet SBY-II tsb tidak 
berdiri sendiri. Masih segar dalam ingatan kita, belum lama Kejaksaan 
Agung RI telah mengeluarkan larangan  beredar terhadap lima buku. 
Antaranya yang terpenting ialah larangan beredar terhadap buku 
sejarawan/peneliti  Dr John Roosa, berjudul: A Pretext for Mass Murder - 
The September 30th Movement & Suharto's Coup d'État In Indomesia" < 
DALIH UNTUK PEMBUNUHAN MASAL -- Gerakan 30 September Dan KUDETA SUHARTO 
DI INDONESIA>. Difokuskan perhatian pada pelarangan buku Johm Roosa, 
karena buku John Roosa tsb merupakan suatu usaha serius mutakhir dalam 
rangka 'pelurusan sejarah', yang sudah begitu diputarbalikkan dan 
direkayasa oleh Orba dan pendukungnya sampai dewasa ini.


Bukankah ironis sekali keadaan berikut ini? :

Pada kesempatan peringatan Hari Pers Nasional y.l di Palembang, Ketua 
PWI (periode 2008 -- 2013), Margiono <Direktur Jawa Pos> seperti 
dicibirkan oleh banyak komentar, dengan 'khidmatnya' MENCIUM TANGAN 
PRESIDEN SBY. Sungguh sial! Tak peduli tangannya dicium Ketua PWI 
Margiono, SBY akan jalan terus dengan rencananya untuk memberangus pers. 
Jangan ragu lagi: Pemerintah tetap berniat jahat untuk membatasi dan 
mengontrol Media dan Pers.


Maka itu rencana pemerintah untuk MENYENSOR PERS HARUS DILAWAN dan 
DIGAGALKAN!


* * *














[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke