http://www.antaranews.com/berita/1272229831/mousavi-iran-berada-dalam-krisis-pemerintah-menekan-atas-nama-islam

Mousavi: Iran Berada Dalam Krisis, Pemerintah Menekan Atas Nama Islam
Senin, 26 April 2010 04:10 WIB | Mancanegara | Asia/Pasifik | 

Mirhossein Mousavi (Ist)Teheran (ANTARA News/Reuters) - Pemimpin oposisi Iran 
Mirhossein Mousavi hari Minggu menyebut negara Islam itu sedang berada dalam 
krisis dan menuduh pemerintah menekan para penentang atas nama Islam, kata 
situs beritanya, Kaleme.

"Satu-satunya cara bagi Iran untuk keluar dari krisis adalah anda (penguasa) 
mengubah pendekatan anda," kata Mousavi, setelah relatif bungkam selama 
beberapa bulan. "Semoga Tuhan mengakhiri krisis demi kepentingan negara."

Mousavi menuduh pemerintah menekan oposisi dengan mengatasnamakan Islam.

"Islam tidak akan memukul orang, tidak akan menangkap orang... dan tidak akan 
menahan orang di penjara," kata Mousavi, menunjuk pada puluhan pendukung 
oposisi yang ditangkap sejak pemilihan umum presiden tahun lalu yang 
dipersoalkan.

"Jangan berpikir bahwa gerakan reformasi sudah tidak ada lagi. 
Tindakan-tindakan semacam itu tidak bisa menghalangi jalan reformasi," 
tambahnya.

Pihak berwenang seringkali menyalahkan oposisi karena berusaha menggulingkan 
pemerintahan ulama, yang juga terlibat dalam ketegangan dengan Barat terkait 
dengan program nuklir Iran.

Mousavi mengatakan, ia mendukung sistem pemerintahan Islam -- menolak tuduhan 
kubu garis keras bahwa oposisi ingin menggulingkan kepemimpinan ulama.

"Menuduh oposisi berhubungan dengan musuh negara tidak sejalan dengan 
kepentingan negara," katanya.

Iran dilanda pergolakan besar setelah pemilihan umum tahun lalu.

Ratusan reformis ditahan dan diadili dalam penumpasan terhadap oposisi 
pro-reformasi setelah pemilihan umum presiden Juni lalu yang dipersoalkan, yang 
disusul dengan kerusuhan terbesar dalam kurun waktu 31 tahun.

Dua calon presiden yang kalah, Mirhossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, mantan 
ketua parlemen yang berhaluan reformis, bersikeras bahwa pemilihan Juni itu 
dicurangi untuk mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan.

Meski ada larangan protes dan penindakan tegas dilakukan oleh aparat keamanan, 
para pendukung oposisi berulang kali memanfaatkan acara-acara umum untuk turun 
ke jalan.

Delapan orang tewas dan ratusan pendukung oposisi ditangkap dalam demonstrasi 
paling akhir pada 27 Desember, ketika ribuan pendukung oposisi melakukan pawai 
semacam itu.

Sejumlah reformis senior, aktivis, wartawan dan yang lain yang ditangkap 
setelah pemilu Juni itu dikabarkan masih berada di dalam penjara dan beberapa 
telah disidangkan atas tuduhan mengobarkan kerusuhan di jalan. Oposisi mengecam 
persidangan itu.

Termasuk yang diadili adalah pegawai-pegawai kedutaan besar Inggris dan 
Perancis serta seorang wanita Perancis yang menjadi asisten dosen universitas.

Sejauh ini sudah sejumlah orang yang dijatuhi hukuman mati dan puluhan orang 
divonis hukuman penjara hingga 15 tahun.

Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengecam protes pasca pemilu itu 
dan memberikan dukungan tanpa syarat kepada Ahmadinejad dan mengumumkan bahwa 
pemilihan itu sah, meski dipersoalkan sejumlah pihak.

Kubu garis keras di Iran menuduh para pendukung oposisi, yang turun ke 
jalan-jalan untuk memprotes pemilihan kembali Ahmadinejad sebagai presiden, 
didukung dan diarahkan oleh kekuatan-kekuatan Barat, khususnya AS dan Inggris.

Para pemimpin dunia menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan itu, 
yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan 
kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak 
terbesar keempat dunia.

Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan 
Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan 
anti-Israel dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, 
dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan 
tersebut.

Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS 
serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat 
atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.

Sejumlah pejabat Iran mengatakan bahwa 36 orang tewas selama kerusuhan itu, 
namun sumber-sumber oposisi menyebutkan jumlah kematian 72. Delapan orang lagi 
tewas selama protes anti-pemerintah pada 27 Desember, menurut data resmi. 
(M014/K004)

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke