Re: [wanita-muslimah] Penyebaran Islam di Tanah Batak Re: Orang Nomor Satu VATIKAN Itu Akui Kristen Disebarkan Dengan Kekerasan!!

2007-06-05 Terurut Topik H. M. Nur Abdurrahman
 Anbo - Toh A Bo
Sunan Kudus alias Zha Dexu  - Ja Tik Su
Sunan Giri adalah cucunya Bong Swie Ho
Sunan Muria
Maulana  Malik Ibrahim alias Chen Yinghua/Tan Eng  Hoat

###


-  Original Message - 
From: Wikan Danar Sunindyo [EMAIL PROTECTED]
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent:  Monday, June 04, 2007 19:14
Subject: Re: [wanita-muslimah] Penyebaran Islam  di Tanah Batak Re: Orang 
Nomor Satu VATIKAN Itu Akui Kristen Disebarkan  Dengan Kekerasan!!

1. Kan sudah disebutkan

Tulisan ini merupakan  cuplikan dari buku yang ditulis oleh Mangaradja
Onggang Parlindungan Siregar,  Pongkinangolngolan Sinambela gelar
Tuanku Rao, Terror Agama Islam Mazhab  Hambali di Tanah Batak,
Penerbit Tanjung Pengharapan, Jakarta,  1964.

Apa ada masalah dengan buku yang diterbitkan tahun 1964?

2.  Soal mazhab Hambali dan aliran Syi'ah, mungkin maksudnya dari
kalimat di  bawah ini.

Di Minangkabau ia mula-mula bekerja pada Datuk Bandaharo  Ganggo
sebagai perawat kuda. Pada waktu itu, tiga orang tokoh Islam  Mazhab
Hambali, yaitu Haji Miskin, Haji Piobang dan Haji Sumanik baru  kembali
dari Mekkah dan sedang melakukan penyebaran Mazhab Hambali  di
Minangkabau, yang menganut aliran Syi'ah.

Memang kalimatnya menurut  saya ambigu. Bisa berarti Mazhab Hambalinya
yang menganut aliran Syi'ah atau  Minangkabaunya yang saat itu menganut
aliran Syi'ah, yang kemudian diperangi  oleh Mazhab Hambali.

Bisa jadi penulisnya kurang cermat dalam hal ini.  Soal mazhab-mazhab
Islam, jangankan orang non-muslim, orang muslim pun kadang  tidak tahu
perbedaan antara mazhab satu dengan mazhab yang lain, termasuk  saya.
Kalau saya ditanya, kamu mazhab apa? Saya gak bisa jawab  apa-apa.
Pokoknya Islam ya Islam. Titik.

Soal keterkaitan antara  Minangkabau dengan Syi'ah ada tulisan menarik
dari temen saya orang Padang  tentang tradisi tabu'ik di
http://defindal.multiply.com/journal/item/5  .
Jadi tradisi Tabu'ik itu untuk memperingati gugurnya Imam Hussein  bin
Ali RA, cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW melawan tentara2 Yazid  bin
Muawiyah yang lalim dan kejam. Biasanya peringatan ini dilakukan  di
kalangan Syi'ah. Apakah ini berarti Minangkabu itu Syi'ah? Saya
sendiri  tidak bisa menjawab. Barangkali ada miliser di sini yang orang
Minang yang  lebih bisa menjelaskan.

wallahu a'lam bish  shawab.

wassalam,
--
wikan
http://wikan.multiply.com

On 6/4/07,  satriyo [EMAIL PROTECTED]  wrote:

Selain sumber data tulisan tidak dicantumkan, selain bahwa  berasal
dari sebuah buku terbitan th 1964, ada satu 'cacat' yang  mengganggu
dan membuat saknsi atas kredibilitas penulisnya, yaitu  dikatakan
bahwa Madzhab Hambali itu adalah aliran Syi'ah ...

wah ...  baru tahu tu kalo memang itu ada dukungan  sumbernya!

salam,
satriyo


-
Sekarang dengan penyimpanan 1GB
 http://id.mail.yahoo.com/

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Penyebaran Islam di Tanah Batak Re: Orang Nomor Satu VATIKAN Itu Akui Kristen Disebarkan Dengan Kekerasan!!

2007-06-04 Terurut Topik Wikan Danar Sunindyo
Dari 
http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/04/tuanku-rao-terror-agama-islam-mazhab.html
Soal penyebaran Islam di Tanah Batak yang dilakukan oleh kaum Paderi
dengan jalan peperangan. Kalau berminat silakan baca (tapi panjang lho
...), kalau tidak silakan lewatkan saja.

Ada yang bisa kasih konfirmasi?

salam,
==
wikan
http://wikan.multiply.com

 Tuanku Rao. Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak

Perang Paderi (Ada yang berpendapat kata ini berasal dari Pidari di
Sumatera Barat, dan ada yang berpendapat kata Paderi berasal dari kata
Padre, bahasa Portugis, yang artinya pendeta, dalam hal ini adalah
ulama) di Sumatera Barat berawal dari pertentangan antara kaum adat
dengan kaum ulama. Sebagaimana seluruh wilayah di Asia Tenggara
lainnya, sebelum masuknya agama Islam, agama yang dianut masyarakat di
Sumatera Barat juga agama Buddha dan Hindu. Sisa-sisa budaya Hindu
yang masih ada misalnya sistem matrilineal (garis ibu), yang mirip
dengan yang terdapat di India hingga sekarang.

Masuknya agama Islam ke Sumatera Utara dan Timur, juga awalnya dibawa
oleh pedagang-pedagang dari Gujarat dan Cina.

Setelah kembalinya beberapa tokoh Islam dari Mazhab Hambali yang ingin
menerapkan alirannya di Sumatera Barat, timbul pertentangan antara
kaum adat dan kaum ulama, yang bereskalasi kepada konflik bersenjata.
Karena tidak kuat melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat meminta
bantuan Belanda, yang tentu disambut dengan gembira. Maka pecahlah
Perang Paderi yang berlangsung dari tahun 1816 sampai 1833.

Selama berlangsungnya Perang Paderi, pasukan kaum Paderi bukan hanya
berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan juga menyerang
Tanah Batak Selatan, Mandailing, tahun 1816 - 1820 dan kemudian
mengIslamkan Tanah Batak selatan dengan kekerasan senjata, bahkan di
beberapa tempat dengan tindakan yang sangat kejam.
Sebelum masuknya agama Islam dan Kristen ke Tanah Batak, selain agama
asli Batak yaitu Parmalim, seperti di hampir di seluruh Nusantara,
agama yang berkembang di Sumatera Utara adalah agama Hindu dan Buddha.
Sedangkan di Sumatera Barat pada abad 14 berkembang aliran Tantra
Çaivite (Shaivite) Mahayana dari agama Buddha, dan hingga tahun 1581
Kerajaan Pagarruyung di Minangkabau masih beragama Hindu.

Agama Islam yang masuk ke Mandailing dinamakan oleh penduduk setempat
sebagai Silom Bonjol (Islam Bonjol) karena para penyerbunya datang
dari Bonjol. Seperti juga di Jawa Timur dan Banten rakyat setempat
yang tidak mau masuk Islam, menyingkir ke utara dan bahkan akibat
agresi kaum Paderi dari Bonjol, tak sedikit yang melarikan diri sampai
Malaya.

Penyerbuan Islam ke Mandailing berawal dari dendam keturunan marga
Siregar terhadap dinasti Singamangaraja dan seorang anak hasil incest
(hubungan seksual dalam satu keluarga) dari keluarga Singamangaraja X.

Ketika bermukim di daerah Muara, di Danau Toba, Marga Siregar sering
melakukan tindakan yang tidak disenangi oleh marga-marga lain,
sehingga konflik bersenjatapun tidak dapat dihindari. Raja Oloan Sorba
Dibanua, kakek moyang dari Dinasti Singamangaraja, memimpin penyerbuan
terhadap pemukiman Marga Siregar di Muara. Setelah melihat kekuatan
penyerbu yang jauh lebih besar, untuk menyelamatkan anak buah dan
keluarganya, peminpin marga Siregar, Raja Porhas Siregar meminta Raja
Oloan Sorba Dibanua untuk melakukan perang tanding -satu lawan satu-
sesuai tradisi Batak. Menurut tradisi perang tanding Batak, rakyat
yang pemimpinnya mati dalam pertarungan satu lawan satu tersebut,
harus diperlakukan dengan hormat dan tidak dirampas harta bendanya
serta dikawal menuju tempat yang mereka inginkan.

Dalam perang tanding itu, Raja Porhas Siregar kalah dan tewas di
tangan Raja Oloan Sorba Dibanua. Anak buah Raja Porhas ternyata tidak
diperlakukan seperti tradisi perang tanding, melainkan diburu oleh
anak buah Raja Oloan sehingga mereka terpaksa melarikan diri ke
tebing-tebing yang tinggi di belakang Muara, meningggalkan keluarga
dan harta benda. Mereka kemudian bermukim di dataran tinggi Humbang.
Pemimpin Marga Siregar yang baru, Togar Natigor Siregar mengucapkan
sumpah, yang diikuti oleh seluruh Marga Siregar yang mengikat untuk
semua keturunan mereka, yaitu: Kembali ke Muara untuk membunuh Raja
Oloan Sorba Dibanua dan seluruh keturunannya.

Dendam ini baru terbalas setelah 26 generasi, tepatnya tahun 1819,
ketika Jatengger Siregar –yang datang bersama pasukan Paderi, di bawah
pimpinan Pongkinangolngolan (Tuanku Rao)- memenggal kepala
Singamangaraja X, keturunan Raja Oloan Sorba Dibanua, dalam penyerbuan
ke Bakkara, ibu kota Dinasti Singamangaraja.

Ibu dari Pongkinangolngolan adalah Gana Sinambela, putri dari
Singamangaraja IX sedangkan ayahnya adalah Pangeran Gindoporang
Sinambela adik dari Singamangaraja IX. Gindoporang dan Singamangaraja
IX adalah putra-putra Singamangaraja VIII. Dengan demikian,
Pongkinangolngolan adalah anak hasil hubungan gelap antara Putri Gana
Sinambela dengan Pamannya, Pangeran Gindoporang Sinambela.

Gana Sinambela sendiri adalah kakak dari 

[wanita-muslimah] Penyebaran Islam di Tanah Batak Re: Orang Nomor Satu VATIKAN Itu Akui Kristen Disebarkan Dengan Kekerasan!!

2007-06-04 Terurut Topik satriyo
Selain sumber data tulisan tidak dicantumkan, selain bahwa berasal 
dari sebuah buku terbitan th 1964, ada satu 'cacat' yang mengganggu 
dan membuat saknsi atas kredibilitas penulisnya, yaitu dikatakan 
bahwa Madzhab Hambali itu adalah aliran Syi'ah ...

wah ... baru tahu tu kalo memang itu ada dukungan sumbernya!

salam,
satriyo

===

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Wikan Danar Sunindyo 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Dari http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/04/tuanku-rao-terror-
agama-islam-mazhab.html
 Soal penyebaran Islam di Tanah Batak yang dilakukan oleh kaum Paderi
 dengan jalan peperangan. Kalau berminat silakan baca (tapi panjang 
lho
 ...), kalau tidak silakan lewatkan saja.
 
 Ada yang bisa kasih konfirmasi?
 
 salam,
 ==
 wikan
 http://wikan.multiply.com
 
  Tuanku Rao. Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak
 
 Perang Paderi (Ada yang berpendapat kata ini berasal dari Pidari di
 Sumatera Barat, dan ada yang berpendapat kata Paderi berasal dari 
kata
 Padre, bahasa Portugis, yang artinya pendeta, dalam hal ini adalah
 ulama) di Sumatera Barat berawal dari pertentangan antara kaum adat
 dengan kaum ulama. Sebagaimana seluruh wilayah di Asia Tenggara
 lainnya, sebelum masuknya agama Islam, agama yang dianut masyarakat 
di
 Sumatera Barat juga agama Buddha dan Hindu. Sisa-sisa budaya Hindu
 yang masih ada misalnya sistem matrilineal (garis ibu), yang mirip
 dengan yang terdapat di India hingga sekarang.
 
 Masuknya agama Islam ke Sumatera Utara dan Timur, juga awalnya 
dibawa
 oleh pedagang-pedagang dari Gujarat dan Cina.
 
 Setelah kembalinya beberapa tokoh Islam dari Mazhab Hambali yang 
ingin
 menerapkan alirannya di Sumatera Barat, timbul pertentangan antara
 kaum adat dan kaum ulama, yang bereskalasi kepada konflik 
bersenjata.
 Karena tidak kuat melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat meminta
 bantuan Belanda, yang tentu disambut dengan gembira. Maka pecahlah
 Perang Paderi yang berlangsung dari tahun 1816 sampai 1833.
 
 Selama berlangsungnya Perang Paderi, pasukan kaum Paderi bukan hanya
 berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan juga menyerang
 Tanah Batak Selatan, Mandailing, tahun 1816 - 1820 dan kemudian
 mengIslamkan Tanah Batak selatan dengan kekerasan senjata, bahkan di
 beberapa tempat dengan tindakan yang sangat kejam.
 Sebelum masuknya agama Islam dan Kristen ke Tanah Batak, selain 
agama
 asli Batak yaitu Parmalim, seperti di hampir di seluruh Nusantara,
 agama yang berkembang di Sumatera Utara adalah agama Hindu dan 
Buddha.
 Sedangkan di Sumatera Barat pada abad 14 berkembang aliran Tantra
 Çaivite (Shaivite) Mahayana dari agama Buddha, dan hingga tahun 1581
 Kerajaan Pagarruyung di Minangkabau masih beragama Hindu.
 
 Agama Islam yang masuk ke Mandailing dinamakan oleh penduduk 
setempat
 sebagai Silom Bonjol (Islam Bonjol) karena para penyerbunya datang
 dari Bonjol. Seperti juga di Jawa Timur dan Banten rakyat setempat
 yang tidak mau masuk Islam, menyingkir ke utara dan bahkan akibat
 agresi kaum Paderi dari Bonjol, tak sedikit yang melarikan diri 
sampai
 Malaya.
 
 Penyerbuan Islam ke Mandailing berawal dari dendam keturunan marga
 Siregar terhadap dinasti Singamangaraja dan seorang anak hasil 
incest
 (hubungan seksual dalam satu keluarga) dari keluarga Singamangaraja 
X.
 
 Ketika bermukim di daerah Muara, di Danau Toba, Marga Siregar sering
 melakukan tindakan yang tidak disenangi oleh marga-marga lain,
 sehingga konflik bersenjatapun tidak dapat dihindari. Raja Oloan 
Sorba
 Dibanua, kakek moyang dari Dinasti Singamangaraja, memimpin 
penyerbuan
 terhadap pemukiman Marga Siregar di Muara. Setelah melihat kekuatan
 penyerbu yang jauh lebih besar, untuk menyelamatkan anak buah dan
 keluarganya, peminpin marga Siregar, Raja Porhas Siregar meminta 
Raja
 Oloan Sorba Dibanua untuk melakukan perang tanding -satu lawan satu-
 sesuai tradisi Batak. Menurut tradisi perang tanding Batak, rakyat
 yang pemimpinnya mati dalam pertarungan satu lawan satu tersebut,
 harus diperlakukan dengan hormat dan tidak dirampas harta bendanya
 serta dikawal menuju tempat yang mereka inginkan.
 
 Dalam perang tanding itu, Raja Porhas Siregar kalah dan tewas di
 tangan Raja Oloan Sorba Dibanua. Anak buah Raja Porhas ternyata 
tidak
 diperlakukan seperti tradisi perang tanding, melainkan diburu oleh
 anak buah Raja Oloan sehingga mereka terpaksa melarikan diri ke
 tebing-tebing yang tinggi di belakang Muara, meningggalkan keluarga
 dan harta benda. Mereka kemudian bermukim di dataran tinggi Humbang.
 Pemimpin Marga Siregar yang baru, Togar Natigor Siregar mengucapkan
 sumpah, yang diikuti oleh seluruh Marga Siregar yang mengikat untuk
 semua keturunan mereka, yaitu: Kembali ke Muara untuk membunuh Raja
 Oloan Sorba Dibanua dan seluruh keturunannya.
 
 Dendam ini baru terbalas setelah 26 generasi, tepatnya tahun 1819,
 ketika Jatengger Siregar –yang datang bersama pasukan Paderi, di 
bawah
 pimpinan Pongkinangolngolan (Tuanku Rao)- memenggal kepala
 Singamangaraja X, 

Re: [wanita-muslimah] Penyebaran Islam di Tanah Batak Re: Orang Nomor Satu VATIKAN Itu Akui Kristen Disebarkan Dengan Kekerasan!!

2007-06-04 Terurut Topik Wikan Danar Sunindyo
1. Kan sudah disebutkan

Tulisan ini merupakan cuplikan dari buku yang ditulis oleh Mangaradja
Onggang Parlindungan Siregar, Pongkinangolngolan Sinambela gelar
Tuanku Rao, Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak,
Penerbit Tanjung Pengharapan, Jakarta, 1964.

Apa ada masalah dengan buku yang diterbitkan tahun 1964?

2. Soal mazhab Hambali dan aliran Syi'ah, mungkin maksudnya dari
kalimat di bawah ini.

Di Minangkabau ia mula-mula bekerja pada Datuk Bandaharo Ganggo
sebagai perawat kuda. Pada waktu itu, tiga orang tokoh Islam Mazhab
Hambali, yaitu Haji Miskin, Haji Piobang dan Haji Sumanik baru kembali
dari Mekkah dan sedang melakukan penyebaran Mazhab Hambali di
Minangkabau, yang menganut aliran Syi'ah.

Memang kalimatnya menurut saya ambigu. Bisa berarti Mazhab Hambalinya
yang menganut aliran Syi'ah atau Minangkabaunya yang saat itu menganut
aliran Syi'ah, yang kemudian diperangi oleh Mazhab Hambali.

Bisa jadi penulisnya kurang cermat dalam hal ini. Soal mazhab-mazhab
Islam, jangankan orang non-muslim, orang muslim pun kadang tidak tahu
perbedaan antara mazhab satu dengan mazhab yang lain, termasuk saya.
Kalau saya ditanya, kamu mazhab apa? Saya gak bisa jawab apa-apa.
Pokoknya Islam ya Islam. Titik.

Soal keterkaitan antara Minangkabau dengan Syi'ah ada tulisan menarik
dari temen saya orang Padang tentang tradisi tabu'ik di
http://defindal.multiply.com/journal/item/5 .
Jadi tradisi Tabu'ik itu untuk memperingati gugurnya Imam Hussein bin
Ali RA, cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW melawan tentara2 Yazid bin
Muawiyah yang lalim dan kejam. Biasanya peringatan ini dilakukan di
kalangan Syi'ah. Apakah ini berarti Minangkabu itu Syi'ah? Saya
sendiri tidak bisa menjawab. Barangkali ada miliser di sini yang orang
Minang yang lebih bisa menjelaskan.

wallahu a'lam bish shawab.

wassalam,
--
wikan
http://wikan.multiply.com



On 6/4/07, satriyo [EMAIL PROTECTED] wrote:






 Selain sumber data tulisan tidak dicantumkan, selain bahwa berasal
  dari sebuah buku terbitan th 1964, ada satu 'cacat' yang mengganggu
  dan membuat saknsi atas kredibilitas penulisnya, yaitu dikatakan
  bahwa Madzhab Hambali itu adalah aliran Syi'ah ...

  wah ... baru tahu tu kalo memang itu ada dukungan sumbernya!