[wanita-muslimah] Re: Perempuan di Parlemen Kurang dari 8 Persen
Masalahnya emang di situ, mba Lina. Pada akhirnya kita memang harus bisa menerima kekalahan atau bisa mengukur kemampuan diri sendiri. Di lain pihak analisa hikmah ajar (lesson learned) dan usaha jalan terus. Setelah bekerja bertahun2 membangun konstituen, yang terpilih orang baru, yang baru lulus kuliah, yang artis, yang berduit, yang nggak fokus pada konstituen, yang nggak kompeten, atau kena serangan fajar. Pemerhati gender Ani Sutjipto mempertanyakan itu, kenapa basis perempuan yang membangun konstituen (i.e comdev) nggak bisa merealisasikan ini dalam bentuk daya politik, legislatif apalagi eksekutif? Lalu beliau menyebut 3-4 hal bagaimana untuk mempersiapkan itu ke depan. Tapi kali ini saya lagi nggak ingat apa saja itu. Keterwakilan 8% memang menunjukkan ketimpangan gender. Dan ini persoalan kita semua, bukan hanya masyarakat perempuan. salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lina Dahlan linadah...@... wrote: Kalo saya sih nyaranin, karena sudah gagal nyaleg yak udah semangatnya dialihkan untuk menjalankan rencana2 utk kemajuan desa aja tanpa harus duduk di legislatif? Bisa gak ya kira2?. Saya pikir kan kalo dia berhasil, dan masih mo nyalonin diri lagi di next pemilihan 5thn mendatang, dia gak usah kampanye lagi. Hasil kerjanya selama 5 tahun itulah kampanyenya. Kalopun gak mo nyaleg lagi, ya udah, apa ya tlh dikerjakannya itu tidaklah sia-sia. amien. Gagal aja gak sia-sia, apalagi berhasil. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Herni Sri Nurbayanti nurbayanti@ wrote: Kemarin saya diskusi dng salah satu caleg perempuan yg gagal, meski perolehan suaranya bagus. Yg saya kagumi, semangatnya masih menyala. Bahkan, belajar dari pengalaman pemilu lalu menyusuri desa-desa dapilnya, mengenali kondisi konstituennya, dan kemudian menyusun rencana2. Pengalamannya kemarin turun ke desa2 justru menggerakan hatinya utk memberdayakan konsituennya, minimal mampu memperjuangkan hak-haknya, meski 'hanya' sekedar urusan perbaikan jalan, pengadaan pupuk, dll.
[wanita-muslimah] Re: Perempuan di Parlemen Kurang dari 8 Persen
5 thn ke depan sepertinya krusial. DPR isinya yg punya modal atau dinasti.. potensi besar utk korupsi. Bayar biaya pemilu kemarin dan buat 2014. Berhitung sajalah. Belum lagi, ada partai2 ttt yg punya semangat kembali ke UUD 1945. Bukan tidak mungkin kekacauan demokrasi sekarang akan dijadikan alasan. Soal caleg perempuan, gak cuma angkanya saja, tapi mereka2 yg selama ini jadi kontak gerakan perempuan di DPR banyak juga yg tidak kembali terpilih. Padahal, selama ini kelompok perempuan sbg kelompok penekan di DPR terbukti cukup efektif. Soal 'fraksi balkon', panja terbuka, dll. Masalah caleg perempuan bukan cuma masalah keputusan MK sih, tapi soal dukungan juga. Suka atau tidak, isu ini masih sekedar wacana. Untuk soal milih aja, banyak juga kok mereka2 yg mendukung gagasan caleg perempuan tapi pas hari H golput. Bukan karena tidak terdaftar, tapi ya golput. Selain itu, menjadi caleg dan memperoleh kursi kan tidak gampang. Ini juga kurang kita dukung. Kemarin saya diskusi dng salah satu caleg perempuan yg gagal, meski perolehan suaranya bagus. Yg saya kagumi, semangatnya masih menyala. Bahkan, belajar dari pengalaman pemilu lalu menyusuri desa-desa dapilnya, mengenali kondisi konstituennya, dan kemudian menyusun rencana2. Pengalamannya kemarin turun ke desa2 justru menggerakan hatinya utk memberdayakan konsituennya, minimal mampu memperjuangkan hak-haknya, meski 'hanya' sekedar urusan perbaikan jalan, pengadaan pupuk, dll. Lima tahun (untuk tahun 2014 maksudnya), bukan waktu yg lama atau singkat... tapi cukup utk mulai berkampanye. Bukan utk perolehan suara, tapi mengurusi 'calon konstituennya'. Dan menurut saya, ini langkah yg sangat baik banget. Inilah wujud dari fungsi representasi yg sesungguhnya! Dan semoga, caleg2 perempuan yg meski tahun ini kalah, juga masih punya semangat yg sama. Apa ya, yg WM bisa bantu? Nyebarin kisahnya kali ya? hehehe... Atau ada ide lain? Mas Ambon, hayuh nyumbang ide.. jangan cuma posting berita ajah :) salam, herni --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, sunny am...@... wrote: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0905/07/sh05.html Perempuan di Parlemen Kurang dari 8 Persen Oleh Stevani Elisabeth Jakarta - Perhimpunan Demokrasi untuk Pemilu (Perdemlu) memprediksi perempuan yang duduk di parlemen, berdasarkan hasil Pemilu 2009, jumlahnya kurang dari 8%. Penurunan jumlah ini dikarenakan adanya Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008, yang menyebutkan bahwa calon anggota legislatif (caleg) terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbanyak. Dengan putusan MK tersebut, banyak caleg perempuan yang potensial tidak terpilih. Kita sudah betul melaksanakan pencalonan sistem zig-zag. Kalau kita ingin mencapai affirmative action, maka harus pakai sistem tertutup, tegas Ketua Perdemlu, Didi Supriyanto, pada pembekalan bagi caleg perempuan pasca-Pemilu Legislatif 2009, di Jakarta, Rabu (6/5). Dia menambahkan, keterwakilan perempuan di parlemen memang cukup ironi. Pada tahun 1987, perempuan di parlemen ada 65 orang (13%) dari 500 anggota parlemen. Tahun 1992, ada 62 perempuan (12,50%), tahun 1997 ada 54 perempuan (10,80%), tahun 1999 ada 45 perempuan (9%), tahun 2004 ada 61 perempuan (11,09%) dan tahun 2009 diperkirakan kurang dari 40 orang (kurang dari 8%). Didi menilai affirmative action yang selama ini diperjuangkan oleh aktivis perempuan hanya terfokus pada variabel pencalonan. Selain itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak pro perempuan, dan seorang pemilih harus melihat 800-1.500 nama caleg. Ini tentunya sangat sulit bagi masyarakat untuk memilih. Oleh sebab itu, salah satu caranya adalah memperkecil kursi di seluruh daerah pemilihan. Ke depan, kebijakan affirmative action tidak terfokus pada pencalonan, lanjut Didi. Senior Advisor Kemitraan Ramlan Surbakti menilai keputusan MK itu seperti mahasiswa S1 yang sedang membuat skripsi karena mencari data yang mendukung hipotesisnya. Putusan MK ini justru menjadi bahan tertawaan orang, khususnya oleh ahli-ahli sistem pemilu, tegasnya. Caleg perempuan harus bertarung karena menghadapi realitas politik di Indonesia, yakni politik uang. Sekarang tergantung caleg perempuan, mau ikut arus money politic atau tidak. Kalau ikut arus politik uang, itu tidak ada gunanya untuk peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen, lanjut Ramlan. Ia berharap anggota DPRD maupun DPR perempuan harus lebih sensitif menyikapi masalah ini. Sementara itu, anggota DPR Lena Maryana mengatakan keberadaan perempuan di parlemen seperti lilin yang mau padam. Di satu sisi mereka mendorong agar keterwakilan perempuan di parlemen mencapai 30 persen, namun di sisi lain mereka tidak mau partai mereka di daerah pemilihan tidak bisa running karena tidak bisa memenuhi kuota 30 persen. Sementara itu, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta sangat menyayangkan adanya perubahan sistem
Re: [wanita-muslimah] Re: Perempuan di Parlemen Kurang dari 8 Persen - KPI
Mas Ambon, hayuh nyumbang ide.. jangan cuma posting berita ajah :) --- ko_jano : Berdasarkan nama baik Demokrasi maka ko_jano mau mendirikan Koalisi Pria Indonesia, siapa yang mau ikutan silahkan kirim email ke ko_jano. Salah satu tugas daripada Koalisi Pria Indonesia adalah MASAK, MENCUCI POPOK ANAK-ANAK, MELANTAI ALIAS NGEPEL LANTAI. Siapa yang mau itttutt ? Salam -o0o- --- On Tue, 12/5/09, Herni Sri Nurbayanti nurbaya...@gmail.com wrote: From: Herni Sri Nurbayanti nurbaya...@gmail.com Subject: [wanita-muslimah] Re: Perempuan di Parlemen Kurang dari 8 Persen To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Date: Tuesday, 12 May, 2009, 12:22 AM 5 thn ke depan sepertinya krusial. DPR isinya yg punya modal atau dinasti.. potensi besar utk korupsi. Bayar biaya pemilu kemarin dan buat 2014. Berhitung sajalah. Belum lagi, ada partai2 ttt yg punya semangat kembali ke UUD 1945. Bukan tidak mungkin kekacauan demokrasi sekarang akan dijadikan alasan. Soal caleg perempuan, gak cuma angkanya saja, tapi mereka2 yg selama ini jadi kontak gerakan perempuan di DPR banyak juga yg tidak kembali terpilih. Padahal, selama ini kelompok perempuan sbg kelompok penekan di DPR terbukti cukup efektif. Soal 'fraksi balkon', panja terbuka, dll. Masalah caleg perempuan bukan cuma masalah keputusan MK sih, tapi soal dukungan juga. Suka atau tidak, isu ini masih sekedar wacana. Untuk soal milih aja, banyak juga kok mereka2 yg mendukung gagasan caleg perempuan tapi pas hari H golput. Bukan karena tidak terdaftar, tapi ya golput. Selain itu, menjadi caleg dan memperoleh kursi kan tidak gampang. Ini juga kurang kita dukung. Kemarin saya diskusi dng salah satu caleg perempuan yg gagal, meski perolehan suaranya bagus. Yg saya kagumi, semangatnya masih menyala. Bahkan, belajar dari pengalaman pemilu lalu menyusuri desa-desa dapilnya, mengenali kondisi konstituennya, dan kemudian menyusun rencana2. Pengalamannya kemarin turun ke desa2 justru menggerakan hatinya utk memberdayakan konsituennya, minimal mampu memperjuangkan hak-haknya, meski 'hanya' sekedar urusan perbaikan jalan, pengadaan pupuk, dll. Lima tahun (untuk tahun 2014 maksudnya), bukan waktu yg lama atau singkat... tapi cukup utk mulai berkampanye . Bukan utk perolehan suara, tapi mengurusi 'calon konstituennya' . Dan menurut saya, ini langkah yg sangat baik banget. Inilah wujud dari fungsi representasi yg sesungguhnya! Dan semoga, caleg2 perempuan yg meski tahun ini kalah, juga masih punya semangat yg sama. Apa ya, yg WM bisa bantu? Nyebarin kisahnya kali ya? hehehe... Atau ada ide lain? Mas Ambon, hayuh nyumbang ide.. jangan cuma posting berita ajah :) salam, herni --- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, sunny am...@... wrote: http://www.sinarhar apan.co.id/ berita/0905/ 07/sh05.html Perempuan di Parlemen Kurang dari 8 Persen Oleh Stevani Elisabeth Jakarta - Perhimpunan Demokrasi untuk Pemilu (Perdemlu) memprediksi perempuan yang duduk di parlemen, berdasarkan hasil Pemilu 2009, jumlahnya kurang dari 8%. Penurunan jumlah ini dikarenakan adanya Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22-24/PUU-VI/ 2008 tanggal 23 Desember 2008, yang menyebutkan bahwa calon anggota legislatif (caleg) terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbanyak. Dengan putusan MK tersebut, banyak caleg perempuan yang potensial tidak terpilih. Kita sudah betul melaksanakan pencalonan sistem zig-zag. Kalau kita ingin mencapai affirmative action, maka harus pakai sistem tertutup, tegas Ketua Perdemlu, Didi Supriyanto, pada pembekalan bagi caleg perempuan pasca-Pemilu Legislatif 2009, di Jakarta, Rabu (6/5). Dia menambahkan, keterwakilan perempuan di parlemen memang cukup ironi. Pada tahun 1987, perempuan di parlemen ada 65 orang (13%) dari 500 anggota parlemen. Tahun 1992, ada 62 perempuan (12,50%), tahun 1997 ada 54 perempuan (10,80%), tahun 1999 ada 45 perempuan (9%), tahun 2004 ada 61 perempuan (11,09%) dan tahun 2009 diperkirakan kurang dari 40 orang (kurang dari 8%). Didi menilai affirmative action yang selama ini diperjuangkan oleh aktivis perempuan hanya terfokus pada variabel pencalonan. Selain itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak pro perempuan, dan seorang pemilih harus melihat 800-1.500 nama caleg. Ini tentunya sangat sulit bagi masyarakat untuk memilih. Oleh sebab itu, salah satu caranya adalah memperkecil kursi di seluruh daerah pemilihan. Ke depan, kebijakan affirmative action tidak terfokus pada pencalonan, lanjut Didi. Senior Advisor Kemitraan Ramlan Surbakti menilai keputusan MK itu seperti mahasiswa S1 yang sedang membuat skripsi karena mencari data yang mendukung hipotesisnya. Putusan MK ini justru menjadi bahan tertawaan orang, khususnya oleh ahli-ahli sistem pemilu, tegasnya. Caleg perempuan harus bertarung karena menghadapi realitas politik di Indonesia, yakni politik uang. Sekarang tergantung caleg perempuan, mau ikut arus money politic atau tidak. Kalau ikut
Re: [wanita-muslimah] Re: Perempuan di Parlemen Kurang dari 8 Persen - KPI
sarpokenoko ini kasar sekali budi bahasanya. pekerjaan domestik semacam bersih bersih rumah, nyuci, ngemong anak, buang sampah, masak, harusnya kan bagian dari keseharian. bagian dari diri kita. malah saya bertanya tanya, kalau hal ini bukan keseharian, bagaimana kehidupan sehari harinya ? masih pantaskah dia menyebut dirinya ber-Islam ketika bekerja sama dengan partner hidupnya pun dia tak mau. sarpokenoko, mengapa kamu benci pada kaum lelaki dan perempuan di milis ini, yang punya pandangan mau dan rela berbagi dengan pasangan hidupnya. mengapa kamu benci sekali pada orang yang bangga ketika perempuan (baik perempuan hidupnya maupun perempuan lain di seluruh dunia), lebih punya waktu, sumber daya dan kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri, memahami dan menjalani pilihan kehidupannya. kalaupun sarpokenoko sudah merasa nyaman dengan menjadi juragan di rumahnya sendiri, yah seharusnya malu dengan anak anak muda yang lebih mahir berbagi dengan pasangan hidupnya. bukannya malah menuduh yang enggak enggak. seolah saling berbagi itu bertentangan dengan takdir Islam dan kehidupan. 2009/5/12 jano ko ko_j...@yahoo.com: Mas Ambon, hayuh nyumbang ide.. jangan cuma posting berita ajah :) --- ko_jano : Berdasarkan nama baik Demokrasi maka ko_jano mau mendirikan Koalisi Pria Indonesia, siapa yang mau ikutan silahkan kirim email ke ko_jano. Salah satu tugas daripada Koalisi Pria Indonesia adalah MASAK, MENCUCI POPOK ANAK-ANAK, MELANTAI ALIAS NGEPEL LANTAI. Siapa yang mau itttutt ? Salam -o0o- --- On Tue, 12/5/09, Herni Sri Nurbayanti nurbaya...@gmail.com wrote: From: Herni Sri Nurbayanti nurbaya...@gmail.com Subject: [wanita-muslimah] Re: Perempuan di Parlemen Kurang dari 8 Persen To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Date: Tuesday, 12 May, 2009, 12:22 AM 5 thn ke depan sepertinya krusial. DPR isinya yg punya modal atau dinasti.. potensi besar utk korupsi. Bayar biaya pemilu kemarin dan buat 2014. Berhitung sajalah. Belum lagi, ada partai2 ttt yg punya semangat kembali ke UUD 1945. Bukan tidak mungkin kekacauan demokrasi sekarang akan dijadikan alasan. Soal caleg perempuan, gak cuma angkanya saja, tapi mereka2 yg selama ini jadi kontak gerakan perempuan di DPR banyak juga yg tidak kembali terpilih. Padahal, selama ini kelompok perempuan sbg kelompok penekan di DPR terbukti cukup efektif. Soal 'fraksi balkon', panja terbuka, dll. Masalah caleg perempuan bukan cuma masalah keputusan MK sih, tapi soal dukungan juga. Suka atau tidak, isu ini masih sekedar wacana. Untuk soal milih aja, banyak juga kok mereka2 yg mendukung gagasan caleg perempuan tapi pas hari H golput. Bukan karena tidak terdaftar, tapi ya golput. Selain itu, menjadi caleg dan memperoleh kursi kan tidak gampang. Ini juga kurang kita dukung. Kemarin saya diskusi dng salah satu caleg perempuan yg gagal, meski perolehan suaranya bagus. Yg saya kagumi, semangatnya masih menyala. Bahkan, belajar dari pengalaman pemilu lalu menyusuri desa-desa dapilnya, mengenali kondisi konstituennya, dan kemudian menyusun rencana2. Pengalamannya kemarin turun ke desa2 justru menggerakan hatinya utk memberdayakan konsituennya, minimal mampu memperjuangkan hak-haknya, meski 'hanya' sekedar urusan perbaikan jalan, pengadaan pupuk, dll. Lima tahun (untuk tahun 2014 maksudnya), bukan waktu yg lama atau singkat... tapi cukup utk mulai berkampanye . Bukan utk perolehan suara, tapi mengurusi 'calon konstituennya' . Dan menurut saya, ini langkah yg sangat baik banget. Inilah wujud dari fungsi representasi yg sesungguhnya! Dan semoga, caleg2 perempuan yg meski tahun ini kalah, juga masih punya semangat yg sama. Apa ya, yg WM bisa bantu? Nyebarin kisahnya kali ya? hehehe... Atau ada ide lain? Mas Ambon, hayuh nyumbang ide.. jangan cuma posting berita ajah :) salam, herni --- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, sunny am...@... wrote: http://www.sinarhar apan.co.id/ berita/0905/ 07/sh05.html Perempuan di Parlemen Kurang dari 8 Persen Oleh Stevani Elisabeth Jakarta - Perhimpunan Demokrasi untuk Pemilu (Perdemlu) memprediksi perempuan yang duduk di parlemen, berdasarkan hasil Pemilu 2009, jumlahnya kurang dari 8%. Penurunan jumlah ini dikarenakan adanya Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22-24/PUU-VI/ 2008 tanggal 23 Desember 2008, yang menyebutkan bahwa calon anggota legislatif (caleg) terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbanyak. Dengan putusan MK tersebut, banyak caleg perempuan yang potensial tidak terpilih. Kita sudah betul melaksanakan pencalonan sistem zig-zag. Kalau kita ingin mencapai affirmative action, maka harus pakai sistem tertutup, tegas Ketua Perdemlu, Didi Supriyanto, pada pembekalan bagi caleg perempuan pasca-Pemilu Legislatif 2009, di Jakarta, Rabu (6/5). Dia menambahkan, keterwakilan perempuan di parlemen memang cukup ironi. Pada tahun 1987, perempuan di parlemen ada 65 orang (13%) dari 500 anggota parlemen. Tahun 1992, ada 62 perempuan (12,50%), tahun
[wanita-muslimah] Re: Perempuan di Parlemen Kurang dari 8 Persen
Kalo saya sih nyaranin, karena sudah gagal nyaleg yak udah semangatnya dialihkan untuk menjalankan rencana2 utk kemajuan desa aja tanpa harus duduk di legislatif? Bisa gak ya kira2?. Saya pikir kan kalo dia berhasil, dan masih mo nyalonin diri lagi di next pemilihan 5thn mendatang, dia gak usah kampanye lagi. Hasil kerjanya selama 5 tahun itulah kampanyenya. Kalopun gak mo nyaleg lagi, ya udah, apa ya tlh dikerjakannya itu tidaklah sia-sia. amien. Gagal aja gak sia-sia, apalagi berhasil. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Herni Sri Nurbayanti nurbaya...@... wrote: Kemarin saya diskusi dng salah satu caleg perempuan yg gagal, meski perolehan suaranya bagus. Yg saya kagumi, semangatnya masih menyala. Bahkan, belajar dari pengalaman pemilu lalu menyusuri desa-desa dapilnya, mengenali kondisi konstituennya, dan kemudian menyusun rencana2. Pengalamannya kemarin turun ke desa2 justru menggerakan hatinya utk memberdayakan konsituennya, minimal mampu memperjuangkan hak-haknya, meski 'hanya' sekedar urusan perbaikan jalan, pengadaan pupuk, dll.