Saya pernah talkshow dng salah seorang anggota DPRD dari partai PKS. Di daerah 
yg memang salah satu basisnya PKS atau PKS cukup dominan deh (tebak sendiri 
daerah mana :P). Kebetulan kami punya data ttg produk2 legislasi yang 
dihasilkan di daerah itu, yang menurut kami menuai banyak kritik. Saya agak 
kaget melihat posisi/keberpihakan dia dalam berbagai kebijakan yg menurut kami, 
sangat absurd. Ya namanya data, tentu kami sajikan dan kami pertanyakan dong?

Tapi rupanya dia gak tahan dengan kritik. Karena gak bisa ngeles, mungkin 
karena kami punya data, jadi keluarlah jurus.. menyerang pribadi hehe. Kalo 
udah kaya gini, gampang banget nanggepinnya, gak usah ditanggepin :-) Fokus ke 
menyampaikan data aja. Tapi rupanya, sampe talkshow selesai dia masih sebel 
hihihi. Terus kami diberi honor. Dia pura2 sungkan. Mudah2an bukan krn honornya 
kecil :D. Saya usil bilang, "terima aja, pak.. kan halal? Ada kuitansi tanda 
terima juga. Resmi dong. Dan itu memang hak bapak." Dia buka amplopnya, dia 
bagi selembar ke teman saya, selembar ke marketing stasiun radio, tiga lembar 
buat dia, sambil bilang, "Bu herni sih gak usah" :P

Siapa juga yg mau duitnye? Dan teman saya itu malah menolak dng alasan, "Maaf 
pak, saya sudah menerima gaji dari kantor untuk mengurusi talkshow ini" Hihihi 
malu sendiri.

Kadang2, amplop2 dari panitia dikembalikan. Mungkin mau membangun image 
"bersih" atau apalah. Tapi logikanya kan, justru amplop2 resmi spt itulah yg 
harusnya diterima. Memang hak dia, ada bukti resmi dan dilakukan secara 
transparan. Amplop2 di belakang yg tidak boleh diterima. Bukan gitu? Bukan 
berarti menuduh dia korupsi, tapi pemikiran salah kaprah spt ini yg seringkali 
terjadi... berkaitan soal amplop.

Bosen kita denger jargon, dari contoh2 kecil aja mas. Kan katanya, segala 
sesuatu dimulai dari yang kicil-kicil... kalau berpolitik terus, nanti lupa ma 
yg kecil. Politik, poho ka nu leutik (lupa ma yg kecil :P)


salam amplop,
Herni


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Asep Sumantri <asep_suman...@...> wrote:
>
> Sumber dari  :  Firman Noor
> Mahasiswa Program Master
> Faculty of Asian Studies, The Australian National University (ANU), 
> Australia, 
> (Saat ini tengah mempersiapkan thesis mengenai Partai Keadilan
> Sejahtera)
> Dalam kiprahnya selama tujuh tahun ini, Partai
> Keadilan Sejahtera (PKS) yang dulu bernama Partai Keadilan (PK) telah
> menjadi ikon tersendiri bagi kehidupan demokrasi bangsa.
> 
> Pengamat asing seperti Anthony Buballo dan Greg Fealy (2005) mengakui
> PKS telah memberikan contoh gamblang tentang bagaimana demokrasi telah
> dipraktikkan oleh partai yang menjadikan Islam sebagai landasannya.
> Catatan penting kedua pengamat Islam dan Indonesia itu bukanlah omong
> kosong. Komitmen PKS terhadap demokrasi dibuktikan dengan demikian
> nyata dan terasa. Antara lain melalui sikap resmi partai dan pandangan
> politik para elitenya. Refleksi demokrasi 
> Hingga
> saat ini PKS mampu memberikan contoh standar tentang implementasi
> kehidupan demokrasi yang mengedepankan aspek penghargaan terhadap
> perbedaan dan pluralitas, pengedepanan rasionalitas, serta kesantunan
> berpolitik sebagai cerminan ketaatan terhadap aturan main. 
> Sikap
> penghormatan terhadap pluralisme, tidak saja dapat terlihat dari
> platform partai, namun juga pandangan para tokohnya. Dalam sebuah
> pertemuan di Australian National University, Hidayat Nur Wahid
> mengatakan bahwa hakekat kaffah seorang Muslim sejatinya tecermin dari
> kesediaan dirinya untuk menerima Islam sebagai sebuah ajaran yang
> menghormati nilai-nilai universal dan keberagaman. Pernyataan semacam
> ini akan menjadi sekadar lip service jika dalam praktiknya sikap itu
> tidak terlihat. 
> Usulan bersama PK dan PAN --yang
> bergabung dalam Fraksi Reformasi pada DPR periode lalu-- mengenai
> kebebasan menjalankan ajaran agama bagi seluruh pemeluk agama sebagai
> alternatif amandemen Pasal 29 UUD 1945, merupakan contoh kecil yang
> monumental bagi penghormatan terhadap pluralisme. Begitu pula dengan
> kesedian PKS bekerjasama dengan kalangan lintas agama dan ideologi di
> dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). 
> Sementara
> dalam konteks rasionalitas, PKS tidak segan menawarkan sebuah solusi
> jernih dan bersikap kritis, meski itu berarti harus bertentangan dengan
> kelompok mayoritas. Hal itu misalnya terlihat dari sikap Fraksi PKS di
> DPR yang menolak kenaikan tunjangan anggota DPR. Pada pemerintahan
> lokal, sikap ini terlihat dari penolakan untuk menghambur-hamburkan
> uang rakyat. Misalnya kasus pengembalian uang kadeudeuh di Jawa Barat,
> penolakan tunjangan Dewan hingga ratusan juta di Banten, dan
> pengembalian uang siluman di Sumatera Selatan.
> Sementara
> sikap kritis tecermin pada penolakan LPJ kepala daerah di berbagai
> wilayah yang kinerjanya kurang memuaskan --dimana kebanyakan dari kasus
> itu wakil PKS menjadi 'sendirian'. Hal itu memperlihatkan penggunaan
> nurani dan rasio, seperti keberpihakan kepada kepentingan rakyat.Semua
> idealisme itu dibungkus dalam sikap yang mengedepankan kesantunan
> berpolitik, baik di dalam maupun di luar parlemen. Hingga satu dekade
> keberadaannya di pentas nasional maupun lokal, PKS mampu menjaga
> dirinya untuk tidak terpancing melakukan tindakan anarkis. Kenyataan
> yang merefleksikan sikap menghargai aturan main, sebagaimana yang
> dipersyaratakan oleh kehidupan demokrasi, telah menjadi sebuah
> milestone bagi partai yang kerap diidentikan dengan gerakan Ikhwanul
> Muslimun di Mesir ini.
> Kartu as
> Sebagai sebuah partai
> yang menjadikan Islam sebagai asasnya, PKS menunjukan bahwa pergaulan
> Islam dan politik dengan demokrasi, tidaklah sehitam yang dituduhkan.
> Dengan karakter pemahaman yang khas mengenai peran agama dalam
> kehidupan --termasuk didalamnya kehidupan berpolitik-- PKS memandang
> demokrasi sebagai realitas objektif.
> PKS memandang
> demokrasi sebagai media yang efektif dalam menerapkan idealisme dan
> terciptanya sebuah kondisi yang terbaik berdasarkan kehendak dan
> kepentingan bersama (general will). Sehingga berbeda dengan tuduhan
> banyak pihak, demokrasi justru telah menjadi sebuah 'kartu as' bagi
> kiprah politik partai yang mendapatkan dukungan relatif meluas di
> kalangan terpelajar ini.
> Dan dalam upayanya ini, PKS
> tidak saja berhasil memberikan contoh yang baik namun juga menimbulkan
> simpati dan image positif. Tidak saja bagi kalangan internal umat Islam
> namun juga dari beragam kalangan. Dukungan beragam kalangan kepada
> kandidat kepala daerah yang diusulkan PKS --baik dari kalangan NU,
> Muhammadiyah, non-Muslim, bahkan dari pengurus PDIP Pro-Mega. Misalnya
> di Sumatera Utara ataupun Depok.
> Pilihan memandang
> demokrasi sebagai strategi bukanlah sesuatu yang asing, mengingat
> pandangan aktivis pergerakan dan juga pemikir muslim seperti Hasan
> al-Banna ataupun Mohammad Natsir, yang menyatakan demokrasi tidak mesti
> dipandang melulu sebagai sebuah jalan hidup (way of life). Di dalam
> batasan ini, tidaklah salah jika PKS menempatkan dirinya sebagai
> demokrat dalam konteks praktis ketimbang sebagai jalan hidup. Meski
> dalam situasi seperti ini kerap memunculkan spekulasi tentang hadirnya
> sebuah demokrasi yang tegak tanpa adanya demokrat (democracy without
> democrats), sebagaimana dilansir Ghasan Salame (1994). Namun yang
> pasti, PKS dalam kiprah politiknya telah dengan sadar mempraktikkan
> model demokrasi dan hal ini diakui oleh banyak pihak. 
> Mengharapkan konsistensi
> Sikap
> PKS ini telah memberikan harapan bagi perkembangan demokrasi pada
> khususnya dan perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya
> di Tanah Air. Kondisi ini memunculkan sebuah harapan akan adanya
> konsistensi sikap PKS. Harapan itu tentu bukan sesuatu yang mudah
> diwujudkan. Sebab hakikat demokrasi belum seutuhnya dapat diterima
> seluruh kalangan di pelosok negeri, hingga perlunya menjaga ketahanan
> mental dan kesabaran tinggi.
> Selain itu, secara internal
> kepartaian, perdebatan tentang posisi ideologis demokrasi dan tarik
> ulur kepentingan strategis dengan segenap konsekuensinya --yang
> berpotensi untuk dirasakan terlalu moderat bagi sebagian pendukungnya--
> memberikan peluang terhadap situasi setengah hati bagi perkembangan dan
> pelaksanaan demokrasi di kemudian hari. Kondisi ini dipersulit dengan
> kecenderungan 'wajar' sebuah partai untuk berubah sikap ketika sudah
> menjadi bagian dari kekuasaan. 
> Studi Daniel Brumberg
> (1997) yang mengambil kasus beberapa Partai Islam di Timur Tengah,
> sampai pada sebuah kesimpulan bahwa kecenderungan untuk mengubah
> orientasi terlihat manakala sebuah partai Islam dan para elitenya telah
> berada di lingkar dalam kekuasaan. Dengan demikian, pertanyaan yang
> cukup mendasar ialah sampai sejauh mana PKS dapat menjaga sikap
> demokratnya ditengah godaan kekuasaan, lingkungan politik yang masih
> kurang ramah terhadap 'demokrasi rasional', serta perdebatan idelogis
> di dalam tubuh partai. Tantangan seperti ini bukannya tidak disadari
> oleh PKS. Kenyataan bahwa PKS merupakan metamorfosa dari sebuah gerakan
> dakwah, memang menuntut kedewasaan sikap dan pemikiran dalam menyikapi
> situasi yang terus berkembang. Dan PKS tampak cukup cerdas mengambil
> pelajaran dari pengalaman partai-partai Islam dan situasi politik
> nasional saat ini. 
> Tak kurang Presiden Partai Tifatul
> Sembiring dengan arif menengarai perlunya kesadaran untuk tetap menjaga
> konsistensi dalam sikap positif, sembari menyadarkan pentingnya
> beradaptasi dengan situasi baru, di mana PKS sejatinya telah menjadi
> bagian dari elemen pembuat kebijakan. Dalam pesannya itu, sejatinya
> sang presiden mengajak partainya untuk bersikap lebih akomodatif dan
> realistis. Itu dapat diartikan terus melanjutkan sikap demokrat, tanpa
> harus kehilangan jati dirinya sebagai partai yang memperjuangan
> nilai-nilai religius keislaman. Adanya kesadaran seperti itu membuat
> peluang PKS untuk terus mewarnai kehidupan bangsa melalui demokrasi,
> berpotensi kuat untuk tetap terjaga. 
> Sejarah bangsa
> sendiri telah mencatat kiprah Masyumi yang mampu memertahankan
> konsistensinya sebagai monumen pembela demokrasi yang tangguh, sebelum
> akhirnya dibubarkan akibat tekanan situasi politik dan penguasa. Dan
> dengan segenap pandangan politik dan kiprah PKS sampai kini, bukan
> tidak mungkin jika catatan sejarah tentang kiprah positif partai Islam
> di tanah air akan terulang. ***
> 
> 
>       
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke