Re: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat

2010-06-14 Terurut Topik Waluya
Pak, ini sekedar info saja, pemimpin gereja Anglikan kalau tidak salah kepala 
negara Inggris/ Britania Raya. Sekarang kepala Britania Raya adalah Ratu 
Elizabeth, seorang perempuan.

Salam,
WALUYA 

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, encosid enco...@... wrote:

 setahu saya ketentuan pemimpin agama adalah lelaki tidak hanya di Islam
 - katolik
 - protestan
 - hindu
 - budha
 - shinto
 
 
 
 
 
 Dari: H. M. Nur Abdurahman mnur.abdurrah...@...
 Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 10:51:09
 Judul: Re: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat 
 Jumat
 
   
 Perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan mengenai topik ini:
 
 1) Seharusnya yang perlu dipertajam analisisnya adalah persoalan orientasi 
 budaya seperti paternalistis, maternalistis, dan kesetaraan gender. Di Timur 
 Tengah tempat Nabi Muhammad dibesarkan dan menyebarkan risalah Islam tidak 
 dapat disangkal memiliki budaya yang kental banget sifat paternalistis 
 (patriarchat), di mana untuk posisi publik hanya memberikan kesempatan luas 
 untuk kaum pria untuk boleh tampil dan berperan besar di muka umum, sementara 
 wanita tidak mendapat tempat sejajar dengan pria. Untuk di timur tengah dan 
 sekitarnya, umat islam tidak akan mempermasalahkan apabila imam shalat 
 berjamaah dan khatib jum'at adalah seorang laki-laki. Begitu pula umat islam 
 di melayu dan sekitarnya yang juga paternalistis (patriarchat) tidak 
 mempersoalkan imam pria, justru akan mempermasalah imam (shalat berjamaah) 
 berjenis kelamin perempuan. Bagaimana dengan umat islam yang hidup di tradisi 
 eropa dan america yang tidak bercorak paternalistis atau tidak
  patriarchat ?? mereka menjunjung kesetaraan gender, jadi amat merasa aneh di 
 kalangan mereka ketika islam dipahami menolak kepemimpinan perempuan di 
 segala bidang hanya karena alasan jenis kelamin. 
 #
 HMNA:
 Contoh kasus di atas itu tidak valid untuk dibuat rampatan (generalisasi). 
 Mengapa? Karena:
 
 = pertama, dalam masyarakat Minang yang matriarkhat tidak pernah ada dalam 
 sejarah merasa aneh Imam shalat itu laki-laki, tidak pernah ada tuntutan agar 
 perempuanpun bisa jadi imam shalat. 
 
 = kedua, juga tidak boleh mengambil rampatan (generalisasi) masyarakat Eropa. 
 Itu ummat Katholik di Italia (Italia itu Erops lho) tidak ada pastor 
 perempuan. 
 
 = ketiga, itu Aminah Wadud yang mempelopori Imam dan Khatib perempuan bukan 
 dari sononya anggota masyarakat Amerika, dia itu emigran. Jadi tidak boleh 
 lantas buat kesimpulan ummat Islam Amerika yang merasa aneh, mereka sekitar 
 90 orang yang berhasil dikompori si emigran Aminah Wadud.
 
 = keempat, tidak benar kesetaraan gender itu merupakan tradisi dalam karangan 
 masyarakat Eropa dan Amerika. Itu belum pernah dibuktikan dengan penelitian, 
 itu cuma asumsi doang. Secara matematis asumsi tidak boleh dijadikan postulat.
 #
 
 Nah pertanyaan mendasar adalah ketika Rasulullah Muhammad SAW tidak 
 mencontohkan imam shalat/khatib jum'at perempuan, apakah lantas umat islam di 
 eropa dan amerika diminta menanggalkan tradisi kesetaraan gender berpindah 
 kepada tradisi patriarchart atau paternalistis ala timteng saja ?? Lantas apa 
 makna islam sholeh ala kulli zaman wa makaan baik dan cocok dengan segala 
 era dan tempat ?? Apa makna bahwa qur'an itu tidak hampa budaya ?? atau 
 bagaimana dengan pendapat bahwa implementasi ajaran islam oleh Nabi Muhammad 
 dibatasi oleh waktu dan tempat ??
 
 2) betul, memang faktanya bahwa fiqh mainstream yang dikembangkan dan 
 diajarkan sejak kecil selalu disebutkan kaidah bahwa untuk urusan duniawiah 
 boleh berkreasi sepanjang tidak ada larangan, sementara untuk perkara ibadah 
 mahdhah berlaku kaidah kerjakan sesuai yang diperintahkan dan dicontohkan, 
 tidak boleh berkreasi atau berinovasi.
 
 Untuk persoalan kontemporer menjadi debatable karena tidak semua kejadian di 
 masa sekarang ini dapat terakomodasi oleh praktek yang dicontohkan nabi 
 Muhammad SAW saja yang situasi zamannya jauh berbeda dengan era sekarang, 
 seperti zakat organisasi, zakat profesi, donor (darah = ingat Buya Hamka itu 
 pernah bertekad lebih memilih mati daripada ditransfusi dara orang lain, 
 jantung, ginjal, sperma, bayi tabung dsb), shalat di kutub utara atau selatan 
 yang limitasi waktunya amat ekstrim, puasa di di kutub utara yang kadangkala 
 siang amat panjang lebih dari 15 jam sementara malam amat pendek atau 
 sebaliknya, termasuk persoalan implemetasi riba di zaman modern sekarang dan 
 transaksi jual beli modern dsb dsb.
 
 3) tidak seharusnya membahas fenomena itu dengan penuh curiga dan penuh 
 kebencian (seperti stempel musang berbulu domba, tidak perlu diajak diskusi, 
 karena sudah jelas sesat dan 

Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat

2010-06-14 Terurut Topik Abdul Muiz
Pemimpin agama jenis kelamin perempuan tidak hanya kontroversi di Islam tetapi 
juga ada di agama lain, silakan access tautan berikut ini : 
http://translate.google.co.id/translate?hl=idlangpair=en|idu=http://en.wikipedia.org/wiki/Ordination_of_women

Wassalam
Abdul Mu'iz

--- Pada Sen, 14/6/10, encosid enco...@yahoo.com menulis:

Dari: encosid enco...@yahoo.com
Judul: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat 
Jumat
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 14 Juni, 2010, 11:16 AM







 



  



  
  
  setahu saya ketentuan pemimpin agama adalah lelaki tidak hanya di Islam

- katolik

- protestan

- hindu

- budha

- shinto





Dari: H. M. Nur Abdurahman mnur.abdurrah...@yahoo.co.id

Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com

Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 10:51:09

Judul: Re: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat 
Jumat



Perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan mengenai topik ini:



1) Seharusnya yang perlu dipertajam analisisnya adalah persoalan orientasi 
budaya seperti paternalistis, maternalistis, dan kesetaraan gender. Di Timur 
Tengah tempat Nabi Muhammad dibesarkan dan menyebarkan risalah Islam tidak 
dapat disangkal memiliki budaya yang kental banget sifat paternalistis 
(patriarchat), di mana untuk posisi publik hanya memberikan kesempatan luas 
untuk kaum pria untuk boleh tampil dan berperan besar di muka umum, sementara 
wanita tidak mendapat tempat sejajar dengan pria. Untuk di timur tengah dan 
sekitarnya, umat islam tidak akan mempermasalahkan apabila imam shalat 
berjamaah dan khatib jum'at adalah seorang laki-laki. Begitu pula umat islam di 
melayu dan sekitarnya yang juga paternalistis (patriarchat) tidak mempersoalkan 
imam pria, justru akan mempermasalah imam (shalat berjamaah) berjenis kelamin 
perempuan. Bagaimana dengan umat islam yang hidup di tradisi eropa dan america 
yang tidak bercorak paternalistis atau tidak

 patriarchat ?? mereka menjunjung kesetaraan gender, jadi amat merasa aneh di 
kalangan mereka ketika islam dipahami menolak kepemimpinan perempuan di segala 
bidang hanya karena alasan jenis kelamin. 

#

HMNA:

Contoh kasus di atas itu tidak valid untuk dibuat rampatan (generalisasi). 
Mengapa? Karena:



= pertama, dalam masyarakat Minang yang matriarkhat tidak pernah ada dalam 
sejarah merasa aneh Imam shalat itu laki-laki, tidak pernah ada tuntutan agar 
perempuanpun bisa jadi imam shalat. 



= kedua, juga tidak boleh mengambil rampatan (generalisasi) masyarakat Eropa. 
Itu ummat Katholik di Italia (Italia itu Erops lho) tidak ada pastor perempuan. 



= ketiga, itu Aminah Wadud yang mempelopori Imam dan Khatib perempuan bukan 
dari sononya anggota masyarakat Amerika, dia itu emigran. Jadi tidak boleh 
lantas buat kesimpulan ummat Islam Amerika yang merasa aneh, mereka sekitar 90 
orang yang berhasil dikompori si emigran Aminah Wadud.



= keempat, tidak benar kesetaraan gender itu merupakan tradisi dalam karangan 
masyarakat Eropa dan Amerika. Itu belum pernah dibuktikan dengan penelitian, 
itu cuma asumsi doang. Secara matematis asumsi tidak boleh dijadikan postulat.

#



Nah pertanyaan mendasar adalah ketika Rasulullah Muhammad SAW tidak 
mencontohkan imam shalat/khatib jum'at perempuan, apakah lantas umat islam di 
eropa dan amerika diminta menanggalkan tradisi kesetaraan gender berpindah 
kepada tradisi patriarchart atau paternalistis ala timteng saja ?? Lantas apa 
makna islam sholeh ala kulli zaman wa makaan baik dan cocok dengan segala era 
dan tempat ?? Apa makna bahwa qur'an itu tidak hampa budaya ?? atau bagaimana 
dengan pendapat bahwa implementasi ajaran islam oleh Nabi Muhammad dibatasi 
oleh waktu dan tempat ??



2) betul, memang faktanya bahwa fiqh mainstream yang dikembangkan dan diajarkan 
sejak kecil selalu disebutkan kaidah bahwa untuk urusan duniawiah boleh 
berkreasi sepanjang tidak ada larangan, sementara untuk perkara ibadah mahdhah 
berlaku kaidah kerjakan sesuai yang diperintahkan dan dicontohkan, tidak boleh 
berkreasi atau berinovasi.



Untuk persoalan kontemporer menjadi debatable karena tidak semua kejadian di 
masa sekarang ini dapat terakomodasi oleh praktek yang dicontohkan nabi 
Muhammad SAW saja yang situasi zamannya jauh berbeda dengan era sekarang, 
seperti zakat organisasi, zakat profesi, donor (darah = ingat Buya Hamka itu 
pernah bertekad lebih memilih mati daripada ditransfusi dara orang lain, 
jantung, ginjal, sperma, bayi tabung dsb), shalat di kutub utara atau selatan 
yang limitasi waktunya amat ekstrim, puasa di di kutub utara yang kadangkala 
siang amat panjang lebih dari 15 jam sementara malam amat pendek atau 
sebaliknya, termasuk persoalan implemetasi riba di

Bls: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat

2010-06-14 Terurut Topik encosid
mohon rujukannya 






Dari: Waluya wal...@plasa.com
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 13:16:01
Judul: Re: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami 
Shalat Jumat

  
Pak, ini sekedar info saja, pemimpin gereja Anglikan kalau tidak salah kepala 
negara Inggris/ Britania Raya. Sekarang kepala Britania Raya adalah Ratu 
Elizabeth, seorang perempuan.

Salam,
WALUYA 

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, encosid enco...@... wrote:

 setahu saya ketentuan pemimpin agama adalah lelaki tidak hanya di Islam
 - katolik
 - protestan
 - hindu
 - budha
 - shinto
 
 
 
 
 
 Dari: H. M. Nur Abdurahman mnur.abdurrah...@...
 Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 10:51:09
 Judul: Re: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat 
 Jumat
 
 
 Perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan mengenai topik ini:
 
 1) Seharusnya yang perlu dipertajam analisisnya adalah persoalan orientasi 
 budaya seperti paternalistis, maternalistis, dan kesetaraan gender. Di Timur 
 Tengah tempat Nabi Muhammad dibesarkan dan menyebarkan risalah Islam tidak 
 dapat disangkal memiliki budaya yang kental banget sifat paternalistis 
 (patriarchat), di mana untuk posisi publik hanya memberikan kesempatan luas 
 untuk kaum pria untuk boleh tampil dan berperan besar di muka umum, sementara 
 wanita tidak mendapat tempat sejajar dengan pria. Untuk di timur tengah dan 
 sekitarnya, umat islam tidak akan mempermasalahkan apabila imam shalat 
 berjamaah dan khatib jum'at adalah seorang laki-laki. Begitu pula umat islam 
 di melayu dan sekitarnya yang juga paternalistis (patriarchat) tidak 
 mempersoalkan imam pria, justru akan mempermasalah imam (shalat berjamaah) 
 berjenis kelamin perempuan. Bagaimana dengan umat islam yang hidup di tradisi 
 eropa dan america yang tidak bercorak paternalistis atau tidak
  patriarchat ?? mereka menjunjung kesetaraan gender, jadi amat merasa aneh di 
 kalangan mereka ketika islam dipahami menolak kepemimpinan perempuan di 
 segala bidang hanya karena alasan jenis kelamin. 
 #
 HMNA:
 Contoh kasus di atas itu tidak valid untuk dibuat rampatan (generalisasi). 
 Mengapa? Karena:
 
 = pertama, dalam masyarakat Minang yang matriarkhat tidak pernah ada dalam 
 sejarah merasa aneh Imam shalat itu laki-laki, tidak pernah ada tuntutan agar 
 perempuanpun bisa jadi imam shalat. 
 
 = kedua, juga tidak boleh mengambil rampatan (generalisasi) masyarakat Eropa. 
 Itu ummat Katholik di Italia (Italia itu Erops lho) tidak ada pastor 
 perempuan. 
 
 = ketiga, itu Aminah Wadud yang mempelopori Imam dan Khatib perempuan bukan 
 dari sononya anggota masyarakat Amerika, dia itu emigran. Jadi tidak boleh 
 lantas buat kesimpulan ummat Islam Amerika yang merasa aneh, mereka sekitar 
 90 orang yang berhasil dikompori si emigran Aminah Wadud.
 
 = keempat, tidak benar kesetaraan gender itu merupakan tradisi dalam karangan 
 masyarakat Eropa dan Amerika. Itu belum pernah dibuktikan dengan penelitian, 
 itu cuma asumsi doang. Secara matematis asumsi tidak boleh dijadikan postulat.
 #
 
 Nah pertanyaan mendasar adalah ketika Rasulullah Muhammad SAW tidak 
 mencontohkan imam shalat/khatib jum'at perempuan, apakah lantas umat islam di 
 eropa dan amerika diminta menanggalkan tradisi kesetaraan gender berpindah 
 kepada tradisi patriarchart atau paternalistis ala timteng saja ?? Lantas apa 
 makna islam sholeh ala kulli zaman wa makaan baik dan cocok dengan segala 
 era dan tempat ?? Apa makna bahwa qur'an itu tidak hampa budaya ?? atau 
 bagaimana dengan pendapat bahwa implementasi ajaran islam oleh Nabi Muhammad 
 dibatasi oleh waktu dan tempat ??
 
 2) betul, memang faktanya bahwa fiqh mainstream yang dikembangkan dan 
 diajarkan sejak kecil selalu disebutkan kaidah bahwa untuk urusan duniawiah 
 boleh berkreasi sepanjang tidak ada larangan, sementara untuk perkara ibadah 
 mahdhah berlaku kaidah kerjakan sesuai yang diperintahkan dan dicontohkan, 
 tidak boleh berkreasi atau berinovasi.
 
 Untuk persoalan kontemporer menjadi debatable karena tidak semua kejadian di 
 masa sekarang ini dapat terakomodasi oleh praktek yang dicontohkan nabi 
 Muhammad SAW saja yang situasi zamannya jauh berbeda dengan era sekarang, 
 seperti zakat organisasi, zakat profesi, donor (darah = ingat Buya Hamka itu 
 pernah bertekad lebih memilih mati daripada ditransfusi dara orang lain, 
 jantung, ginjal, sperma, bayi tabung dsb), shalat di kutub utara atau selatan 
 yang limitasi waktunya amat ekstrim, puasa di di kutub utara yang kadangkala 
 siang amat panjang lebih dari 15 jam sementara malam amat pendek atau 
 sebaliknya, termasuk persoalan implemetasi riba di zaman

Bls: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat

2010-06-14 Terurut Topik encosid
http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Inggris


Raja atau Ratu Britania (sekarang ini Elizabeth II), secara konstitusional 
memegang gelar sebagai Pemimpin Tertinggi Gereja Inggris. 

Namun pada praktiknya, kepemimpinan administratif gereja berada di tangan Uskup 
Agung Canterbury. Komuni Anglikan sedunia yang terdiri atas gereja-gereja 
nasional atau regional yang independen mengakui Uskup Agung Canterbury 
sebagai semacam pemimpin 'simbolik'. Dr. Rowan 
Williams telah menjadi Uskup Agung Canterbury sejak 2002.





Dari: Abdul Muiz mui...@yahoo.com
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 13:21:09
Judul: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat 
Jumat

  
Pemimpin agama jenis kelamin perempuan tidak hanya kontroversi di Islam tetapi 
juga ada di agama lain, silakan access tautan berikut ini : 
http://translate.google.co.id/translate?hl=idlangpair=en|idu=http://en.wikipedia.org/wiki/Ordination_of_women

Wassalam
Abdul Mu'iz

--- Pada Sen, 14/6/10, encosid enco...@yahoo.com menulis:

Dari: encosid enco...@yahoo.com
Judul: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat 
Jumat
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 14 Juni, 2010, 11:16 AM

 

setahu saya ketentuan pemimpin agama adalah lelaki tidak hanya di Islam

- katolik

- protestan

- hindu

- budha

- shinto



Dari: H. M. Nur Abdurahman mnur.abdurrah...@yahoo.co.id

Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com

Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 10:51:09

Judul: Re: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat 
Jumat

Perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan mengenai topik ini:

1) Seharusnya yang perlu dipertajam analisisnya adalah persoalan orientasi 
budaya seperti paternalistis, maternalistis, dan kesetaraan gender. Di Timur 
Tengah tempat Nabi Muhammad dibesarkan dan menyebarkan risalah Islam tidak 
dapat disangkal memiliki budaya yang kental banget sifat paternalistis 
(patriarchat), di mana untuk posisi publik hanya memberikan kesempatan luas 
untuk kaum pria untuk boleh tampil dan berperan besar di muka umum, sementara 
wanita tidak mendapat tempat sejajar dengan pria. Untuk di timur tengah dan 
sekitarnya, umat islam tidak akan mempermasalahkan apabila imam shalat 
berjamaah dan khatib jum'at adalah seorang laki-laki. Begitu pula umat islam di 
melayu dan sekitarnya yang juga paternalistis (patriarchat) tidak mempersoalkan 
imam pria, justru akan mempermasalah imam (shalat berjamaah) berjenis kelamin 
perempuan. Bagaimana dengan umat islam yang hidup di tradisi eropa dan america 
yang tidak bercorak paternalistis atau tidak

patriarchat ?? mereka menjunjung kesetaraan gender, jadi amat merasa aneh di 
kalangan mereka ketika islam dipahami menolak kepemimpinan perempuan di segala 
bidang hanya karena alasan jenis kelamin. 

#

HMNA:

Contoh kasus di atas itu tidak valid untuk dibuat rampatan (generalisasi). 
Mengapa? Karena:

= pertama, dalam masyarakat Minang yang matriarkhat tidak pernah ada dalam 
sejarah merasa aneh Imam shalat itu laki-laki, tidak pernah ada tuntutan agar 
perempuanpun bisa jadi imam shalat. 

= kedua, juga tidak boleh mengambil rampatan (generalisasi) masyarakat Eropa. 
Itu ummat Katholik di Italia (Italia itu Erops lho) tidak ada pastor perempuan. 

= ketiga, itu Aminah Wadud yang mempelopori Imam dan Khatib perempuan bukan 
dari sononya anggota masyarakat Amerika, dia itu emigran. Jadi tidak boleh 
lantas buat kesimpulan ummat Islam Amerika yang merasa aneh, mereka sekitar 90 
orang yang berhasil dikompori si emigran Aminah Wadud.

= keempat, tidak benar kesetaraan gender itu merupakan tradisi dalam karangan 
masyarakat Eropa dan Amerika. Itu belum pernah dibuktikan dengan penelitian, 
itu cuma asumsi doang. Secara matematis asumsi tidak boleh dijadikan postulat.

#

Nah pertanyaan mendasar adalah ketika Rasulullah Muhammad SAW tidak 
mencontohkan imam shalat/khatib jum'at perempuan, apakah lantas umat islam di 
eropa dan amerika diminta menanggalkan tradisi kesetaraan gender berpindah 
kepada tradisi patriarchart atau paternalistis ala timteng saja ?? Lantas apa 
makna islam sholeh ala kulli zaman wa makaan baik dan cocok dengan segala era 
dan tempat ?? Apa makna bahwa qur'an itu tidak hampa budaya ?? atau bagaimana 
dengan pendapat bahwa implementasi ajaran islam oleh Nabi Muhammad dibatasi 
oleh waktu dan tempat ??

2) betul, memang faktanya bahwa fiqh mainstream yang dikembangkan dan diajarkan 
sejak kecil selalu disebutkan kaidah bahwa untuk urusan duniawiah boleh 
berkreasi sepanjang tidak ada larangan, sementara untuk perkara ibadah mahdhah 
berlaku kaidah kerjakan sesuai yang diperintahkan dan dicontohkan, tidak

Bls: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat

2010-06-14 Terurut Topik Abdul Muiz
Mas Encosid apa tidak tahu ada uskup wanita pertama di Polandia yang bernama 
Izabela Wiłucka-Kowalska - uskup-wanita pertama di Polandia (1929) ??

Wassalam
Abdul Mu'iz

--- Pada Sen, 14/6/10, encosid enco...@yahoo.com menulis:

Dari: encosid enco...@yahoo.com
Judul: Bls: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami 
Shalat Jumat
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 14 Juni, 2010, 1:30 PM







 



  



  
  
  http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Inggris



Raja atau Ratu Britania (sekarang ini Elizabeth II), secara konstitusional 
memegang gelar sebagai Pemimpin Tertinggi Gereja Inggris. 



Namun pada praktiknya, kepemimpinan administratif gereja berada di tangan Uskup 
Agung Canterbury. Komuni Anglikan sedunia yang terdiri atas gereja-gereja 

nasional atau regional yang independen mengakui Uskup Agung Canterbury 

sebagai semacam pemimpin 'simbolik'. Dr. Rowan 

Williams telah menjadi Uskup Agung Canterbury sejak 2002.





Dari: Abdul Muiz mui...@yahoo.com

Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com

Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 13:21:09

Judul: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat 
Jumat



Pemimpin agama jenis kelamin perempuan tidak hanya kontroversi di Islam tetapi 
juga ada di agama lain, silakan access tautan berikut ini : 
http://translate.google.co.id/translate?hl=idlangpair=en|idu=http://en.wikipedia.org/wiki/Ordination_of_women



Wassalam

Abdul Mu'iz



--- Pada Sen, 14/6/10, encosid enco...@yahoo.com menulis:



Dari: encosid enco...@yahoo.com

Judul: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat 
Jumat

Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com

Tanggal: Senin, 14 Juni, 2010, 11:16 AM



setahu saya ketentuan pemimpin agama adalah lelaki tidak hanya di Islam



- katolik



- protestan



- hindu



- budha



- shinto







Dari: H. M. Nur Abdurahman mnur.abdurrah...@yahoo.co.id



Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com



Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 10:51:09



Judul: Re: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat 
Jumat



Perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan mengenai topik ini:



1) Seharusnya yang perlu dipertajam analisisnya adalah persoalan orientasi 
budaya seperti paternalistis, maternalistis, dan kesetaraan gender. Di Timur 
Tengah tempat Nabi Muhammad dibesarkan dan menyebarkan risalah Islam tidak 
dapat disangkal memiliki budaya yang kental banget sifat paternalistis 
(patriarchat), di mana untuk posisi publik hanya memberikan kesempatan luas 
untuk kaum pria untuk boleh tampil dan berperan besar di muka umum, sementara 
wanita tidak mendapat tempat sejajar dengan pria. Untuk di timur tengah dan 
sekitarnya, umat islam tidak akan mempermasalahkan apabila imam shalat 
berjamaah dan khatib jum'at adalah seorang laki-laki. Begitu pula umat islam di 
melayu dan sekitarnya yang juga paternalistis (patriarchat) tidak mempersoalkan 
imam pria, justru akan mempermasalah imam (shalat berjamaah) berjenis kelamin 
perempuan. Bagaimana dengan umat islam yang hidup di tradisi eropa dan america 
yang tidak bercorak paternalistis atau tidak



patriarchat ?? mereka menjunjung kesetaraan gender, jadi amat merasa aneh di 
kalangan mereka ketika islam dipahami menolak kepemimpinan perempuan di segala 
bidang hanya karena alasan jenis kelamin. 



#



HMNA:



Contoh kasus di atas itu tidak valid untuk dibuat rampatan (generalisasi). 
Mengapa? Karena:



= pertama, dalam masyarakat Minang yang matriarkhat tidak pernah ada dalam 
sejarah merasa aneh Imam shalat itu laki-laki, tidak pernah ada tuntutan agar 
perempuanpun bisa jadi imam shalat. 



= kedua, juga tidak boleh mengambil rampatan (generalisasi) masyarakat Eropa. 
Itu ummat Katholik di Italia (Italia itu Erops lho) tidak ada pastor perempuan. 



= ketiga, itu Aminah Wadud yang mempelopori Imam dan Khatib perempuan bukan 
dari sononya anggota masyarakat Amerika, dia itu emigran. Jadi tidak boleh 
lantas buat kesimpulan ummat Islam Amerika yang merasa aneh, mereka sekitar 90 
orang yang berhasil dikompori si emigran Aminah Wadud.



= keempat, tidak benar kesetaraan gender itu merupakan tradisi dalam karangan 
masyarakat Eropa dan Amerika. Itu belum pernah dibuktikan dengan penelitian, 
itu cuma asumsi doang. Secara matematis asumsi tidak boleh dijadikan postulat.



#



Nah pertanyaan mendasar adalah ketika Rasulullah Muhammad SAW tidak 
mencontohkan imam shalat/khatib jum'at perempuan, apakah lantas umat islam di 
eropa dan amerika diminta menanggalkan tradisi kesetaraan gender berpindah 
kepada tradisi patriarchart atau paternalistis ala timteng saja ?? Lantas apa 
makna islam sholeh ala kulli

Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat

2010-06-13 Terurut Topik encosid
setahu saya ketentuan pemimpin agama adalah lelaki tidak hanya di Islam
- katolik
- protestan
- hindu
- budha
- shinto





Dari: H. M. Nur Abdurahman mnur.abdurrah...@yahoo.co.id
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 10:51:09
Judul: Re: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat 
Jumat

  
Perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan mengenai topik ini:

1) Seharusnya yang perlu dipertajam analisisnya adalah persoalan orientasi 
budaya seperti paternalistis, maternalistis, dan kesetaraan gender. Di Timur 
Tengah tempat Nabi Muhammad dibesarkan dan menyebarkan risalah Islam tidak 
dapat disangkal memiliki budaya yang kental banget sifat paternalistis 
(patriarchat), di mana untuk posisi publik hanya memberikan kesempatan luas 
untuk kaum pria untuk boleh tampil dan berperan besar di muka umum, sementara 
wanita tidak mendapat tempat sejajar dengan pria. Untuk di timur tengah dan 
sekitarnya, umat islam tidak akan mempermasalahkan apabila imam shalat 
berjamaah dan khatib jum'at adalah seorang laki-laki. Begitu pula umat islam di 
melayu dan sekitarnya yang juga paternalistis (patriarchat) tidak mempersoalkan 
imam pria, justru akan mempermasalah imam (shalat berjamaah) berjenis kelamin 
perempuan. Bagaimana dengan umat islam yang hidup di tradisi eropa dan america 
yang tidak bercorak paternalistis atau tidak
 patriarchat ?? mereka menjunjung kesetaraan gender, jadi amat merasa aneh di 
kalangan mereka ketika islam dipahami menolak kepemimpinan perempuan di segala 
bidang hanya karena alasan jenis kelamin. 
#
HMNA:
Contoh kasus di atas itu tidak valid untuk dibuat rampatan (generalisasi). 
Mengapa? Karena:

= pertama, dalam masyarakat Minang yang matriarkhat tidak pernah ada dalam 
sejarah merasa aneh Imam shalat itu laki-laki, tidak pernah ada tuntutan agar 
perempuanpun bisa jadi imam shalat. 

= kedua, juga tidak boleh mengambil rampatan (generalisasi) masyarakat Eropa. 
Itu ummat Katholik di Italia (Italia itu Erops lho) tidak ada pastor perempuan. 

= ketiga, itu Aminah Wadud yang mempelopori Imam dan Khatib perempuan bukan 
dari sononya anggota masyarakat Amerika, dia itu emigran. Jadi tidak boleh 
lantas buat kesimpulan ummat Islam Amerika yang merasa aneh, mereka sekitar 90 
orang yang berhasil dikompori si emigran Aminah Wadud.

= keempat, tidak benar kesetaraan gender itu merupakan tradisi dalam karangan 
masyarakat Eropa dan Amerika. Itu belum pernah dibuktikan dengan penelitian, 
itu cuma asumsi doang. Secara matematis asumsi tidak boleh dijadikan postulat.
#

Nah pertanyaan mendasar adalah ketika Rasulullah Muhammad SAW tidak 
mencontohkan imam shalat/khatib jum'at perempuan, apakah lantas umat islam di 
eropa dan amerika diminta menanggalkan tradisi kesetaraan gender berpindah 
kepada tradisi patriarchart atau paternalistis ala timteng saja ?? Lantas apa 
makna islam sholeh ala kulli zaman wa makaan baik dan cocok dengan segala era 
dan tempat ?? Apa makna bahwa qur'an itu tidak hampa budaya ?? atau bagaimana 
dengan pendapat bahwa implementasi ajaran islam oleh Nabi Muhammad dibatasi 
oleh waktu dan tempat ??

2) betul, memang faktanya bahwa fiqh mainstream yang dikembangkan dan diajarkan 
sejak kecil selalu disebutkan kaidah bahwa untuk urusan duniawiah boleh 
berkreasi sepanjang tidak ada larangan, sementara untuk perkara ibadah mahdhah 
berlaku kaidah kerjakan sesuai yang diperintahkan dan dicontohkan, tidak boleh 
berkreasi atau berinovasi.

Untuk persoalan kontemporer menjadi debatable karena tidak semua kejadian di 
masa sekarang ini dapat terakomodasi oleh praktek yang dicontohkan nabi 
Muhammad SAW saja yang situasi zamannya jauh berbeda dengan era sekarang, 
seperti zakat organisasi, zakat profesi, donor (darah = ingat Buya Hamka itu 
pernah bertekad lebih memilih mati daripada ditransfusi dara orang lain, 
jantung, ginjal, sperma, bayi tabung dsb), shalat di kutub utara atau selatan 
yang limitasi waktunya amat ekstrim, puasa di di kutub utara yang kadangkala 
siang amat panjang lebih dari 15 jam sementara malam amat pendek atau 
sebaliknya, termasuk persoalan implemetasi riba di zaman modern sekarang dan 
transaksi jual beli modern dsb dsb.

3) tidak seharusnya membahas fenomena itu dengan penuh curiga dan penuh 
kebencian (seperti stempel musang berbulu domba, tidak perlu diajak diskusi, 
karena sudah jelas sesat dan menyesatkan), penuh sikap sombong (meremehkan 
orang seperti aminah wadud dan Rahel Reza sebagai orang atau intelektual 
asal-asalan alias bodoh, tidak mengerti agama islam dengan baik dsb) hanya 
karena sikap keislaman yang ditampilkan oleh si pelaku berbeda dengan pemahaman 
islam mainstream. Ini jadi kontra produktif. Walaupun sepertinya tidak ada 
titik