Re: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat
Pak, ini sekedar info saja, pemimpin gereja Anglikan kalau tidak salah kepala negara Inggris/ Britania Raya. Sekarang kepala Britania Raya adalah Ratu Elizabeth, seorang perempuan. Salam, WALUYA --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, encosid enco...@... wrote: setahu saya ketentuan pemimpin agama adalah lelaki tidak hanya di Islam - katolik - protestan - hindu - budha - shinto Dari: H. M. Nur Abdurahman mnur.abdurrah...@... Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 10:51:09 Judul: Re: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan mengenai topik ini: 1) Seharusnya yang perlu dipertajam analisisnya adalah persoalan orientasi budaya seperti paternalistis, maternalistis, dan kesetaraan gender. Di Timur Tengah tempat Nabi Muhammad dibesarkan dan menyebarkan risalah Islam tidak dapat disangkal memiliki budaya yang kental banget sifat paternalistis (patriarchat), di mana untuk posisi publik hanya memberikan kesempatan luas untuk kaum pria untuk boleh tampil dan berperan besar di muka umum, sementara wanita tidak mendapat tempat sejajar dengan pria. Untuk di timur tengah dan sekitarnya, umat islam tidak akan mempermasalahkan apabila imam shalat berjamaah dan khatib jum'at adalah seorang laki-laki. Begitu pula umat islam di melayu dan sekitarnya yang juga paternalistis (patriarchat) tidak mempersoalkan imam pria, justru akan mempermasalah imam (shalat berjamaah) berjenis kelamin perempuan. Bagaimana dengan umat islam yang hidup di tradisi eropa dan america yang tidak bercorak paternalistis atau tidak patriarchat ?? mereka menjunjung kesetaraan gender, jadi amat merasa aneh di kalangan mereka ketika islam dipahami menolak kepemimpinan perempuan di segala bidang hanya karena alasan jenis kelamin. # HMNA: Contoh kasus di atas itu tidak valid untuk dibuat rampatan (generalisasi). Mengapa? Karena: = pertama, dalam masyarakat Minang yang matriarkhat tidak pernah ada dalam sejarah merasa aneh Imam shalat itu laki-laki, tidak pernah ada tuntutan agar perempuanpun bisa jadi imam shalat. = kedua, juga tidak boleh mengambil rampatan (generalisasi) masyarakat Eropa. Itu ummat Katholik di Italia (Italia itu Erops lho) tidak ada pastor perempuan. = ketiga, itu Aminah Wadud yang mempelopori Imam dan Khatib perempuan bukan dari sononya anggota masyarakat Amerika, dia itu emigran. Jadi tidak boleh lantas buat kesimpulan ummat Islam Amerika yang merasa aneh, mereka sekitar 90 orang yang berhasil dikompori si emigran Aminah Wadud. = keempat, tidak benar kesetaraan gender itu merupakan tradisi dalam karangan masyarakat Eropa dan Amerika. Itu belum pernah dibuktikan dengan penelitian, itu cuma asumsi doang. Secara matematis asumsi tidak boleh dijadikan postulat. # Nah pertanyaan mendasar adalah ketika Rasulullah Muhammad SAW tidak mencontohkan imam shalat/khatib jum'at perempuan, apakah lantas umat islam di eropa dan amerika diminta menanggalkan tradisi kesetaraan gender berpindah kepada tradisi patriarchart atau paternalistis ala timteng saja ?? Lantas apa makna islam sholeh ala kulli zaman wa makaan baik dan cocok dengan segala era dan tempat ?? Apa makna bahwa qur'an itu tidak hampa budaya ?? atau bagaimana dengan pendapat bahwa implementasi ajaran islam oleh Nabi Muhammad dibatasi oleh waktu dan tempat ?? 2) betul, memang faktanya bahwa fiqh mainstream yang dikembangkan dan diajarkan sejak kecil selalu disebutkan kaidah bahwa untuk urusan duniawiah boleh berkreasi sepanjang tidak ada larangan, sementara untuk perkara ibadah mahdhah berlaku kaidah kerjakan sesuai yang diperintahkan dan dicontohkan, tidak boleh berkreasi atau berinovasi. Untuk persoalan kontemporer menjadi debatable karena tidak semua kejadian di masa sekarang ini dapat terakomodasi oleh praktek yang dicontohkan nabi Muhammad SAW saja yang situasi zamannya jauh berbeda dengan era sekarang, seperti zakat organisasi, zakat profesi, donor (darah = ingat Buya Hamka itu pernah bertekad lebih memilih mati daripada ditransfusi dara orang lain, jantung, ginjal, sperma, bayi tabung dsb), shalat di kutub utara atau selatan yang limitasi waktunya amat ekstrim, puasa di di kutub utara yang kadangkala siang amat panjang lebih dari 15 jam sementara malam amat pendek atau sebaliknya, termasuk persoalan implemetasi riba di zaman modern sekarang dan transaksi jual beli modern dsb dsb. 3) tidak seharusnya membahas fenomena itu dengan penuh curiga dan penuh kebencian (seperti stempel musang berbulu domba, tidak perlu diajak diskusi, karena sudah jelas sesat dan
Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat
Pemimpin agama jenis kelamin perempuan tidak hanya kontroversi di Islam tetapi juga ada di agama lain, silakan access tautan berikut ini : http://translate.google.co.id/translate?hl=idlangpair=en|idu=http://en.wikipedia.org/wiki/Ordination_of_women Wassalam Abdul Mu'iz --- Pada Sen, 14/6/10, encosid enco...@yahoo.com menulis: Dari: encosid enco...@yahoo.com Judul: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 14 Juni, 2010, 11:16 AM setahu saya ketentuan pemimpin agama adalah lelaki tidak hanya di Islam - katolik - protestan - hindu - budha - shinto Dari: H. M. Nur Abdurahman mnur.abdurrah...@yahoo.co.id Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 10:51:09 Judul: Re: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan mengenai topik ini: 1) Seharusnya yang perlu dipertajam analisisnya adalah persoalan orientasi budaya seperti paternalistis, maternalistis, dan kesetaraan gender. Di Timur Tengah tempat Nabi Muhammad dibesarkan dan menyebarkan risalah Islam tidak dapat disangkal memiliki budaya yang kental banget sifat paternalistis (patriarchat), di mana untuk posisi publik hanya memberikan kesempatan luas untuk kaum pria untuk boleh tampil dan berperan besar di muka umum, sementara wanita tidak mendapat tempat sejajar dengan pria. Untuk di timur tengah dan sekitarnya, umat islam tidak akan mempermasalahkan apabila imam shalat berjamaah dan khatib jum'at adalah seorang laki-laki. Begitu pula umat islam di melayu dan sekitarnya yang juga paternalistis (patriarchat) tidak mempersoalkan imam pria, justru akan mempermasalah imam (shalat berjamaah) berjenis kelamin perempuan. Bagaimana dengan umat islam yang hidup di tradisi eropa dan america yang tidak bercorak paternalistis atau tidak patriarchat ?? mereka menjunjung kesetaraan gender, jadi amat merasa aneh di kalangan mereka ketika islam dipahami menolak kepemimpinan perempuan di segala bidang hanya karena alasan jenis kelamin. # HMNA: Contoh kasus di atas itu tidak valid untuk dibuat rampatan (generalisasi). Mengapa? Karena: = pertama, dalam masyarakat Minang yang matriarkhat tidak pernah ada dalam sejarah merasa aneh Imam shalat itu laki-laki, tidak pernah ada tuntutan agar perempuanpun bisa jadi imam shalat. = kedua, juga tidak boleh mengambil rampatan (generalisasi) masyarakat Eropa. Itu ummat Katholik di Italia (Italia itu Erops lho) tidak ada pastor perempuan. = ketiga, itu Aminah Wadud yang mempelopori Imam dan Khatib perempuan bukan dari sononya anggota masyarakat Amerika, dia itu emigran. Jadi tidak boleh lantas buat kesimpulan ummat Islam Amerika yang merasa aneh, mereka sekitar 90 orang yang berhasil dikompori si emigran Aminah Wadud. = keempat, tidak benar kesetaraan gender itu merupakan tradisi dalam karangan masyarakat Eropa dan Amerika. Itu belum pernah dibuktikan dengan penelitian, itu cuma asumsi doang. Secara matematis asumsi tidak boleh dijadikan postulat. # Nah pertanyaan mendasar adalah ketika Rasulullah Muhammad SAW tidak mencontohkan imam shalat/khatib jum'at perempuan, apakah lantas umat islam di eropa dan amerika diminta menanggalkan tradisi kesetaraan gender berpindah kepada tradisi patriarchart atau paternalistis ala timteng saja ?? Lantas apa makna islam sholeh ala kulli zaman wa makaan baik dan cocok dengan segala era dan tempat ?? Apa makna bahwa qur'an itu tidak hampa budaya ?? atau bagaimana dengan pendapat bahwa implementasi ajaran islam oleh Nabi Muhammad dibatasi oleh waktu dan tempat ?? 2) betul, memang faktanya bahwa fiqh mainstream yang dikembangkan dan diajarkan sejak kecil selalu disebutkan kaidah bahwa untuk urusan duniawiah boleh berkreasi sepanjang tidak ada larangan, sementara untuk perkara ibadah mahdhah berlaku kaidah kerjakan sesuai yang diperintahkan dan dicontohkan, tidak boleh berkreasi atau berinovasi. Untuk persoalan kontemporer menjadi debatable karena tidak semua kejadian di masa sekarang ini dapat terakomodasi oleh praktek yang dicontohkan nabi Muhammad SAW saja yang situasi zamannya jauh berbeda dengan era sekarang, seperti zakat organisasi, zakat profesi, donor (darah = ingat Buya Hamka itu pernah bertekad lebih memilih mati daripada ditransfusi dara orang lain, jantung, ginjal, sperma, bayi tabung dsb), shalat di kutub utara atau selatan yang limitasi waktunya amat ekstrim, puasa di di kutub utara yang kadangkala siang amat panjang lebih dari 15 jam sementara malam amat pendek atau sebaliknya, termasuk persoalan implemetasi riba di
Bls: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat
mohon rujukannya Dari: Waluya wal...@plasa.com Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 13:16:01 Judul: Re: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Pak, ini sekedar info saja, pemimpin gereja Anglikan kalau tidak salah kepala negara Inggris/ Britania Raya. Sekarang kepala Britania Raya adalah Ratu Elizabeth, seorang perempuan. Salam, WALUYA --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, encosid enco...@... wrote: setahu saya ketentuan pemimpin agama adalah lelaki tidak hanya di Islam - katolik - protestan - hindu - budha - shinto Dari: H. M. Nur Abdurahman mnur.abdurrah...@... Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 10:51:09 Judul: Re: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan mengenai topik ini: 1) Seharusnya yang perlu dipertajam analisisnya adalah persoalan orientasi budaya seperti paternalistis, maternalistis, dan kesetaraan gender. Di Timur Tengah tempat Nabi Muhammad dibesarkan dan menyebarkan risalah Islam tidak dapat disangkal memiliki budaya yang kental banget sifat paternalistis (patriarchat), di mana untuk posisi publik hanya memberikan kesempatan luas untuk kaum pria untuk boleh tampil dan berperan besar di muka umum, sementara wanita tidak mendapat tempat sejajar dengan pria. Untuk di timur tengah dan sekitarnya, umat islam tidak akan mempermasalahkan apabila imam shalat berjamaah dan khatib jum'at adalah seorang laki-laki. Begitu pula umat islam di melayu dan sekitarnya yang juga paternalistis (patriarchat) tidak mempersoalkan imam pria, justru akan mempermasalah imam (shalat berjamaah) berjenis kelamin perempuan. Bagaimana dengan umat islam yang hidup di tradisi eropa dan america yang tidak bercorak paternalistis atau tidak patriarchat ?? mereka menjunjung kesetaraan gender, jadi amat merasa aneh di kalangan mereka ketika islam dipahami menolak kepemimpinan perempuan di segala bidang hanya karena alasan jenis kelamin. # HMNA: Contoh kasus di atas itu tidak valid untuk dibuat rampatan (generalisasi). Mengapa? Karena: = pertama, dalam masyarakat Minang yang matriarkhat tidak pernah ada dalam sejarah merasa aneh Imam shalat itu laki-laki, tidak pernah ada tuntutan agar perempuanpun bisa jadi imam shalat. = kedua, juga tidak boleh mengambil rampatan (generalisasi) masyarakat Eropa. Itu ummat Katholik di Italia (Italia itu Erops lho) tidak ada pastor perempuan. = ketiga, itu Aminah Wadud yang mempelopori Imam dan Khatib perempuan bukan dari sononya anggota masyarakat Amerika, dia itu emigran. Jadi tidak boleh lantas buat kesimpulan ummat Islam Amerika yang merasa aneh, mereka sekitar 90 orang yang berhasil dikompori si emigran Aminah Wadud. = keempat, tidak benar kesetaraan gender itu merupakan tradisi dalam karangan masyarakat Eropa dan Amerika. Itu belum pernah dibuktikan dengan penelitian, itu cuma asumsi doang. Secara matematis asumsi tidak boleh dijadikan postulat. # Nah pertanyaan mendasar adalah ketika Rasulullah Muhammad SAW tidak mencontohkan imam shalat/khatib jum'at perempuan, apakah lantas umat islam di eropa dan amerika diminta menanggalkan tradisi kesetaraan gender berpindah kepada tradisi patriarchart atau paternalistis ala timteng saja ?? Lantas apa makna islam sholeh ala kulli zaman wa makaan baik dan cocok dengan segala era dan tempat ?? Apa makna bahwa qur'an itu tidak hampa budaya ?? atau bagaimana dengan pendapat bahwa implementasi ajaran islam oleh Nabi Muhammad dibatasi oleh waktu dan tempat ?? 2) betul, memang faktanya bahwa fiqh mainstream yang dikembangkan dan diajarkan sejak kecil selalu disebutkan kaidah bahwa untuk urusan duniawiah boleh berkreasi sepanjang tidak ada larangan, sementara untuk perkara ibadah mahdhah berlaku kaidah kerjakan sesuai yang diperintahkan dan dicontohkan, tidak boleh berkreasi atau berinovasi. Untuk persoalan kontemporer menjadi debatable karena tidak semua kejadian di masa sekarang ini dapat terakomodasi oleh praktek yang dicontohkan nabi Muhammad SAW saja yang situasi zamannya jauh berbeda dengan era sekarang, seperti zakat organisasi, zakat profesi, donor (darah = ingat Buya Hamka itu pernah bertekad lebih memilih mati daripada ditransfusi dara orang lain, jantung, ginjal, sperma, bayi tabung dsb), shalat di kutub utara atau selatan yang limitasi waktunya amat ekstrim, puasa di di kutub utara yang kadangkala siang amat panjang lebih dari 15 jam sementara malam amat pendek atau sebaliknya, termasuk persoalan implemetasi riba di zaman
Bls: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat
http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Inggris Raja atau Ratu Britania (sekarang ini Elizabeth II), secara konstitusional memegang gelar sebagai Pemimpin Tertinggi Gereja Inggris. Namun pada praktiknya, kepemimpinan administratif gereja berada di tangan Uskup Agung Canterbury. Komuni Anglikan sedunia yang terdiri atas gereja-gereja nasional atau regional yang independen mengakui Uskup Agung Canterbury sebagai semacam pemimpin 'simbolik'. Dr. Rowan Williams telah menjadi Uskup Agung Canterbury sejak 2002. Dari: Abdul Muiz mui...@yahoo.com Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 13:21:09 Judul: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Pemimpin agama jenis kelamin perempuan tidak hanya kontroversi di Islam tetapi juga ada di agama lain, silakan access tautan berikut ini : http://translate.google.co.id/translate?hl=idlangpair=en|idu=http://en.wikipedia.org/wiki/Ordination_of_women Wassalam Abdul Mu'iz --- Pada Sen, 14/6/10, encosid enco...@yahoo.com menulis: Dari: encosid enco...@yahoo.com Judul: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 14 Juni, 2010, 11:16 AM setahu saya ketentuan pemimpin agama adalah lelaki tidak hanya di Islam - katolik - protestan - hindu - budha - shinto Dari: H. M. Nur Abdurahman mnur.abdurrah...@yahoo.co.id Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 10:51:09 Judul: Re: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan mengenai topik ini: 1) Seharusnya yang perlu dipertajam analisisnya adalah persoalan orientasi budaya seperti paternalistis, maternalistis, dan kesetaraan gender. Di Timur Tengah tempat Nabi Muhammad dibesarkan dan menyebarkan risalah Islam tidak dapat disangkal memiliki budaya yang kental banget sifat paternalistis (patriarchat), di mana untuk posisi publik hanya memberikan kesempatan luas untuk kaum pria untuk boleh tampil dan berperan besar di muka umum, sementara wanita tidak mendapat tempat sejajar dengan pria. Untuk di timur tengah dan sekitarnya, umat islam tidak akan mempermasalahkan apabila imam shalat berjamaah dan khatib jum'at adalah seorang laki-laki. Begitu pula umat islam di melayu dan sekitarnya yang juga paternalistis (patriarchat) tidak mempersoalkan imam pria, justru akan mempermasalah imam (shalat berjamaah) berjenis kelamin perempuan. Bagaimana dengan umat islam yang hidup di tradisi eropa dan america yang tidak bercorak paternalistis atau tidak patriarchat ?? mereka menjunjung kesetaraan gender, jadi amat merasa aneh di kalangan mereka ketika islam dipahami menolak kepemimpinan perempuan di segala bidang hanya karena alasan jenis kelamin. # HMNA: Contoh kasus di atas itu tidak valid untuk dibuat rampatan (generalisasi). Mengapa? Karena: = pertama, dalam masyarakat Minang yang matriarkhat tidak pernah ada dalam sejarah merasa aneh Imam shalat itu laki-laki, tidak pernah ada tuntutan agar perempuanpun bisa jadi imam shalat. = kedua, juga tidak boleh mengambil rampatan (generalisasi) masyarakat Eropa. Itu ummat Katholik di Italia (Italia itu Erops lho) tidak ada pastor perempuan. = ketiga, itu Aminah Wadud yang mempelopori Imam dan Khatib perempuan bukan dari sononya anggota masyarakat Amerika, dia itu emigran. Jadi tidak boleh lantas buat kesimpulan ummat Islam Amerika yang merasa aneh, mereka sekitar 90 orang yang berhasil dikompori si emigran Aminah Wadud. = keempat, tidak benar kesetaraan gender itu merupakan tradisi dalam karangan masyarakat Eropa dan Amerika. Itu belum pernah dibuktikan dengan penelitian, itu cuma asumsi doang. Secara matematis asumsi tidak boleh dijadikan postulat. # Nah pertanyaan mendasar adalah ketika Rasulullah Muhammad SAW tidak mencontohkan imam shalat/khatib jum'at perempuan, apakah lantas umat islam di eropa dan amerika diminta menanggalkan tradisi kesetaraan gender berpindah kepada tradisi patriarchart atau paternalistis ala timteng saja ?? Lantas apa makna islam sholeh ala kulli zaman wa makaan baik dan cocok dengan segala era dan tempat ?? Apa makna bahwa qur'an itu tidak hampa budaya ?? atau bagaimana dengan pendapat bahwa implementasi ajaran islam oleh Nabi Muhammad dibatasi oleh waktu dan tempat ?? 2) betul, memang faktanya bahwa fiqh mainstream yang dikembangkan dan diajarkan sejak kecil selalu disebutkan kaidah bahwa untuk urusan duniawiah boleh berkreasi sepanjang tidak ada larangan, sementara untuk perkara ibadah mahdhah berlaku kaidah kerjakan sesuai yang diperintahkan dan dicontohkan, tidak
Bls: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat
Mas Encosid apa tidak tahu ada uskup wanita pertama di Polandia yang bernama Izabela Wiłucka-Kowalska - uskup-wanita pertama di Polandia (1929) ?? Wassalam Abdul Mu'iz --- Pada Sen, 14/6/10, encosid enco...@yahoo.com menulis: Dari: encosid enco...@yahoo.com Judul: Bls: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 14 Juni, 2010, 1:30 PM http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Inggris Raja atau Ratu Britania (sekarang ini Elizabeth II), secara konstitusional memegang gelar sebagai Pemimpin Tertinggi Gereja Inggris. Namun pada praktiknya, kepemimpinan administratif gereja berada di tangan Uskup Agung Canterbury. Komuni Anglikan sedunia yang terdiri atas gereja-gereja nasional atau regional yang independen mengakui Uskup Agung Canterbury sebagai semacam pemimpin 'simbolik'. Dr. Rowan Williams telah menjadi Uskup Agung Canterbury sejak 2002. Dari: Abdul Muiz mui...@yahoo.com Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 13:21:09 Judul: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Pemimpin agama jenis kelamin perempuan tidak hanya kontroversi di Islam tetapi juga ada di agama lain, silakan access tautan berikut ini : http://translate.google.co.id/translate?hl=idlangpair=en|idu=http://en.wikipedia.org/wiki/Ordination_of_women Wassalam Abdul Mu'iz --- Pada Sen, 14/6/10, encosid enco...@yahoo.com menulis: Dari: encosid enco...@yahoo.com Judul: Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 14 Juni, 2010, 11:16 AM setahu saya ketentuan pemimpin agama adalah lelaki tidak hanya di Islam - katolik - protestan - hindu - budha - shinto Dari: H. M. Nur Abdurahman mnur.abdurrah...@yahoo.co.id Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 10:51:09 Judul: Re: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan mengenai topik ini: 1) Seharusnya yang perlu dipertajam analisisnya adalah persoalan orientasi budaya seperti paternalistis, maternalistis, dan kesetaraan gender. Di Timur Tengah tempat Nabi Muhammad dibesarkan dan menyebarkan risalah Islam tidak dapat disangkal memiliki budaya yang kental banget sifat paternalistis (patriarchat), di mana untuk posisi publik hanya memberikan kesempatan luas untuk kaum pria untuk boleh tampil dan berperan besar di muka umum, sementara wanita tidak mendapat tempat sejajar dengan pria. Untuk di timur tengah dan sekitarnya, umat islam tidak akan mempermasalahkan apabila imam shalat berjamaah dan khatib jum'at adalah seorang laki-laki. Begitu pula umat islam di melayu dan sekitarnya yang juga paternalistis (patriarchat) tidak mempersoalkan imam pria, justru akan mempermasalah imam (shalat berjamaah) berjenis kelamin perempuan. Bagaimana dengan umat islam yang hidup di tradisi eropa dan america yang tidak bercorak paternalistis atau tidak patriarchat ?? mereka menjunjung kesetaraan gender, jadi amat merasa aneh di kalangan mereka ketika islam dipahami menolak kepemimpinan perempuan di segala bidang hanya karena alasan jenis kelamin. # HMNA: Contoh kasus di atas itu tidak valid untuk dibuat rampatan (generalisasi). Mengapa? Karena: = pertama, dalam masyarakat Minang yang matriarkhat tidak pernah ada dalam sejarah merasa aneh Imam shalat itu laki-laki, tidak pernah ada tuntutan agar perempuanpun bisa jadi imam shalat. = kedua, juga tidak boleh mengambil rampatan (generalisasi) masyarakat Eropa. Itu ummat Katholik di Italia (Italia itu Erops lho) tidak ada pastor perempuan. = ketiga, itu Aminah Wadud yang mempelopori Imam dan Khatib perempuan bukan dari sononya anggota masyarakat Amerika, dia itu emigran. Jadi tidak boleh lantas buat kesimpulan ummat Islam Amerika yang merasa aneh, mereka sekitar 90 orang yang berhasil dikompori si emigran Aminah Wadud. = keempat, tidak benar kesetaraan gender itu merupakan tradisi dalam karangan masyarakat Eropa dan Amerika. Itu belum pernah dibuktikan dengan penelitian, itu cuma asumsi doang. Secara matematis asumsi tidak boleh dijadikan postulat. # Nah pertanyaan mendasar adalah ketika Rasulullah Muhammad SAW tidak mencontohkan imam shalat/khatib jum'at perempuan, apakah lantas umat islam di eropa dan amerika diminta menanggalkan tradisi kesetaraan gender berpindah kepada tradisi patriarchart atau paternalistis ala timteng saja ?? Lantas apa makna islam sholeh ala kulli
Bls: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat
setahu saya ketentuan pemimpin agama adalah lelaki tidak hanya di Islam - katolik - protestan - hindu - budha - shinto Dari: H. M. Nur Abdurahman mnur.abdurrah...@yahoo.co.id Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 14 Juni, 2010 10:51:09 Judul: Re: [wanita-muslimah] Pandangan MUI tentang Perempuan Mengimami Shalat Jumat Perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan mengenai topik ini: 1) Seharusnya yang perlu dipertajam analisisnya adalah persoalan orientasi budaya seperti paternalistis, maternalistis, dan kesetaraan gender. Di Timur Tengah tempat Nabi Muhammad dibesarkan dan menyebarkan risalah Islam tidak dapat disangkal memiliki budaya yang kental banget sifat paternalistis (patriarchat), di mana untuk posisi publik hanya memberikan kesempatan luas untuk kaum pria untuk boleh tampil dan berperan besar di muka umum, sementara wanita tidak mendapat tempat sejajar dengan pria. Untuk di timur tengah dan sekitarnya, umat islam tidak akan mempermasalahkan apabila imam shalat berjamaah dan khatib jum'at adalah seorang laki-laki. Begitu pula umat islam di melayu dan sekitarnya yang juga paternalistis (patriarchat) tidak mempersoalkan imam pria, justru akan mempermasalah imam (shalat berjamaah) berjenis kelamin perempuan. Bagaimana dengan umat islam yang hidup di tradisi eropa dan america yang tidak bercorak paternalistis atau tidak patriarchat ?? mereka menjunjung kesetaraan gender, jadi amat merasa aneh di kalangan mereka ketika islam dipahami menolak kepemimpinan perempuan di segala bidang hanya karena alasan jenis kelamin. # HMNA: Contoh kasus di atas itu tidak valid untuk dibuat rampatan (generalisasi). Mengapa? Karena: = pertama, dalam masyarakat Minang yang matriarkhat tidak pernah ada dalam sejarah merasa aneh Imam shalat itu laki-laki, tidak pernah ada tuntutan agar perempuanpun bisa jadi imam shalat. = kedua, juga tidak boleh mengambil rampatan (generalisasi) masyarakat Eropa. Itu ummat Katholik di Italia (Italia itu Erops lho) tidak ada pastor perempuan. = ketiga, itu Aminah Wadud yang mempelopori Imam dan Khatib perempuan bukan dari sononya anggota masyarakat Amerika, dia itu emigran. Jadi tidak boleh lantas buat kesimpulan ummat Islam Amerika yang merasa aneh, mereka sekitar 90 orang yang berhasil dikompori si emigran Aminah Wadud. = keempat, tidak benar kesetaraan gender itu merupakan tradisi dalam karangan masyarakat Eropa dan Amerika. Itu belum pernah dibuktikan dengan penelitian, itu cuma asumsi doang. Secara matematis asumsi tidak boleh dijadikan postulat. # Nah pertanyaan mendasar adalah ketika Rasulullah Muhammad SAW tidak mencontohkan imam shalat/khatib jum'at perempuan, apakah lantas umat islam di eropa dan amerika diminta menanggalkan tradisi kesetaraan gender berpindah kepada tradisi patriarchart atau paternalistis ala timteng saja ?? Lantas apa makna islam sholeh ala kulli zaman wa makaan baik dan cocok dengan segala era dan tempat ?? Apa makna bahwa qur'an itu tidak hampa budaya ?? atau bagaimana dengan pendapat bahwa implementasi ajaran islam oleh Nabi Muhammad dibatasi oleh waktu dan tempat ?? 2) betul, memang faktanya bahwa fiqh mainstream yang dikembangkan dan diajarkan sejak kecil selalu disebutkan kaidah bahwa untuk urusan duniawiah boleh berkreasi sepanjang tidak ada larangan, sementara untuk perkara ibadah mahdhah berlaku kaidah kerjakan sesuai yang diperintahkan dan dicontohkan, tidak boleh berkreasi atau berinovasi. Untuk persoalan kontemporer menjadi debatable karena tidak semua kejadian di masa sekarang ini dapat terakomodasi oleh praktek yang dicontohkan nabi Muhammad SAW saja yang situasi zamannya jauh berbeda dengan era sekarang, seperti zakat organisasi, zakat profesi, donor (darah = ingat Buya Hamka itu pernah bertekad lebih memilih mati daripada ditransfusi dara orang lain, jantung, ginjal, sperma, bayi tabung dsb), shalat di kutub utara atau selatan yang limitasi waktunya amat ekstrim, puasa di di kutub utara yang kadangkala siang amat panjang lebih dari 15 jam sementara malam amat pendek atau sebaliknya, termasuk persoalan implemetasi riba di zaman modern sekarang dan transaksi jual beli modern dsb dsb. 3) tidak seharusnya membahas fenomena itu dengan penuh curiga dan penuh kebencian (seperti stempel musang berbulu domba, tidak perlu diajak diskusi, karena sudah jelas sesat dan menyesatkan), penuh sikap sombong (meremehkan orang seperti aminah wadud dan Rahel Reza sebagai orang atau intelektual asal-asalan alias bodoh, tidak mengerti agama islam dengan baik dsb) hanya karena sikap keislaman yang ditampilkan oleh si pelaku berbeda dengan pemahaman islam mainstream. Ini jadi kontra produktif. Walaupun sepertinya tidak ada titik