Hallo gank,...
Kalau membaca E-mail di bawah ini, sudah selayaknya kalau kita patut
bersyukur kepada Allah yang menciptakan diri kita dengan segala kelebihan
yang kita miliki di banding orang lain yang tidak memiliki..apapun itu
namanya.
Kita masih bisa berlatih, berlari kencang, berenang dan menyelam dengan
bebas, mendaki gunung, menyusur sungai dan pantai, melayang-layang di udara,
dsb... tanpa kita mengalami kendala yang berarti.
Mungkin kita akan merasa dunia seolah kiamat andaikata hoby atau kebiasaan
yang kita lakukan tiba-tiba tidak bisa lagi kita lakukan karena satu dan
lain hal. Namun jika kita menyimak cerita di bawah ini, rasanya kita sangat
kecil dan patut malu pada Mimin, lebih-lebih patut malu pada Allah Yang
Maha Segala-galanya jika kita hanya bisa menuntut dan menuntut saja.
Semoga cerita di bawah ini menjadi renungan di akhir pekan...
Salam
Asodik
-Original Message-
From: Gunawan BZ
Sent: Friday, 14 June 2002 1:42 PM
To: Suneng (erwin subiandhono [[EMAIL PROTECTED]]); Sodik
([EMAIL PROTECTED]); Pwr ([EMAIL PROTECTED]); Yunardi Yusuf
([EMAIL PROTECTED]); M. ASROF ([EMAIL PROTECTED]); Niken
([EMAIL PROTECTED]); Kordinal ([EMAIL PROTECTED]); Evita
([EMAIL PROTECTED])
Subject: FW: [daarut-tauhiid] DOA YANG SELALU DIKABULKAN
Kiriman dari: [EMAIL PROTECTED]
DOA YANG SELALU DIKABULKAN
(Helvy Tiana Rosa)
Pagi itu, 3 Mei 1998, dari Jakarta, saya diundang mengisi seminar di IAIN
Sunan Gunung Djati, Bandung. Saya duduk di bangku kedua ari depan sambil
menunggu kedatangan pembicara lain, Mimin Aminah, yang belum saya kenal.
Jam sembilan tepat, panitia menghampiri saya dan memperkenalkan ia yang
baru saja tiba. Saya segera berdiri menyambut senyumnya yang lebih dulu
merekah. Ia seorang yang bertubuh besar, ramah, dalam balutan gamis biru
dan jilbab putih yang cukup panjang. Kami berjabat tangan erat, dan saat
itu tegas dalam pandangan saya dua kruk (tongkat penyangga yang
dikenakan-nya) serta sepasang kaki lemah dan kecil yang ditutupi kaos kaki
putih. Sesaat batin saya hening, lalu melafazkan kalimat takbir dan
tasbih.
Saat acara seminar dimulai, saya mendapat giliran pertama. Saya bahagia
karena para peserta tampak antusias. Begitu juga ketika giliran Mimin tiba
Semua memperhatikan dengan seksama apa yang disampaikannya. Kata-kata yang
dikemukakannya indah dengan retorika yang menarik. Wawasannya luas,
pengamatannya akurat. Saya tengah memandang wajah dengan pipi merah jambu
itu saat Mimin berkata dengan nada datar. Saya diuji Allah dengan cacat
kaki ini seumur hidup saya. Ia tersenyum. Saya lahir dalam keadaan
seperti ini. Mungkin banyak orang akan pesimis menghadapi keadaan yang
demikian, tetapi sejak kecil saya telah memohon sesuatu pada Allah. Saya
berdoa agar saat orang lain melihat saya, tak ada yang diingat dan
disebutnya kecuali Allah, Ia terdiam sesaat dan kembali tersenyum. Ya,
agar mereka ingat Allah saat menatap saya. Itu saja.
Dulu tak ada orang yang menyangka bahwa ia akan bisa kuliah. Saya kuliah
di Fakultas Psikologi, katanya seraya menambahkan bahwa teman-teman pria
dan wanita di Universitas Islam Bandung-tempat kuliahnya itu-senantiasa
bergantian membantunya menaiki tangga bila kuliah diadakan di lantai dua
atau tiga. Bahkan mereka hafal jam datang serta jam mata kuliah yang
diikutinya. Di antara mereka ada yang membawakan sebelah tongkat saya,
ada yang memapah, ada juga yang menunggu di atas, kenangnya. Dan civitas
academica yang lain? Menurut Mimin ia sering mendengar orang
menyebut-nyebut nama Allah saat menatapnya. Mereka berkata: Ya Allah,
bisa juga ya dia kuliah, senyumnya mengembang lagi. Saya bahagia karena
mereka menyebut nama Allah. Bahkan ketika saya berhasil menamatkan kuliah,
keluarga, kerabat atau teman kembali memuji Allah. Alhamdulillah, Allah
memang Maha Besar. Begitu kata mereka.
Muslimah bersahaja kelahiran tahun 1966 ini juga berkata bahwa ia tak
pernah ber-mimpi akan ada lelaki yang mau mempersuntingnya. Kita tahu,
terkadang orang normal pun susah mendapatkan jodoh, apalagi seorang yang
cacat seperti saya. Ya tawakal saja. Makanya semua geger, ketika tahun
1993 ada seorang lelaki yang saleh, mapan dan normal melamarnya. Dan
lagi-lagi saat walimah, saya dengar banyak orang menyebut-nyebut nama
Allah dengan takjub. Allah itu maha kuasa, ya. Maha adil! Masya Allah,
Alhamdulillah, dan sebagainya, ujarnya penuh syukur.
Saya memandang Mimin dalam. Menyelami batinnya dengan mata mengembun.
Lalu saat saya hamil, hampir semua yang bertemu saya, bahkan orang yang
tak mengenal saya, menatap takjub seraya lagi-lagi mengagungkan asma
Allah. Ketika saya hamil besar, banyak orang menyarankan agar saya tidak
ke bidan, melainkan ke dokter untuk operasi. Bagaimanapun saat seorang ibu
melahirkan otot-otot panggul dan kaki sangat berperan. Namun saya pasrah.
Saya merasa tak ada masalah dan yakin bila Allah berkehendak semua akan
menjadi mudah. Dan Alhamdulillah, saya melahirkan