beritanya sangat bagus untuk kita renungkan, akan tetapi agak kurang etis 
sekiranya kita hanya bisa mencaci, tanpa berbuat sesuatu. Sebaiknya janganlah 
membicarakan orang lain sekiranya kita sendiri dalam posisi yang sama akan 
melakukan kesalahan yang sama. Marilah kita koreksi diri kita masing-masing. 
Apa yang dapat kita laksanakan pada saat ini untuk semua.
Mari.
mohon maaf bila kurang berkenan.
ezga

> 
> To : All
> 
> Ini bukan hanya sekedar wacana, tapi bisa dijadikan bahan investigasi !?
> 
> Cheers
> Tatang Juhatta
> 
> Majalah TEMPO  No. 30/XXXI/23 - 30 September 2002
>            >
>            > Laporan Khusus
>            > Hura-Hura di Wisma Danamon
>            >
>            > Inilah pengeluaran ala BPPN: untuk mempercantik  kantor ketua
> dan
>            > wakilnya Rp 1,2 miliar, renovasi ruangan Rp 2 miliar, dan Rp
> 20 juta
>            > sebulan untuk peluru latihan menembak. DUA tahun silam,
> seorang ahli
>            > keuangan yang lama malang-melintang di mancanegara dibuat
>            > terbengong-bengong oleh perlakuan istimewa yang diterimanya di
> negeri
>            > sendiri, yang jelas-jelas sedang dilanda krisis ekonomi.
> Ketika itu ia
>            > dikontrak untuk mengepalai sebuah unit khusus di Badan
> Penyehatan
>            > Perbankan Nasional. Bukan dampak krisis berupa gunungan
> pekerjaan yang
>            > jadi penyebabnya. Yang bikin ia melongo adalah ruang kerjanya
> yang
>            > superluks, lapang, dan sejuk, dengan mebel kelas satu plus
> kamar mandi
>            > pribadi. Mirip ruang kerja seorang CEO di negara maju. "Itu
> kantor
>            > termewah yang pernah saya tempati," katanya terus terang. Yang
>            > membuatnya lebih takjub ialah betapa kamar mengkilap itu masih
> juga
>            > bolak-balik dipermak. Sekali waktu karpetnya diganti, kali
> lain pegangan
>            > pintunya dipercantik dengan gerendel dari jenis brons. "Mereka
> terus
>            > melakukan renovasi," tuturnya sambil geleng-geleng kepala.
>            >
>            > Kisah itu bukanlah dongeng di siang bolong. Data keuangan
> autentik yang
>            > diperoleh TEMPO menunjukkan betapa kas Badan Penyehatan
> Perbankan
>            > Nasional (BPPN), yang notabene berisi duit negara, telah
>            > dihambur-hamburkan dalam skala mencengangkan. Salah satu yang
> paling
>            > mencolok adalah sebuah proyek besar yang masih berlangsung
> hingga kini:
>            > mendandani ruang kerja Ketua BPPN Syafruddin Temenggung dan
> wakilnya,
>            > Sri Sumantri Slamet, di lantai 24 dan 30 Wisma Danamon Aetna
> Life. Biaya
>            > renovasinya: Rp 1,2 miliar. Perlu dicatat, ongkos ini setara
> dengan
>            > biaya pembangunan 16 gedung sekolah dasar negeri atau 48
> puskesmas di
>            > pelosok desa. Lebih "hebat" lagi, renovasi ini dilakukan bukan
> karena
>            > selama ini bagi Syaf dan Sumantri hanya tersedia tikar
> selembar. Ruang
>            > kerja ketua sebelumnya, I Putu Gde Ary Suta, di lantai 30
> Wisma Danamon
>            > Anggana, sesungguhnya tak kurang mewah karena dipermak lagi
> begitu Putu
>            > dilantik. Sebelumnya kamar ini diwarisi Putu dari
> pendahulunya,Cacuk
>            > Sudarijanto, dan juga telah direnovasi begitu Cacuk berkantor
> di situ.
>            > Celakanya, hobi permak gedung ini sudah menjadi
> kebiasaan-kalau tak mau
>            > dikatakan sudah mewabah. Data menunjukkan, dalam tempo satu
> setengah
>            > tahun-dari Januari tahun lalu sampai Juni kemarin-beberapa
> divisi juga
>            > main rombak sana rombak sini.
>            >
>            > Total nilainya Rp 2 miliar. Ini jelas pemborosan luar biasa,
> kata sumber
>            > TEMPO. Wisma Danamon bukanlah sebuah bangunan lapuk yang perlu
>            > sebentar-sebentar ditambal agar tak bocor di kala hujan.
> Gedung ini
>            > adalah sebuah pencakar langit super-mentereng di kawasan elite
> Sudirman,
>            > Jakarta, yang baru ditempati empat tahun lalu. Pengecekan
> TEMPO
>            > menunjukkan, data pengeluaran duit itu autentik. Kontraktor PT
> Batara
>            > Mega Krida Kencana mengakui memang telah merenovasi kantor
> Ketua dan
>            > Wakil Ketua BPPN. "Benar, sekitar empat bulan lalu. Salah
> satunya kantor
>            > Pak Syaf," kata Henry, bos Batara. Ada dua ruangan yang
> dipermak,>
>            > masing-masing seluas 250 meter persegi, meliputi pengerjaan
> plafon,
>            > dinding, dan lantai. Konfirmasi juga didapat  dari PT
> Caturgriya
>            > Naradipa. Budiawan, pemimpin proyek, menyatakan perusahaannya
> pernah
>            > mendapat proyek renovasi interior di lantai 28 dan 31 Anggana
> serta
>            > lantai 2 dan 15 Aetna. Pekerjaan di dua lantai terakhir makan
> biaya
>            > paling besar, sekitar Rp 3 miliar, meliputi penggantian pintu,
> lantai,
>            > dinding, hingga mebel. "Ada beberapa ruangan yang sebenarnya
> masih
>            > bagus," kata Budiawan, "Tapi katanya tidak sesuai dengan
> selera dan
>            > minta dibuatkan baru." Selain soal permak kantor, banyak hal
> "ajaib"
>            > lain yang dibebankan ke kas BPPN. Salah satunya adalah
> pembelian
>            > senjata, berikut pelurunya, untuk Putu Ary Suta-saat ia duduk
> di kursi
>            > ketua. Dan nilainya pun "nauzubilah". Pada 9 Maret lalu,
> misalnya,
>            > tercatat pengeluaran Rp 1,5 juta untuk pembelian 100 butir
> pelor. Ada
>            > apa gerangan? Ada yang mengancam jiwa Putu?
>            >
>            > Sama sekali tidak. Ternyata peluru itu buat dia berlatih
> menembak.
>            > Dan Putu getol betul menyalakkan pistolnya. Tiap bulan,
> setidaknya Rp 20,3
>            > juta mesti dirogoh untuk membeli 1.600 butir peluru, khusus
> buat bos
>            > BPPN yang juga mengembangkan hobi mengoleksi kendaraan militer
> itu.
>            > Putu menjabat selama 10 bulan. Jadi, berapa total duit yang
> dihamburkan
>            buat
>            > urusan tembak-menembak ini, silakan dikalkulasi sendiri. Kas
> BPPN
>            > menyediakan segalanya. Kartu Halo nomor "cantik" senilai 600
> ribu perak
>            > pun bisa dibeli pakai duit negara. Salah satunya tertera dalam
> surat
>            > permintaan bernomor 0483/PNAT/HRD/0302 pada Maret kemarin.
> Surat itu
>            > menyebutkan kartu telepon seluler ini dibeli untuk Wakil Ketua
> Sri
>            > Sumantri, yang konon bergaji Rp 150 juta sebulan dan merupakan
> pejabat
>            > BPPN tersugih dengan kekayaan senilai Rp 13,8 miliar plus US$
> 76 ribu.
>            > Upah petinggi BPPN memang setinggi langit. Ketua BPPN Cacuk
> Sudarijanto
>            > mengaku beroleh gaji pokok Rp 75 juta. Ini di luar macam-macam
>            > tunjangan: Rp 15 juta uang bensin bulanan dan Rp 200 juta
> ongkos kontrak
>            > rumah setahun. Selain itu, ia juga masih menikmati pesangon
> sekitar Rp
>            > 400 juta, yang didapat dari klaim asuransi jabatan dalam
> bentuk dolar
>            > dan dinikmati mulai dari jajaran deputi BPPN. Asas pemerataan
> juga
>            > berlaku di BPPN. Paling tidak, untuk jajaran menengah dan
> bawah, duit
>            > digelontorkan buat pesta-pora. Hal itu terjadi sewaktu
> memperingati
>            > Proklamasi, ketika sebuah pesta rutin digelar. Tahun ini ia
> diberi tajuk
>            > "Gebyar Tujuh Belasan". Acara bergoyang-ria itu diadakan di
> suatu malam
>            > Minggu, 31 Agustus lalu, di Gedung Patra Jasa, Jakarta.
> Semalam suntuk,
>            > sekitar 1.000 staf BPPN dihibur artis top sekelas Rita Effendi
> dan Cici
>            > Paramida, seraya diiringi band Purwacaraka. Acara semacam ini,
> menurut
>            > kalkulasi seorang manajer event organizer, setidaknya menyedot
> dana Rp
>            > 200 juta. Tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan pun termasuk
> yang
>            > kecipratan fulus. Selama pemeriksaan digelar, tiap suap
> makanan mereka
>            > ternyata selalu dibayari oleh lembaga yang mestinya galak
> dipelototi
>            > itu. Untuk pos ini tercatat ada pengeluaran senilai Rp 235
> juta.
>            > Bambang Wahyudi, anggota Badan Pemeriksa, mengakui pihaknya
> secara rutin
>            > mendapat "uang makan" dari BPPN meski tiap hari pun mereka
> telah beroleh
>            > ongkos jalan Rp 15 ribu per orang dari Badan Pemeriksa. Tapi,
> katanya
>            > lagi, "Ini kan biasa, tak akan mempengaruhi pemeriksaan."
> Dompet BPPN
>            > juga tercatat menyalurkan Rp 123,5 juta sebagai "dana
> operasional
>            > Komando Daerah Militer (Kodam) Jaya". Di antaranya, setoran
> untuk
>            > asisten intelijen senilai Rp 76 juta pada Januari dan Mei
> lalu.
>            > Pengeluaran BPPN memang mencengangkan. Menurut seorang pejabat
> BPPN yang
>            > telah melihat rencana anggaran 2003, di tahun depan
> pengeluaran telah
>            > dipatok Rp 1,4 triliun, termasuk di dalamnya Rp 15 miliar
> biaya
>            > kehumasan untuk memoles wajah BPPN yang babak-belur di media.
> Sayang,>
>            > ketika ditanya ihwal kebenarannya, Syafruddin, melalui Kepala
> Divisi
>            > Komunikasi Raymond van Beekum, menolak menjelaskan duduk soal
> penggunaan
>            > uang negara ini. Alasannya? "Pertanyaan Anda tidak relevan,"
> katanya
>            > dalam nada menyepelekan. Putu Ary Suta juga begitu.
> Berkali-kali
>            > dikontak, sekretarisnya cuma mengatakan, "Nanti dulu." Gerakan
> "diam itu
>            > indah" juga ditempuh Kepala Penerangan Kodam Jaya, Letkol
> Apang Sopandi.
>            > Menyatakan akan mengecek dulu duduk soalnya, Apang tak
> menjawab
>            > pertanyaan TEMPO. Cuma, menurut Apang, asisten intelijen yang
> menjabat
>            > di masa fulus itu mengucur adalah Kolonel Gede Sugiarta. Lalu,
> ada
>            > kaitan dinas apa antara BPPN dan instansinya? Apang berkata,
> "Kalau
>            > dipikir secara logis sih memang tidak ada." Itulah soalnya.
> Sederet
>            > tanda tanya di atas, yang dibilang Raymond "tak relevan",
> jelas
>            > merupakan persoalan serius.
>            >
>            > Inilah bukti betapa keuangan BPPN, lembaga yang ditugasi
> menyehatkan
>            > perbankan, ternyata dikelola dengan cara-cara tak sehat. Tak
> aneh,
>            > ketika mengaudit laporan keuangan BPPN 1999 dan 2000, firma
> Hans
>            > Tuanakotta & Mustofa menganugerahkan status disclaimer alias
> tak dapat
>            > memberikan pendapat. Penyebabnya, "Karena informasi yang tidak
> lengkap,
>            > ketidakpastian, dan keterbatasan ruang lingkup audit." Raymond
> agaknya
>            > perlu menyimak penilaian ekonom Chatib Basri sesaat setelah
> mencermati
>            > data yang diperoleh TEMPO. "Ini gila," kata Chatib, gemas.
> "Lembaga yang
>            > diberi tugas menyelamatkan harta negara malah sembarangan
>            > menghambur-hamburkannya." Karaniya Dharmasaputra, Multazam,
> Dara Meutia
>            >
>            > Catatan: merupakan rekapitulasi dari data rinci pengeluaran
> dana.
>            > Sumber: data BPPN
> 
> 
> --[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
> Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
> Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
> Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
> Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>
> 1 Mail/day     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest>
> 




-------------------------------------------------
This mail sent through IMP: http://horde.org/imp/

--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>
1 Mail/day     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest>

Kirim email ke