Widya Çastrena Dharmasiddha !

At 09:39 27-01-2003 +0100, "HermanSyah" wrote:

>Kok ya masalah begini belum habis2 juga di republik kita ini ya, sementara 
>orang lain sudah bicarain tempat tinggal alternatif selain bumi.

Saya terutama menyayangkan unsur PMK. Sedikit yang saya ketahui, adalah
bahwa 'organisasi' ini merupakan lintasedenominasi Protestan serta Katholik. 

(Yang dimaksud dengan "denominasi" adalah seperti GMI (Gereja Methodist
Indonesia), HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), HKI (Huria Kristen
Indonesia), GPKB (Gereja Punguan Kristen Batak Protestan), Pantekosta,
Advent. Ada ratusan denominasi Protestan di Indonesia dan bisa dibayangkan
bagaimana setiap di antara mereka memiliki perbedaan dengan lainnya,
khususnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mungkin keragaman itu
bisa disejajarkan dengan pengertian Mazhab dalam Muslim.)

Yang kurang saya sukai dari PMK ini, adalah eksklusifismenya, menampakkan
sekali bahwa, "Kami berbeda". Tidak salah mengatakan atau menyatakan diri
demikian, asalkan tidak menganggap diri paling benar. Kalau melakukan syiar,
ya, lakukanlah dengan memberikan contoh, bukan dengan menonjolkan rasa
berbeda tadi.

Saya menengarai semakin militannya generasi muda Kristen -khususnya
Protestan- yang antara lain dimulai dari kampus-kampus, melalui kegiatan
semacam PMK tersebut. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa hal serupa terjadi
juga dalam Muslim, mengambil tempat yang sama pula. Lalu, bisalah kita
bayangkan apa jadinya kira-kira 15 tahun lagi, saat mereka memegang tongkat
estafet negeri ini.


>Tapi apa yang rekan Sharif Dayan bilang saya setuju sekali, bahwa Menwa 
>justru seyogyanya berperan serta sebagai katalisator kerukunan hidup 

Suka tidak suka, Menwa merupakan 'gambar dan rupa' TNI -dh ABRI- dalam dunia
akademi. Ia merupakan institusi yang lintasiman, lintaskeyakinan,
lintasagama, lintassuku, lintasadat, lintaskelamin dan sebagainya. Saya
masih ingat, ada anggota (putri) yang sampai menangis meminta izin pada
komandannya, karena ia terpanggil untuk menggunakan jilbab. Betapa rasa
keterikatannya pada korps membuatnya serasa berada dalam dilema, harus
memilih di antara hal yang ia cintai. Toh, akhirnya sang komandan (sekitar
akhir 1980-an) tidak berkeberatan dengan hal itu.

Di dalamnya, setiap amggota mempunyai kesempatan yang sama, tidak pandang
apa yang melekat padanya. Seorang anggota dari suku -saya lebih suka
menggunakan istilah ini- Tionghoa bahkan terpilih untuk melaksanakan KKN
(Kuliah Kerja Nyata) di Timtim, suatu hal yang diidamkan sejumlah anggota
lain yang juga musti melaksanakan KKN. Atau, anggota beragama Kristen, yang
memilih ikut serta dalam kegiatan pengamanan Malam Natal 24 Desember dan
Malam Tahun Baru, padahal pada saat yang sama diadakan ibadah di gereja. Ada
kepentingan yang dirasakan lebih besar.


>bermasyarakat, khususnya dalam kerukunan hidup antar agama, yang saya kira 
>hal itu termasuk salah satu Tugas Pokok Menwa.

Itu bukan tuga semalam, yang keesokan hari bisa disaksikan hasilnya. Kita
(para wira dan purnawira) sedang ikut serta dalam pembentukan rasa
kebangsaan Republik ini, yang memakan waktu entah berapa puluh atau ratus tahun.


>Menwa kan adalah salah satu unsur Bela Negara dan Cadangan Nasional yang 
>diakui di republik ini.

Karenanya, 'kepemimpinan' para purnawira yang saat ini mempunyai kedudukan
atau hubungan dengan para penyelenggara negara, khususnya 'mengamankan'
kelangsungan keberadaan korps, sangat-sangat-sangat penting.


>Sementara Republik kita kan mengakui dan 
>melindungi 5 agama besar beserta sebuah aliran keagamaan yang disebut 
>aliran kepercayaan itu.

Apalah kata Pemerintah, saya lebih suka menyebut itu sebagai lintasiman,
karena berdasarkan imanlah -pada yang dipercayai- yang kita berarti dalam
hidup ini.


>seyogyanya setiap Warga Negara Indonesia menjadikan 'respek 
>terhadap orang lain apapun latar belakangnya' menjadi bagian dari perilaku 
>yang nggak bisa ditawar-tawar lagi.

Setuju.


>Jadi, buat Menwa (dan alumninya), soal-soal SARA ini mustinya sudah bukan 
>makanan kita lagi.  Ini mustinya sudah jadi 'barang antik'.

Setuju. Juga bukan masanya lagi berbicara mengenai "Kerukunan Antarumat",
melainkan "Bersatu dan Bekerja Bersama" (B3). Kalau kita sudah sibuk ber-B3,
tidak ada lagi waktu untuk berselisih. Sayangnya, para c*c*r*t yang
kebanyakan menyelenggarakan negara ini, berpikiran sebaliknya.

Pro grege et patria !


Sharif Dayan
Eks 90 67 060 1560
--
-== http://www.ksatrian.or.id ==-
-== [EMAIL PROTECTED] (defense matter forum) ==-
-== To contribute article - write to [EMAIL PROTECTED] ==-


--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>


Kirim email ke