Pak Syafril, alumni yon1 yang sekarang ada di Bandung minta didaftarkan di
milis kita dan di milis anggota:
Nama: Mifta Priyanto
Email : [EMAIL PROTECTED]
Trims
- Original Message -
From: Syafril Hermansyah [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, June 20, 2003 11:33 AM
Subject: [yonsatu] Fw: [Keuangan] Neglected majority (was:Masuk FKUI 250
juta)
Hi Gank!
Artikel utk direnungkan
Have a nice week end!
Begin forwarded message:
Date: Thu, 19 Jun 2003 21:17:04 -0700 (PDT)
From: Bagus Arianto [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [Keuangan] Neglected majority (was:Masuk FKUI 250 juta)
Saya pengen ngasih opini sedikit.
Dalam satu artikel, saya pernah baca ulasan, memang untuk pendidikan
dasar, Jepang (dan juga jerman) lebih unggul dari US. Tapi untuk higher
education (lebih khususnya, level post-gradnya), US tetap jadi kiblatnya
dunia. Minimal dari ukuran jumlah penerima2 nobel.
Dari yg saya ketahui, negara2 maju tersebut mengalokasikan subsidi
pendidikannya pada PENDIDIKAN DASAR (bukan pada tingkat Higher
Education). Memang modusnya berbeda2. Di Jepang, subsidi lebih
diperuntukkan pada tunjangan2 untuk sensei-nya. (sebutan sensei di
Jepang sangat terhormat, terpercaya dan makmur). Sedikit lebih atas dari
di US. Kenapa pendidikan dasar? karena mereka mayoritas.
Jadi bagaimana dengan nasib pendidikan tingginya? dari yg saya tangkap,
mereka lebih diserahkan ke mekanisme market. Artinya, kita lihat saja
nanti, tarif2 mahal yg ditawarkan UI, ITB, UGM akan mendapat response
spt apa dari pasar (calon student2).
Tapi tetap ada insentif2 tertentu untuk yg ingin meneruskan sekolah.
Misalnya, schoalrship2, loan, dst. Selain itu, peranan alumni juga cukup
besar. Ditambah dengan kelihaian mereke menjual university2 mereka ke
negara2 lain (termasuk Indo), dimana international student ditarik biaya
yg lebih besar.
Ttg sekolah berangkat bersama jalan kaki di jp, entah mana yg lebih
bagus dibanding di US. Di US, pertimbangan utamanya adalah safety. Anak2
berangakt sekolah bareng2 naik bis. Di antar jemput di tempat tertentu.
Saya tidak bermaksud sinis, tapi di indonesia kita semua tau semrawutnya
traffic spt apa. Dengan sistem spt itu, pelajar2 jadi tinggal belajar
saja tugasnya. Masalah sistem rayon, pada dasarnya tidak jauh berbeda
(termasuk di indo, minimal teoritisnya).
US sedang mengalami masalah yg hampir sama dengan di Indo dalam masalah
pendidikan dasarnya. Dulu, lulusan SMA sudah cukup untuk mendapatkan
good job di big companies spt ford, ibm, dst. sekarang? wah lulusan ivy
league pun harus bersaing mati2an. (di indo juga nggak jauh beda kan?)
Nah, di Jepang dan Jerman (utamanya Jerman) masalah tersebut tidak
terjadi. Artinya ada sesuatu yg salah dalam sistem pendidikan dasar di
US (dan indo tentunya).
[EMAIL PROTECTED] wrote:
Menutup diskusi yang sangat ramai tentang mahalnya masuk perguruan
tinggi
di jaman sekarang, alangkah indahnya artikel di bawa ini untuk kita
renungkan.
Have a nice weekend,
Heri Setiono
Note : mohon maaf buat bapak-bapak moderator, dulu pertama posting belum
saya tambahkan OOT
Kesenjangan dini character building, Harian Surya 18 Juni 2003
Oleh Agus Purwanto
---
-
Pekerja pendidikan di LaFTiFA (Lab Fisika Teori dan Filsafat Alam) ITS;
alumnus Universitas Hiroshima Jepang
Dunia pendidikan kita penuh paradoks. Contoh mencolok adalah
ditetapkannya program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun tetapi biaya
pendidikan ditanggung peserta didik.
Bahkan, fakta lapangan memperlihatkan lembaga pendidikan sedang berlomba
menjadi sekolah mahal. Setelah melakukan ulasan atas fenomena pendidikan
tersebut, Bpk Supriyono dosen FIP dan Pascasarjana UM mengusulkan agar
sekolah unggulan yang mahal-mahal itu dihapus (Surya, 1/5/2003).
Konsekuensi dari program Wajar adalah bebas biaya. Bila tidak, Wajar
menjadi tak ada artinya. Alasannya sederhana, kewajiban harus diikuti
sanksi.
Nah, bagaimana mungkin memberi sanksi pelanggar Wajar bila sekadar
menyekolahkan anak-anaknya saja memang tidak mampu. Jumlah penduduk
miskin bertambah secara signifikan sejak krismon, sebagai contoh Jatim
mencapai angka 30 persen. Tulisan ini bermaksud menguatkan ide
penghapusan sekolah mahal di atas.
Pendidikan ala pasar
Andai dunia pendidikan dapat diibaratkan sebagai wajah, maka make-up
wajah pendidikan kita senantiasa berubah dari waktu ke waktu bergantung
periasnya yakni Mendiknas. Periode sekarang merek make-up tersebut
adalah KBK atau kurikulum berbasis kompetensi. Sebagaimana make-up yang
sebenarnya, make-up pendidikan bisa dan boleh senantiasa berubah tetapi
wajah pendidikan selalu tetap kecuali dilakukan operasi plastik. Wajah
pendidikan kita adalah pasar.
Di antara sekian praktik yang menyebabkan pendidikan menjadi mahal ada
satu yang cukup unik. Setiap awal tahun ajaran baru tim pemasaran dari
penerbit buku