Sehelai kain kafan tergeletak usang di sudut waktu yang mulai matang. Konon 
kabarnya disediakan oleh fans Habe yang tidak mau disebutkan namanya. Lantaran 
Habe tidak modar-modar juga, kain kafan itu ditiupi bernyawa oleh Tuhan dan 
berhasrat menunggangi sepeda tua mengelilingi dunia.

Tak tahu aku sudah berapa banyak kain kafan yang dialokasikan buat Habe karena 
ancaman pembunuhan terhadapnya sudah dikumandangkan jauh hari sebelum teroris 
Islam mencabik-cabik Mumbai, sebelum tragedi Bali/London/Madrid/Beslan, bahkan 
sebelum teroris Islam menciptakan tragedi 11 September di New York sana.

Habe adalah kata sifat dari ketegaran dalam kebebasan hidup. Hengkang dia dari 
Indonesia dan meloncat dari suatu negara kafir ke negara kafir lainnya di bawah 
lindungan Tuhan sampai akhirnya terdampar di negeri Paman Sam yang membuat 
logikanya lebih tajam.

Agaknya jiwa Amerika yang pernah dilantangkan oleh Presiden Franklin D. 
Roosevelt tahun 1941 di depan kongres akan pentingnya kebebasan untuk 
berbicara, kebebasan berkeyakinan, kebebasan dari kesengsaraan atau 
kemelaratan, dan kebebasan dari ketakutan sudah menyatu dalam kromosom Habe. Di 
sinilah letak permasalahannya bagi banyak umat yang masih berjiwa primitif 
sehingga memimpikan kepala Habe dihajar dengan sisi Qoran dan kedua bijinya 
halal dijadikan sate.

Lantaran sudah banyak merasai pahit getirnya perjalanan hidup dan dibesarkan 
dalam lingkungan yang menghargai kebebasan berpendapat sebagai manusia merdeka 
yang sesungguhnya, nampaknya ancaman kematian yang dilayangkan kepadanya tidak 
membuatnya bergeming dan tetap mengabari orang Indonesia apa yang dilihatnya 
dan apa yang menyentuh perasaannya di Amerika sana.

Sudah jelas ancaman pembunuhan tersebut tidak hanya milik mantan muslim seperti 
Habe dan Jusfiq, tapi juga mereka yang dianggap melahirkan tafsir Qoran yang 
berbeda dengan kaum fundamentalis. Orang Ahmadiyah atau perempuan Irshad Manji, 
bahkan Gus Dur dan Ulil Abshar-Abdalla yang berpikiran liberal juga tak luput 
dari intaian maut kaum pengecut yang mengacung-acungkan halaman Qoran untuk 
membenarkan keberingasannya. "Halal darahnya diminum!" merupakan jargon yang 
kedengaran sedikit kurang bengis daripada ungkapan "Dia halal dibunuh!" yang 
sering kita dengar dari mulut manusia anarkis yang sok moralis.

Dulu Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono pernah membenarkan Al Faruq dari 
jaringan Al Qaeda yang tertangkap berencana menghabisi Megawati dua kali yang 
salah satunya waktu pertemuan pengurus PDI Perjuangan tahun 1999. Untungnya Al 
Faruq dibuntungi kakinya oleh Tuhan karena bomnya meledak di Mal Atrium Senen. 
Belakangan ini SBY-JK, Andi Mattalata, Hendarman Supandji, AH Ritonga, dan 
seluruh hakim + jaksa yang dianggap terlibat dalam penghilangan nyawa Amrozi cs 
 juga dihalalkan nyawanya yang diserukan lewat internet.

Yang tidak bisa menarik garis tegas antara "fitnah" yang tak berdasar dan 
"kritik" yang ada faktanya akan tetap berada di bawah tempurung dan bahkan 
fakta nyata mengenai kenaifan ajarannya tidak akan mau diterimanya. Jadinya, 
pembeberan fakta nyata ini membuat banyak kaum fundamentalis yang senang terus 
berada di bawah panji-panji imperialisme budaya Arab kalap dan tidak bisa lagi 
melihat dengan pandangan jernih apa yang terpampang di depan matanya.

Setiap kritikan dianggap begitu saja sebagai fitnah dan perlu dihabisi yang 
akibatnya masyarakat yang mestinya lambat laun keluar dari tradisi berpikir 
primitif menjadi mandul atas keberadaan kelompok kecil yang beringas ini. 

Kritikan sangat diperlukan bagi perkembangan pikiran dan jiwa yang sehat agar 
bisa maju seperti masyarakat maju yang mengedepankan alur pikiran rasional dan 
bukannya irasional yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Mereka 
yang menindas dan membelenggu pikiran banyak orang dengan tindakan liarnya 
tersebut tidak lebih daripada gerombolan penjahat dalam masyarakat. Kehadiran 
kelompok ini membuat jurang kesenjangan antara negara maju dan negara 
berkembang dalam segala segi kian menganga saja, suatu kelompok yang mestinya 
sudah musnah dalam zaman modern dewasa ini.

Pikiran Habe adalah titisan wacana Sartre yang menganggap manusia sebagai 
keseluruhan dengan kebebasannya yang otonom dan bersifat mutlak. Dia hanya 
menggunakan haknya sebagai manusia bebas yang membedakannya dengan manusia 
impoten yang tidak punya keberanian mengkritisi kitab suci yang bermuatan 
abu-abu sehingga menimbulkan interpretasi beragam yang bermuara pada huru-hara 
abadi di dunia ini.

Yang diinginkannya hanyalah agar tiap orang membuka mata, mengedepankan akal 
sehat dalam mengkaji ulang dogma agama yang irasional dan tidak membiarkan 
begitu saja suatu kelompok mengklaim kebenaran penafsirannya sendiri. Yang 
diinginkannya hanyalah agar tiap orang menggunakan otaknya secara maksimal, 
berucap dan berbuat atas paham empiris-matematis yang terukur dan bukannya 
dogma ilusif yang sudah terpendam di liang kubur.

Jadi, Habe saw (peace be upon you)! Kalau modar engkau dihabisi teroris Islam, 
modarlah kau sendiri. Kendati tak sehelai kain kafan pun menantimu, modarlah 
tanpa ada yang disesali. Sebab kita adalah anggota barisan panjang yang menuju 
terminal terakhir penghidupan sebelum tersepih lagi menjadi bagian dari debu 
yang terkadang mengangkasa jauh menuju galaksi yang tak bernama, mendarat di 
atas onggokan kotoran manusia, menempel di atas puting susu seorang dara, dan 
sebagainya tanpa kain kafan dogma agama yang mengerikan itu.

edizal


      

Kirim email ke